Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!
Jika para istri mengeluhkan suami mereka yang diam, maka para suami
mengeluhkan istri mereka banyak bicara. Kami juga menyadari hal ini.
Sebuah riset ilmiah membuktikan, pada umumnya wanita lebih sering
menggunakan otak kanannya, bagian otak ini mempunyai keistimewaan dalam
daya khayal, emosi, kreasi, dan membenci ungkapan singkat. Selain itu,
mereka senang mengungkapkan perasaannya dengan bahasa yang lugas, suka
mengulang-ulang, dan membisikkan kata-kata rayuan. Berbeda dengan lelaki
yang merasa cukup dengan mengangguk dan melihat saja. Banyak riset
membuktikan berbicara dan mengungkapkan dengan bahasa lisan termasuk
ciri khusus wanita.
Ketika wanita berbicara sebenarnya dia sedang menginginkan berapa hal, yaitu:
1. Ketenangan dan kenyamanan. Dalam berbicara ada orang yang bersedia
turut serta memikirkan masalah yang dihadapinya. Wanita adalah makhluk
lemah yang membutuhkan orang lain, agar ia merasa ada yang membantu dan
mendukungnya. Ketika istri Anda mengajak bicara, itu artinya dia sengaja
mengingatkan dirinya Anda bersamanya dan turut menanggung beban
permasalahannya. Karena itu, jangan sampai Anda memotong perkataannya,
dan jangan Anda memberikan jalan keluar atas masalah yang sedang
dihadapinya. Tapi doronglah dia untuk meneruskan ucapannya.
2. Cinta baru. Wanita meyakini dialog akan menyegarkan cinta.
3. Berpikir dengan suara keras. Kita semua tahu, lelaki lebih suka
menyendiri dengan permasalahan yang dihadapinya dan tidak suka orang
lain turut campur. Lain dengan wanita yang justru suka membeberkan
permasalahan tersebut bersamanya.
4. Menyampaikan informasi tertentu. Wanita berpendapat dengan banyak
berdialog dapat menyampaikan informasi pada pihak lain dengan cara yang
lebih mengena dan detail.
“Aku tidak punya waktu untuk mendengarkan. Aku ingin istirahat sebentar…!”
itulah ungkapan salah seorang sahabat ketika saya menyampaikan
pentingnya mendengarkan sang istri dan untuk tidak tersinggung oleh
omongannya. Saya bertanya kepadanya,
“Saya lihat kamu sabar mendengarkan perkataanku dan perkataan puluhan
orang yang engkau jumpai selama sehari yang penuh aktivitas. Jika kamu
sabar mendengarkan kami, mengapa ketika istrimu datang dan berbicara
denganmu, kamu justru tidak memberinya kesempatan?”
Dia menggelengkan kepala sebagai tanda tidak mengakui gugatan saya tadi, lalu saya melanjutkan,
“Siapa yang lebih lelah, lebih capek, dan penuh jerih payah, kamu ataukah Rasulullah?”
Dia menjawab, “Tentu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
Saya bertanya lagi, “Siapa yang waktunya lebih berharga, kamu atau Rasulullah?”
Dengan raut muka keheranan, dia menjawab, “Tentu Rasulullah. Mengapa kamu mengajukan pertanyaan aneh ini?”
Lalu saya mengatkaan padanya, “Ada sebuah hadits Nabi yang disebutkan dalam Shahih Muslim. Dengarkanlah hadits ini dengan hatimu karena hadits ini panjang dan sangat berharga.”
‘Aisyah meriwayatkan ada 11 wanita yang berjanji dan sepakat untuk menceritakan semua hal tentang suami mereka.
Wanita pertama menceritakan, “Suamiku ibarat daging unta kerempeng
yang berada di puncak gunung tanpa daratan yang dapat didaki dan tidak
ada yang mau mengambilnya.”
Wanita kedua mengatakan, “Aku tidak akan membeberkan cerita tentang
suamiku karena aku takut tidak dapat berhenti. Kisahnya sangat panjang.
Jika aku beberkan, aku takut akan mengungkap rahasia dan aibnya.”
Wanita ketiga mengeluh, “Suamiku tinggi sekali. Namun, jika aku
bicara, dia akan mentalakku, dan jika aku diam, dia membiarkanku
terkatung-katung”
Wanita keempat memuji, “Suamiku ibarat udara pegunungan di malam
hari, tidak panas dan tidak dingin. Nyaman dan tidak membosankan.”
Wanita kelima juga memuji, “Suamiku ketika pulang ke rumah langsung
tidur seperti macan (tidur pulas). Ketika keluar rumah, dia seperti
singa (pemberani) dan tidak pernah mempertanyakan harta bendanya
(percaya pada istri).”
Wanita keenam bangga, “Suamiku bila makan sangat lahap dan bila minum
tanpa ada yang tersisa. Apabila tidur, dia beselimut (sopan) dan tidak
meraba-raba aib tubuhku.”
Wanita ketujuh meratap sedih, “Suamiku seorang yang garang, angker
dan pendiam. Semua kejelekan ada pada dirinya. Dia dapat melukai,
memukul atau bahkan melakukan keduanya padamu.”
Wanita kedelapan memuji, “Suamiku wangi seperti Zarnab (sejenis daun) dan sifatnya terus terang.”
Wanita kesembilan juga memuji, “Suamiku rumahnya luas dan badannya
tinggi. Dia sangat dermawan dan banyak orang yang mendatangi rumahnya.”
Wanita kesepuluh berkata bangga, “Suamiku orang kaya. Tidak ada yang
lebih kaya darinya. Dia mempunyai banyak unta yang sering berada di
kandang dan jarang keluar. Ketika mendengar suara tongkat cambuk, unta
itu pasrah: dia pasti akan disembelih sebagai jamuan.”
Wanita kesebelas membuat kiasan, “Suamiku Abu Zar. Maksudnya apa? Dia
memberiku banyak anting-anting, membuatku gemuk dan bangga. Sebelum
menikah, aku hanyalah seorang penggembala domba. Namun, setelah menjadi
istrinya, aku menjadi pemilik kuda dan unta. Selain itu, aku juga
mempunyai ladang yang sangat luas. Setelah menikah dengannya, aku dapat
berbicara semauku tanpa ada yang menghina. Aku dapat tidur nyenyak dan
minum dengan puas.
“Aku Ummu Abu Zar. Maksudnya apa? Seorang wanita yang mempunyai banyak perabot dan rumahnya luas.
“Putraku Ibnu Abu Zar. Maksudnya apa? Dia mempunyai tempat tidur dari
sebilah perlepah kurma dan cukup makan dengan tulang belikat kambing.
“Putriku Bintu Abu Zar. Maksudnya apa? Yaitu seorang putri yang taat
kepada ayah dan ibunya, bertubuh gemuk dan membuat iri tetangga.
“Budak Jariyah Abu Zar. Maksudnya apa? Yaitu seorang budak yang tidak
membocorkan rahasia pembicaraan, menjaga makanan, dan tidak semarangan
membuang sampah.
“Suatu hari, Abu Zar keluar tanpa pikir panjang dan bertemu seorang
wanita yang mempunyai 2 putra. Kedua anak tersebut bermain-main di bawah
payudara sang ibu. Karena tergoda, akhirnya Abu Zar menceraikanku dan
menikahi wanita tersebut. Setelah itu, aku menikah dengan seorang
bangsawan penunggang kuda dengan pembawa tombak. Dia memberiku banyak
karunia dan menghidangkan padaku setiap jenis makanan seraya berkata,
‘Makanlah wahai Ummu Zar’ dan berilah keluargamu.’ Seandainya seluruh
pemberiannya aku kumpulkan, tidak menyamai perabotan terkecilpun milik
Abu Zar.’”
Aisyah melanjutkan, “Rasulullah menanggapi, ‘Aku bagimu ibarat Abu
Zar dan Ummu Zar.’” Dalam riwayat lain ditambahkan, “Hanya saja aku
tidak menceraikanmu.” (HR. Muslim)
Saya melihat sahabatku begitu keheranan dengan teks hadits yang sanga
aneh ini. Sambil tertawa saya mengatakan, “Tenanglah, kita tidak akan
membicarakan makna hadits atau membahas apa yang dimaksud oleh para
wanita tersebut. Saya hanya ingin menyampaikan padamu, bagaimana
Rasulullah setia mendengarkan penuturan sang istri tanpa memotong
ucapannya atau merasa bosan dan malas.
“Lebih dari itu, coba lihat bagaimana Rasulullah menanggapi penuturan
sang istri dengan komentar yang sangat indah. ‘Aku bagimu ibarat Abu
Zar dengan Ummu Zar.’ Hanya saja aku tidak menceraikanmu’. Mari kita
lihat bersama bagaimana Rasulullah –dengan segala tugas dan tanggung
jawab beratnya, masih menyempatkan diri duduk dan mendengarkan cerita
sang istri yang menurut kita tidak ada manfaatnya. Namun, Rasulullah
adalah guru besar kita yang memahami istri membutuhkan seseorang yang
bersedia mendengarkan omongan dan ceritanya.”
Saya menoleh ke arah sahabatku sambil tersenyum. Lalu saya berkata,
“Pergilah dan biarkan istrimu berbicara. Dengarkan, pahamilah kebutuhan
dan keinginannya. Marilah kita ucapkan shalawat kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
-aku tidak heran dengan kematian para pencinta dalam hasratnya. Tapi, aku heran dengan keabadian para perindu- [Syahida.com]
Sumber : Kitab Teruntuk Sepasang Kekasih, Karim Asy-Sadzili
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..