Tahun ajaran baru beberapa hari lagi akan di mulai. Sejak beberapa bulan yang lalu para orang tua sudah sibuk kesana-kemari keluar masuk dari satu sekolah ke sekolah lain mencari informasi tentang sebuah sekolah . Ada yang sangat selektif karena dana yang terbatas namun ada juga yang sangat selektif karena ingin mendapatkan nilai lebih dari apa yang sudah mereka bayarkan kepada sekolah. Tentunya di atas semua ini mereka para orang tua mempunyai satu harapan untuk anak mereka, yaitu sesuatu yang terbaik bagi anak-anak mereka. Karena anak adalah amanah, anak adalah perhiasan, anak adalah permata hati, penerus keturunan, generasi pewaris negeri ini, dan entah apalagi sebutan yang akan kita sandangkan kepada anak kita.
Ada-ada saja pertanyaan dari para calon orang tua murid ketika mereka ingin mendapatkan informasi. Bahkan saya pun pernah memperhatikan ada orang tua yang sampai begitu memperhatikan keadan toilet. “Bagamana Bu? Apa di sini airnya lancar?” kata salah seorang calon orang tua murid baru. Jujur waktu itu saya sangat kaget dengan pertanyaan calon orang tua murid baru tersebut. Untuk menghilangkan rasa kaget saya, saya mencoba tersenyum, “Insya Allah lancar Bu.”
“Bu anak saya paling susah makan. Nanti ketika makan siang tolong diperhatikan ya Bu supaya mau makan?”
“Anak saya suka lupa Bu dengan barang-barang miliknya, nanti diingatkan ya Bu, supaya jangan ada yang tertinggal barang-barang nya? “
“Bu kalau anak saya itu pendiam banget. Dia enggak bakal ngomong kalau enggak ditanya. Tolong ya Bu di tanya-tanya , saya takut anak saya sakit perut atau pusing tapi dia diam aja.. Bu….” Dan masih banyak lagi. Mengapa begitu banyak pertanyaan dan pesan yang dilontarkan oleh para orangtua? Apa yang terjadi?
Kita orang tua memang sangat sayang dan cinta pada anak-anak kita. Kita tak ingin sesuatu hal buruk yang terjadi pada mereka. Apalagi jika itu adalah pengalaman pertama kita menyekolahkan anak atau pengalaman pertama anak kita masuk sekolah. Jujur sebenarnya apa yang kita khawatirkan? Keselamatan? Kenyamanan? Atau ketidakpercayaan kita terhadap kemampuan anak?
Dalam proses terjadinya pembentukan janin dalam rahim ibu adalah terdapat berjuta-juta sel sperma berusaha berjuang untuk bisa masuk dan tetap bertahan sehingga menjadi apa yang disebut dengan segumpal darah yang dalam prosesnya menjadi janin begitu seterusnya sampai akhirnya lahir menjadi seorang anak bayi. Dan hanyalah sperma yang kuat dan tangguh yang akan menjadi pemenang. Karenanya anak yang lahir adalah hasil dari sebuah perjuangan sehingga menghasilkan kemenangan. Dari sini kita bisa melihat bahwa jauh sebelum terlahir, anak kita telah memiliki sifat pejuang dan pemenang.
Bahkan dalam suatu hadist dikatakan, dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (perasaan percaya) kepada Allah. Maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani ataupun Majusi…” ( HR. Bukhari).
Anak-anak kita bukan hanya sudah memiliki karakter pejuang dan pemenang namun di dalam dirinya sudah bersemayam fitrah nan suci. Bayangkanlah segelas air di dalam gelasnya yang bening. Apakah warna yang dihasilkan? Apakah kita percaya bahwa air yang bening itu bisa berubah warna? Sekarang coba kita pindahkan air tersebut ke dalam sebuah gelas berwarna biru? Apakah warna yang tampak dari luar? Air tersebut seolah berubah warna mengikuti warna wadah yang ditempatkannya. Begitulah anak-anak kita. Dia tetap memiliki fitrah nan suci namun dia mengikut pada apa yang menempatkannya.
Kitalah para orang tua yang sesungguhnya merupakan guru utama bagi anak-anak kita. Kita orangtua yang menanamkan sesuatu yang berarti bagi anak kita. Adapun hal-hal yang lain adalah guru pembantu bagi anak-anak kita. Dengan bekal yang dimilikinya kitalah yang dapat membimbingnya untuk melejitkan kemampuan anak-anak kita. Kitalah yang berada di sisinya ketika pada masa-masa usia keemasannya. Ketika ia belum mengenal apa-apa hingga menjadi seperti sekarang ini. Dukungan dan kepercayaan kita adalah inspirasinya untuk tetap berjuang.
Masih ingatkah kita ketika ia untuk pertama kalinya belajar berjalan? Betapa percaya dan yakinnya kita bahwa anak kita bisa berjalan hingga akhirnya hari ini, kita saksikan kaki-kaki kecilnya hilir mudik mengelilingi rumah bahkan tak pernah terasa letih dan bosan mengitari taman-taman dekat rumah. Masih ingatkah kita ketika untuk pertama kalinya ia mengeluarkan kata pertamanya? Kita dengan yakin dan percaya bahwa anak kita tak kenal putus asa terus berjuang hingga akhirnya hari ini, kita bisa rasakan betapa sepinya surga dunia kita tanpa celotehnya. Dan masih banyak lagi usaha yang telah di lakukan anak-anak kita dalam kehidupannya.
Lalu mengapa ketika ia sudah pandai berlari, melompat, berkata-kata bahkan tak jarang kedua tangannya juga melukiskan suatu garis-garis yang indah kita menjadi ragu akan semangatnya, daya juangnya dan sifat pemenangnya? Apakah kita telah memberi bekal yang baik baginya atau kita memberi ketidakpercayaan padanya?
Bayangkan saat ini anda berada di sebuah hutan belantara. Ucapkanlah sebuah kata. Apa yang terjadi? Ketika anda berkata sakit, maka kata sakit akan kembali memantul. Begitu sebaliknya, ketika anda mengucapkan kata hebat maka kata hebat akan kembali memantul. Begitulah gema yang terjadi. Begitu pula pada anak-anak kita. Ketika kita menganggapnya lemah maka sifat lemah yang akan memantul pada anak kita. Karena sikap dan pikiran kita terus dibimbing dan diingatkan akan kelemahan anak kita, sehingga yang terlahir dari itu adalah ketidakpercayaan, kekhawatiran dan mungkin keputus asaan.
Apakah kita sebagai orang tua percaya dan yakin bahwa kita dapat membimbing anak-anak kita dan menjadi guru utama yang baik bagi anak-anak kita? Apakah kita sebagai orang tua sanggup menjadi guru utama yang baik bagi anak-anak kita? Apakah kita telah memberi bekal yang baik pada anak-anak kita? Adakah keteladanan telah kita pahatkan dalam pengalaman hidup anak-anak kita? Jawaban kita tentu adalah yang terbaik bagi anak-anak kita.
***sumber:http://deanisaja.blog.com/
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..