Para ulama sepakat bahwa surah at-Takwir adalah surah Makkiyah. Ia berjumlah 29 (dua puluh sembilan) ayat. Diriwayatkan dari Ibn Umar (radiallu anhuma), bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang ingin merasakan hari kiamat seperti menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, hendaklah ia membaca “idza syamsu kuwirat, idza syamaaunfatarat, dan idza syamaaunsyaqat”. (HR Tirmidzi). Dengan tiga surah tersebut (at-Takwir, al-Infitar dan al-Insyiqaq), seseorang memang dapat membayangkan betapa dahsyatnya peristiwa kiamat nanti. Jika kita menyaksikan fim Doomsday 2012 (Kiamat 2012), sungguh film itu tak sebanding dengan hakikat kiamat, sebab pada film itu masih ada sekelompok orang yang selamat dan tak semua kehidupan lenyap.
Surah at-Takwir ini, menurut Sayyid Qutb, setidaknya memiliki dua kandungan utama:
Pertama: At-Takwir bercerita tentang hakikat kiamat. Hal itu tertuang dari ayat 1 sampai dengan 14. Kiamat adalah sesuatu yang wajib diimani oleh setiap muslim. Ia adalah peristiwa di mana seluruh alam semesta akan berakhir menunaikan tugas dan fungsinya. Matahari, bintang-gemintang dan seluruh planet akan mengakhiri rotasi edarnya. Mereka “digulung” bak layar kapal yang tak lagi dibutuhkan. Demikian halnya dengan gunung yang selama ini setia menjadi paku perekat bumi. Air laut pun ditumpahkan untuk menyapu seluruh makhluk yang hidup di atas bumi. Tak ada makhluk bernyawa yang tersisa. Dan tak ada lagi kehidupan yang bermakna.
Kedua: Hakikat wahyu, kekuasaan Allah yang menurunkan wahyu, perantaranya (Jibril) dan sifat-sifat Nabi yang menjadi penyebar wahyu tersebut. Hal ini tercermin mulai dari ayat 15 sampai dengan 29. Seperti kita ketahui,
Pada tadabbur kali ini, saya ingin membagi pembahasannya dengan merujuk pada pendapat Sayyid Qutb di atas.
Bagian Pertama (ayat 1 s/d 14)
Allah swt berfirman:
إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ﴿١﴾وَإِذَا النُّجُومُ انكَدَرَتْ﴿٢﴾وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ﴿٣﴾وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ﴿٤﴾وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ﴿٥﴾وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ﴿٦﴾وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ﴿٧﴾وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ﴿٨﴾بِأَيِّ ذَنبٍ قُتِلَتْ﴿٩﴾وَإِذَا الصُّحُفُ نُشِرَتْ﴿١٠﴾وَإِذَا السَّمَاءُ كُشِطَتْ﴿١١﴾وَإِذَا الْجَحِيمُ سُعِّرَتْ﴿١٢﴾وَإِذَا الْجَنَّةُ أُزْلِفَتْ﴿١٣﴾عَلِمَتْ نَفْسٌ مَّا أَحْضَرَتْ﴿١٤
1. apabila matahari digulung, 2. dan apabila bintang-bintang berjatuhan, 3. dan apabila gunung-gunung dihancurkan, 4. dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak dipedulikan) 5. dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan, 6. dan apabila lautan dijadikan meluap 7. dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh) 8. dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, 9. karena dosa Apakah Dia dibunuh, 10. dan apabila catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka, 11. dan apabila langit dilenyapkan, 12. dan apabila neraka Jahim dinyalakan, 13. dan apabila surga didekatkan, 14. Maka tiap-tiap jiwa akan
Ayat pertama:
إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ ﴿١
Apabila matahari digulung
Jika ingin melihat kiamat, bayangkan matahari digulung. Wow.
Para ahli mengatakan, matahari adalah pusat tata surya kita. Bintang yang satu ini sangat istimewa karena perannya sangat menentukan bagi kehidupan di Bumi. Bahkan ia juga disebut sebagai “bintang yang membakar dirinya sendiri” (An-Najm Tsaqib). Sehari saja matahari tak menunaikan tugasnya, entah jadi apa bumi kita ini. Berikut ini sekilas fakta-fakta menarik tentang matahari: Diameternya sekitar 1.390.000 km. Bandingkan dengan diameter Bumi yang hanya sekitar 12.740 km. Nah, bila Bumi dimasukkan dalam Matahari, Matahari bisa menampung sebanyak 109 Bumi. Kemudian suhu inti Matahari berkisar dari 15.000.000 derajat Celsius pada inti dalam, dan pada inti luar suhu mencapai 7.000.000 derajat Celsius. Suhu pada permukaan matahari ‘hanya’ 6.000 derajat Celsius.
Ketika gunung Merapi meletus pada bulan lalu (Oktober 2010), magma panas yang dimuntahkannya hanya sekitar 600 derajat celsius. Tapi, lihatlah efek yang ditimbulkannya. Hampir seluruh desa di kawasan sekitar Merapi luluh lantak dihantam “wedhus gembel”. Bahkan tak kurang dari 100 orang menemui ajalnya karena hantaman panas Merapi, termasuk Mbah Marijan, sang juru kunci Merapi. Maka, tak terbayangkan jika makhluk hidup harus berhadapan dengan panas 6000 derajat celsius. Tak mungkin ada benda padat yang dapat bertahan melainkan ia akan segera mencair.
Allah swt mengungkapkan pada ayat pertama ini bahwa matahari kelak akan “digulung” atau (dalam bahasa Arab) “kuwirat”. Ungkapan “kuwwirat” ini menarik untuk dicermati. Menurut Imam Al-Alusi, kata ini diambil dari asal kata “kara” yang berarti melipat kain menjadi surban di kepala. Pada masyarakat Arab, memakai surban (imamah) adalah tradisi yang telah berlangsung ribuan tahun. Untuk menunjukkan betapa mudahnya menggulung matahari bagi Allah, maka Allah memberi perumpamaan sebagaimana mudahnya orang-orang Arab menggulung kain menjadi surban.
Ayat kedua:
Allah swt berfirman,
وَإِذَا النُّجُومُ انكَدَرَتْ﴿٢
Dan apabila bintang-bintang berjatuhan.
Diriwayatkan dari Abu Shaleh dari Ibn Abbas berkata, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Pada hari (kiamat) itu, tidak tersisa di langit satu bintang pun kecuali seluruhnya berjatuhan ke atas bumi. Hingga, hingga lapisan bumi ketujuh terbawa ke atas dan menimpa yang di atasnya.”
Bayangkan, bintang gemintang yang entah berapa jumlahnya, kelak akan hancur berjatuhan. Kata Ibn Abbas, sesungguhnya peredaran seluruh bintang dijaga oleh malaikat. Jika lonceng kematian dibunyikan, maka seluruh makhluk yang bernyawa akan mati. Malaikat penjaga bintang pun akan selesai menunaikan tugasnya. Pada posisi seperti itulah bintang akan berjatuhan.
Ayat ketiga:
Allah swt berfirman,
وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ ﴿٣
Dan apabila gunung-gunung dihancurkan,
Kita tahu, gunung adalah pasak bumi. (Lihat pembahasannya pada surah An-Naba’). Sebagai pasak, gunung berperan membuat bumi kokoh. Jika kita melihat puncak gunung yang menjulang tinggi, sesungguhnya bagian yang menghujam ke bumi jauh lebih panjang lagi. Ambil contoh sederhana, gunung Krakatau misalnya. Gunung itu meletus pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geographic mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.
Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Anak Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.
Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru. Gelombang laut naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.
Kini, setelah ratusan tahun, anak-anak Krakatau mulai aktif kembali. Jika satu gunung saja meledak mampu membuat dunia geger, maka bayangkanlah jika seluruh gunung dihancurkan oleh Allah swt. Hal ini dipertegas oleh Allah swt dalam surah al-Kahfi ayat 47.
وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا﴿٤٧
dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorangpun dari mereka. (QS Al-Kahfi 47)
Ayat keempat :
Kemudian Allah SWT berfirman,
وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ ﴿٤﴾
Dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak diperdulikan)
Pada masyarakat Arab tradisional, unta adalah harta yang paling berharga. Apalagi jika unta tersebut dalam kondisi hamil, maka nilainya pun menjadi semakin tinggi. Allah swt memberi gambaran pada mereka bahwa jika kiamat kelak, mereka tak lagi peduli dengan harta yang paling mereka sayangi sekalipun. Jangankan kiamat, bumi goyang sedikit saja, kita sudah lupa segalanya. Terutama buat mereka yang sehari-hari berada di gedung bertingkat, baik perkantoran ataupun apartemen.
Kiamat membuat manusia lupa dengan hartanya. Tak peduli lagi. Allah swt menggunakan kata Isyaru untuk merujuk makna unta. Dalam bahasa Arab, unta biasa disebut Ibil atau Jamal. Lalu mengapa pada ayat ini bukan kedua kata itu yang digunakan. Allah swt memilih isyaru untuk menjelaskan secara singkat bahwa üntanya dalam kondisi hamil. Bahkan, menurut Imam al-Qurtubi, isyaru menunjukkan secara tegas bulan kehamilan kesepuluh. Artinya, harta (unta) itu sudah betul-betul di puncak mahalnya. Namun, dengan peristiwa kiamat, manusia tak peduli lagi dengan hal itu.
Pada masyarakat modern, “unta hamil” ini dapat diqiyaskan dengan segala asset yang bernilai milyaran rupiah, baik itu berupa aset bergerak (movable property) atau asset tidak bergerak (immovable property). Kelak jika kiamat, tak ada lagi manusia modern yang peduli dengan hartanya itu.
Ayat kelima:
Allah swt berfirman:
وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ ﴿٥
Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan,
Menarik, mengapa pada ayat ini Allah swt menyebut “binatang liar dikumpulkan.” Ibn Abbas mengatakan, bahwa seluruh makhluk hidup lebih dulu dimatikan, termasuk binatang buas, kecuali bangsa jin dan manusia.
Ayat keenam:
وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ ﴿٦
Dan apabila lautan dijadikan meluap
Pada ayat ini kita mendapati bahwa kelak lautan akan meluap. Subhanallah, sekian tahun lalu, tak pernah dapat kita bayangkan bagaimana lautan dapat meluap. Tetapi, tsunami Aceh, 26 Desember 2004 membuka mata kita bahwa mudah sekali air laut “diterbangkan” ke daratan. Kata, “sujjirat”, menurut Imam Hasan dan Ad-Dhahak, berarti “penuh dan melimpah.” Peristiwa tersebut, kata Imam Qusyairi, sesungguhnya dapat dengan mudah dilakukan Allah swt apabila Dia telah membuka “dinding” yang membatasi dua lautan tersebut. Bukankah Allah swt berfirman dalam surah Ar-Rahman ayat 19-20,
مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ ﴿١٩﴾ بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَّا يَبْغِيَانِ ﴿٢٠
Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu () Antara keduanya (lautan) ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.
Jelaslah di sini bahwa laut memiliki pembatas. al-Qusyairi mengatakan pembatas yang memisahkan antara air tawar dan air asin itu kelak dicabut, hingga banjir meluap di mana-mana.
Kemudian Allah swt berfirman,
Ayat ke-tujuh:
وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ﴿٧
Dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh).
Saat menafsirkan ayat ini, Imam Fakhrurrazi menyebutkan tiga pendapat.
Pertama: bahwa setiap ruh akan dipertemukan kembali dengan jasadnya. Pendapat ini didasarkan pada tekstualitas kalimat yang menyebutkan secara implicit bahwa setiap ruh akan dikembalikan ke kandungan jasadnya. Bukankah orang-orang kafir selalu bertanya, bahwa apakah Allah swt akan mengembalikan jasad mereka setelah hancur dimamah bumi?
Kedua: bahwa setiap ruh akan dibagi sesuai kelompoknya. Pendapat ini didasari pada firman Allah swt,
وَكُنتُمْ أَزْوَاجًا ثَلَاثَةً ﴿٧﴾ فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ ﴿٨﴾ وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ ﴿٩﴾ وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ ﴿١٠
7. dan kamu menjadi tiga golongan. 8. Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. 9. dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. 10. dan orang-orang yang beriman paling dahulu, (QS Al-Waqiah 7-10).
Ketiga: ruh dikelompokkan berdasarkan ketaatannya kepada penguasa di zamannya. Jika sepanjang di dunia seseorang taat pada pemimpin yang adil, ia akan dipertemukan dengan pemimpinnya yang adil itu. Demikian sebaliknya, bila sepanjang hidup manut pada kezhaliman, ia pun akan dipertemukan dengan kezhalimannya itu. Pendapat ini didasari pada penafsiran atas firman Allah swt,
احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ ﴿٢٢
22. (kepada Malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah orang-orang yang zhalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah, (QS As-shafaat 22).
Dalam mentadabburi ayat ini, saya lebih condong pada pendapat pertama yang disebutkan Imam Fakhrurrazi di atas. Pendapat ini didasari pada fakta bahwa tema bahasan ayat ini adalah peristiwa kiamat. Maka, seyogianya, pada kondisi penjelasan keadaan kiamat dipertegas dengan mempertemukan ruh kembali pada jasadnya. Ada berbagai ayat di surah-surah lainnya yang menjelaskan bagaimana orang-orang kafir mempertanyakan kemampuan Allah mengembalikan jasad manusia setelah hancur di telan bumi. Padahal, hal tersebut sangatlah mudah bagi Allah swt.
وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ ﴿٧﴾ وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ ﴿٨
“dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh,”
Ada dua hal menarik pada ayat delapan dan Sembilan ini.
Pertama: pada masyarakat Arab dahulu, mengubur bayi perempuan dalam keadaan hidup adalah hal yang biasa terjadi. Hal ini, terutama pada masyarakat miskin yang menganggap anak perempuan kelak menjadi beban mereka. Dan ketakutan akan kelaparan menjadi penyebab utamanya. Karena itulah, Allah swt ingatkan dalam firman-Nya,
dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.
Kini, membunuh anak bukan hanya tradisi masyarakat Arab kuno, namun juga masyarakat modern. Berapa banyak anak yang dibunuh oleh orang tuanya sendiri dengan alasan himpitan ekonomi, atau bahkan karena sebab-sebab sepele lainnya.
Kedua: sebagian ahli tafsir mengatakan, mengapa anak-anak itu yang ditanya dan bukan orang tuanya? Padahal kan mereka tak tahu apa sebab pembunuhannya. Menarik sekali untuk mengutip pendapat Imam Fakhrurrai yang mengatakan bahwa bayi yang dibunuh kelak memberikan jawaban hingga membuat pembunuhnya menangis pilu.
Bagian Kedua: ayat 15 – 29
فَلَا أُقْسِمُ بِالْخُنَّسِ﴿١٥﴾الْجَوَارِ الْكُنَّسِ﴿١٦﴾وَاللَّيْلِ إِذَا عَسْعَسَ﴿١٧﴾وَالصُّبْحِ إِذَا تَنَفَّسَ﴿١٨﴾إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ﴿١٩﴾ذِي قُوَّةٍ عِندَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ﴿٢٠﴾مُّطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ﴿٢١﴾وَمَا صَاحِبُكُم بِمَجْنُونٍ﴿٢٢﴾وَلَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ الْمُبِينِ﴿٢٣﴾وَمَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِينٍ﴿٢٤﴾وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَّجِيمٍ﴿٢٥﴾فَأَيْنَ تَذْهَبُونَ﴿٢٦﴾إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِّلْعَالَمِينَ﴿٢٧﴾لِمَن شَاءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ﴿٢٨﴾وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ﴿٢٩﴾
15. sungguh, aku bersumpah dengan bintang-bintang, 16. yang beredar dan terbenam, 17. demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, 18. dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing, 19. Sesungguhnya Al Qur’an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), 20. yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan Tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arsy, 21. yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya. 22. dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila. 23. dan Sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. 24. dan Dia (Muhammad) bukanlah orang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib. 25. dan Al Qur’an itu bukanlah Perkataan syaitan yang terkutuk, 26. Maka ke manakah kamu akan pergi[1560]? 27. Al Qur’an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam, 28. (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. 29. dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.
Setelah bercerita tentang peristiwa kiamat dan hal-hal yang menjadikannya sesuatu yang maha dahsyat, Allah SWT mengajak kita untuk memperhatikan hakikat keimanan, kenabian dan peran para malaikat yang membawa wahyu untuk Rasulullah saw. Pada bagian kedua dari surah at-Takwir ini, kata Sayyed Qutb, kita melihat ungkapan yang memiliki diksi sangat tinggi tentang hal-hal di atas.
Pada bagian ini, saya mencoba menafsirkan at-Takwir dengan memadukan pendekatan Sayyed Qutb, Fakhrurrazi dan al-Qurtubi. Di sana-sini ada bagian yang sangat menarik untuk dicermati, selain bahwa – seperti kata Qutb – memiliki diksi yang tinggi, juga membawa kekaguman akan fenomena ilmu pengetahuan modern.
فَلَا أُقْسِمُ بِالْخُنَّسِ﴿١٥
15. sungguh, aku bersumpah dengan bintang-bintang, 16. yang beredar dan terbenam,
Pada ayat kelima belas, Allah swt bersumpah dengan menyebutkan kata bintang (yang tersembunyi). Kata yang digunakan untuk merujuk bintang adalah “al-khunas”. Dalam bahasa Arab, bintang biasanya disebut dengan kata najm. Bentuk plural (jamak) nya adalah nujum. Ada teman yang bernama Najmuddin, artinya bintang agama. Karena itu pula, kita sering mendengar ungkapan, si fulan itu ahli nujum. Maksud sebenarnya, seseorang itu adalah ahli masalah perbintangan (astronomi). Sayangnya, banyak orang memahaminya dengan keliru, ahli nujum dikira tukang ramal. Sehingga mereka meminta diramal nasib dan peruntungannya pada orang itu. Padahal, kata Rasulullah SAW, Allah melaknat tukang ramal. Sehingga, kata beliau SAW lagi
“Barangsiapa yang mendatangi tukang rama dan bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari“.
Kembali pada ayat ini, Allah swt tidak menggunakan kata “najm”, melainkan “al-khunash”. Ahli tafsir mengatakan, khunash adalah bentuk plural dari khanish. Artinya, sesuatu yang menghilang. Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW diriwayatkan bersabda, “Syaitan senantiasa menggoda (membuat wiswas) seorang hamba. Apabila disebut nama Allah, syaitan sembunyi (khunish).” Jadi, khanish itu berarti lenyap dari pandangan mata. Namun demikian, pada ayat berikutnya, Allah swt berfirman, (artinya) “yang beredar dan terbenam”. Jadi, ada satu jenis bintang yang beredar (aljawar) sangat cepat sehingga kecepatannya melebihi kecepatan cahaya yang dipancarkannya.
Ketika menafsirkan ayat ini, para ahli tafsir klasik mencoba mereka-reka dengan menjelaskan soal bintang yang tak terlihat itu. Imam al Qurthubi menafsirkan: “Yaitu bintang-bintang yang bersembunyi di siang hari, dan tersapu atau tertutup pada petang harinya”. Imam Ar-razi mengatakan, “Allah SWT bersumpah demi bintang-bintang yang tersembunyi di siang hari, yaitu hilang cahayanya dari pandangan mata, tetapi ia tetap berada pada tempat peredarannya, dan tersapu atau tertutupi pada petang harinya”. Beberapa ahli tafsir modern menafsirkan: “yaitu bintang-bintang yang menghilang atau kembali pada porosnya, dan melintas ke peredarannya kemudian bersembunyi kembali”.
Penafsiran para ulama, baik klasik atau modern itu, memiliki satu benang merah. Yaitu, bahwa ada sejenis bintang yang wujudnya ada tapi tak dapat dilihat oleh pandangan mata. Hal ini mirip dengan salah satu fenomena alam di ruang angkasa yang baru pada abad kedua puluh ditemukan oleh para pakar astronomi. Penemuan itu dikenal dengan istilah Black-hole. Black-hole sesungguhnya adalah bintang yang meredup cahayanya dan berubah menjadi pekat.
Menurut Wikipedia, black hole adalah sebuah pemusatan yang cukup besar sehingga menghasilkan gaya yang sangat besar. Gaya yang sangat besar ini mencegah apa pun lolos darinya kecuali melalui perilaku terowongan kuantum. Medan gravitas begitu kuat sehingga kecepatan lepas di dekatnya mendekati kecepatan cahaya. Tak ada sesuatu, termasuk elektromagnetik yang dapat lolos darinya. Bahkan hanya dapat masuk tetapi tidak dapat keluar atau melewatinya, dari sini diperoleh kata “hitam”. Istilah “lubang hitam” telah tersebar luas, meskipun ia tidak menunjuk ke sebuah istilah lubang dalam arti biasa, tetapi merupakan sebuah wilayah di angkasa di mana semua tidak dapat kembali. Secara teoritis, lubang hitam dapat memiliki ukuran apa pun, dari mikroskopik sampai ke ukuran alam raya yang dapat diamati
Teori adanya lubang hitam pertama kali diajukan pada abad ke-18 oleh John Michell and Pierre-Simon Laplace, selanjutnya dikembangkan oleh astronom Jerman bernama Karl Schwarzschild, pada tahun 1916, dengan berdasar pada teori relativitas umum dari Albert Einstein, dan semakin dipopulerkan oleh Stephen William Hawking. Pada saat ini banyak astronom yang percaya bahwa hampir semua galaksi di alam semesta ini mengelilingi lubang hitam pada pusat galaksi.
Adalah John Archibald Wheeler pada tahun 1967 yang memberikan nama “Lubang Hitam” sehingga menjadi populer di dunia bahkan juga menjadi topik favorit para penulis fiksi ilmiah. Kita tidak dapat melihat lubang hitam akan tetapi kita bisa mendeteksi materi yang tertarik / tersedot ke arahnya. Dengan cara inilah, para astronom mempelajari dan mengidentifikasikan banyak lubang hitam di angkasa lewat observasi yang sangat hati-hati sehingga diperkirakan di angkasa dihiasi oleh jutaan lubang hitam.
– Bersambung
sumber:http://www.dakwatuna.com
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..