Koca Mimar Sinan Aga (15 April 1489-17 Juli 1588), demikian nama lengkap arsitek Muslim terkemuka di era Utsmani. Beragam karyanya menandai kejayaan Kekhilafahan Turki Utsmani.
Sinan terlahir dengan nama Joseph di Kaisariya, Anatolia. Dia berasal dari keluarga Kristen Yunani. Sebuah dokumen menyebutnya sebagai anak dari “Abdulmenan” . Ini adalah istilah untuk menyebut seorang ayah Nasrani tak dikenal yang anaknya menjadi Muslim. Sejauh ini, memang sangat sedikit riwayat masa kecilnya yang diketahui.
Pada tahun 1512, Sinan direkrut menjadi anggota pasukan khusus Utsmaniyyah. Pasukan khusus itu bernama Korps Janissari. Saat itu, ia telah memeluk agama Islam. Karena usianya sudah melebihi batas umur, yakni 23 tahun, dia tidak diizinkan masuk sekolah tinggi kesultanan di Istana Topkapi. Akhirnya, dia dikirim ke sebuah tempat kursus keterampilan.
Pada 1521-1522, ketika Kerajaan Turki terlibat perlawanan dengan Beograd dan Rhodes, Sinan pernah menjadi operator kepala kembang api. Saat Turki berperang melawan Persia (1534), dengan kecerdikannya, Sinan berhasil memimpin operasi untuk mengangkut pasukan melintasi Danau Van.
Karier militernya melesat. Dia berulang-ulang dipromosikan hingga menjadi hakim polisi. Dari dua kegiatan yang ia geluti, yakni arsitektur dan militer, Sinan mempelajari titik-titik kelemahan suatu struktur bangunan bila ditembak oleh senjata. Pengamatannya menghasilkan sebuah inovasi. Dia pun mendapat kewenangan untuk merobohkan bangunan-bangunan di setiap kota yang ditaklukkan. Pasalnya, banyak bangunan yang berdiri tidak sesuai dengan perencanaan kota.
Sinan juga membantu membangun benteng dan jembatan, antara lain jembatan yang membentang di atas Sungai Donau. Sementara di kota- kota Eropa yang berhasil ditaklukkan, dia banyak mengonversi gereja menjadi masjid. Pengalaman sebagai insinyur militer ini memberikan pengalaman prakitis yang sangat berharga bagi Sinan.
Lakukan inovasi
Sebelum terjamah oleh pengaruh karya Sinan, arsitektur bangunan di era Utsmaniyyah terlihat monoton bahkan cenderung seragam. Gaya arsitektur bangunan hanya merupakan pengulangan dari bentuk yang telah ada sebelumnya. Bangunan-bangunan itu hanya menggabungkan elemen-elemen yang ada dan tidak memiliki konsep utuh. Para arsitek pun agak boros dalam menggunakan material dan tenaga.
Sinan pun bertekad mengubah semua itu secara perlahan. Dia mentransformasi praktik arsitektur yang telah mapan, memperkuatnya dan menambahnya dengan inovasi demi kesempurnaan. Dia juga bereksperimen dengan desain dan merekayasa struktur kubah tunggal dengan kubah banyak. Sinan kemudian mencoba menerapkan struktur geometri yang benar-benar baru, rasional, dan menyatu secara spasial.
Khusus pada kubah, ia melakukan sejumlah variasi. Ia, misalnya, tidak ragu mengubah lingkaran kubah menjadi segi empat, segi enam atau segi delapan. Di sini, tampak sekali ia berhasil mengharmonisasikan berbagai elemen geometri.
Dia juga berhasil menggabungkan elemen desain masjid dengan sangat efisien. Dalam hal ini, Sinan menginginkan tempat ibadah umat Islam itu menjadi suatu kompleks yang melayani masyarakat. Mulai dari fungsinya sebagai pusat intelektual, komunitas, kebutuhan sosial, serta kesehatan.
Pada masa kejayaan Sultan Sulaiman Al-Qanuni, Sinan ditugaskan untuk membangun Masjid Khilafah. Sang Sultan ingin masjid ini menjadi sebuah monumen abadi yang lebih besar dari lainnya sekaligus menjadi ikon Istanbul.
Sesuai rancangan Sinan, masjid ini dikelilingi empat sekolah tinggi, dapur umum, rumah sakit, rumah singgah, pemandian, dan tempat persinggahan para musafir. Sinan memimpin pembangunannya dan menyelesaikan proyek ini dalam tujuh tahun.
Kegemilangan Sinan membuatnya diangkat menjadi arsitek ketua dan insinyur untuk Sultan Sulaiman I, Salim II, dan Murad III. Dalam kurun waktu 50 tahun, dia bertanggung jawab pada konstruksi dan supervisi 476 bangunan. Puncak hasil karyanya adalah Masjid Selimiye di Edirne. Meski demikian, banyak pengamat arsitektur yang menyebut karya terhebat Sinan adalah Masjid Sulaiman di Istanbul. Karena karya-karyanya, Sinan ditahbiskan sebagai arsitek terbesar dari periode klasik arsitektur, setara dengan Michelangelo di Eropa.
Semasa hidupnya, Sinan tak lupa berbagi ilmu. Dia melatih banyak asisten, termasuk Sedefhar Mehmet Aga, arsitek Masjid Sultan Ahmet. Menjelang akhir hayatnya, Sinan masih bereksperimen dengan menciptakan interior-interior yang elegan. Dia menghilangkan beberapa ruang yang dianggap tak perlu di atas tiang-tiang di bawah kubah utama. Ini dapat dilihat di Masjid Selimiye.
Pada saat membangunnya, dia tertantang oleh celoteh arsitek lain yang mengatakan, “Kamu tidak akan bisa membangun kubah lebih besar dari Aya Sofia, apalagi sebagai Muslim.” Ketika kubah Masjid Selimiye selesai, Sinan menunjukkan bahwa kubahnya adalah yang terbesar di dunia, mengalahkan Aya Sofia yang telah berusia hampir seribu tahun. Saat itu Sinan telah berusia 80 tahun.
Karya peninggalan Sinan juga bisa dilihat di luar Turki. Di antaranya, masjid di Damaskus, Suriah, menjadi salah satu monumen terpenting kota itu. Sinan juga membangun Masjid Banya Basyi di Sofia, Bulgaria, yang saat ini merupakan satu-satunya masjid yang masih berdiri di sana. Dia juga membangun jembatan Mehmet Pasa Sokolovic di atas Sungai Visegrad di Bosnia Herzegovina yang sekarang masuk daftar warisan dunia UNESCO.
Menjelang wafat, tercatat Sinan telah membangun 94 masjid besar, 52 masjid kecil, 57 sekolah tinggi, 48 pemandian umum (hammam), 35 istana, 20 tempat persinggahan(caravanserai), 17 dapur umum, delapan jembatan besar, delapan gudang logistik, tujuh sekolah Alquran, enam saluran air, dan tiga rumah sakit. n : wachidah handasah
Gaya dan Prestasi
Nuansa kubah bercahaya merupakan kekhasan karya Sinan. Sementara itu, dindingnya bersisi genap yang menonjolkan gaya khas bangunan Turki. Untuk eksterior, Sinan lebih suka menampilkannya agar terlihat ramping elegan. Jika membuat menara, ia hampir pasti melengkapinya dengan balkon gagah.
Di bagian dalam bangunan (interior), keramik warna-warni atau marmer membalut lantai. Sedangkan langit-langit dipercantik dengan lukisan bunga atau kaligrafi. Pengaruh Persia dan Byzantium, terutama dari kawasan Hagia Sophia, dapat dilihat dalam struktur ini. Seperti mengikuti jejak arsitektur Renaissance Italia, tetapi dalam karya Sinan gaya Ottoman yang mendominasi.
Lewat karya-karyanya, Sinan ingin menegaskan adanya perbedaan budaya antara Turki dan Eropa. Menurutnya, kubah Bizantium yang besar hanya terpusat di tengah. Sedangkan kubah ala arsitektur Turki berbeda dari Persia, yang menampilkan ruang terbuka diapit oleh kubah kecil di kedua sisinya dan dilengkapi menara besar.
Di ranah arsitektur, Sinan memiliki banyak pengikut. Murid kesayangannya adalah Yusuf, yang diduga membangun Istana Mogul di Agra, Delhi, dan Lahore, India. Nama Sinan juga diabadikan sebagai nama universitas negeri di Istanbul, yakni Mimar Sinan University of Fine Arts. Saking bekennya, nama Sinan juga dipakai untuk menamai sebuah kawah di planet Merkurius.
Sayangnya, setelah dia wafat, tak ada lagi muridnya yang mempunyai bakat dan keberanian seperti Sinan dalam melakukan pembaruan. Akibatnya, ranah arsitektur dunia Islam seperti mandek. Nyaris tak ada lagi ide-ide baru dan hanya berputar-putar dalam kubangan teori.[republika]
http://osolihin.wordpress.com/2011/08/13/mimar-sinan-arsitek-cemerlang-era-utsmani/#more-5555
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..