Oleh: Musyafa Ahmad Rahim, Lc
Manusia diciptakan Allah SWT atas suatu fitrah (Q.S. 30).
Fitrah itu gambarannya mirip dengan seseorang yang haus, maka ia akan berusaha mendapatkan air guna mengusir rasa dahaganya. Dan selama belum mendapatkannya, ia akan terus mencari dan mencari sehingga mendapatkannya.
Dan fitrah manusia yang paling kuat adalah fitrah untuk menghambakan diri kepada-Nya, istilah Jawanya fitrah untuk ngemawula. Maksudnya merendahkan diri serendah-rendahnya, mengekspresikan keperluan dan kefakirannya, menangis, meratap, memuja, memuji dan menumpahkan segala rasa rindu, perlu, hajat, pasrah, memelas, memohon disertai dengan rasa cinta yang sepenuhnya kepada Allah SWT.
Ilustrasi |
Jika seorang manusia belum atau tidak pernah menumpahkan semua rasa ini, ia akan selalu diliputi “rasa haus” dan baru hilang “dahaga” hatinya jikalau sudah menumpahkan semua rasa ini kepada-Nya.
Fitrah seperti inilah yang mendorong manusia bekerja dan terus berharakah untuk dapat meraih ridha Tuhannya, terus berupaya mempertahankan posisi diridhai ini dan bahkan terus menerus meningkatkan amal dan harakahnya agar semakin dekat dan semakin dekat lagi. Istilahnya adalah taqarrub (terus menerus berusaha mendekatkan diri kepada-Nya).
Jika upaya personal dan individualnya ini merasa terancam oleh lingkungannya, maka ia pun lanjutkan kerja dan harakahnya untuk mendakwahi lingkungannya, mempengaruhi mereka agar mengikuti jejaknya.
Jika lingkungan kecilnya terancam oleh lingkungan yang lebih besar, maka ia dan lingkungan kecilnya berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mempengaruhi lingkungan yang lebih besar tersebut.
Kesungguhannya (jihadnya) terus ditingkatkan agar suasana ngemawulo pada lingkungan yang agak besar ini tidak terancam oleh lingkungan yang lebih besar lagi dan begitu seterusnya, hatta la takuna fitnatun wa yakuunad-dinu kulluhu lillah (QS. Al-Anfal: 39).
Menariknya adalah kalau manusia menjalankan semua kerja, harakah dan jihad tadi karena kesadarannya akan fitrahnya, maka di situlah puncak kesenangannya, bahkan puncak kenikmatannya, ibaratnya, ya seperti orang kehausan tadi, yang lalu menemukan air yang segar, maka cepat-cepat ia akan menghirupnya, lalu dia pun berkata: “ennaaaak tenaannn“, alhamdulillahilladzi hadana lihadza, wama kunna linahtadiya lauwla an hadanaLlah (QS. Al-A’raf: 43).
sumber:http://www.dakwatuna.com
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..