Di antara perbuatan baik yang sukar
dikerjakan adalah melakukannya kepada orang-orang yang menghina kita.
Apalagi jika hinaan itu dilontarkan di depan kita, di tengah-tengah
banyak orang dalam sebuah majlis, pertemuan, ataupun perkumpulan lain.
Ketika itu, amatlah sulit untuk bersikap
bijak. Apalagi jika hinaan itu hanya berupa gosip, ghibah, apalagi
fitnah. Tentu, siapa pun yang dihina akan memiliki kecenderungan untuk
menanggapi hinaan tersebut sesuai dengan kemampuannya.
Namun, tidak demikian dengan Nabi dan
sahabat-sahabat serta pengikutnya yang shaleh. Merekalah orang-orang
terpilih yang berhasil menjalani hidup dengan kualitas terbaik. Mereka
inilah sosok-sosok inspiratif, selayak pohon mangga yang memberikan
buahnya ketika ada orang yang melemparinya dengan batu.
Hari itu, datanglah seorang lelaki. Ia
menghadap kepada cicit Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Bukan
datang untuk meminta pendapat atau hikmah, rupanya ia hendak melontarkan
cacian kepada salah satu ahlul bait yang terkenal dengan
kedermawanannya ini.
Maka tepat di hadapan cicit sang Nabi
ini, sang lelaki pun melontarkan semua kotoran hati malaui lisannya. Ia
menyampaikan ghibah, gossip, bahkan fitnah kepada laki-laki shaleh yang
terpilih ini.
Tatkala mendengarkan cacian si lelaki,
sahabat-sahabat cicit Nabi pun hendak marah, bahkan ada di antara mereka
yang sudah menghunus pedang dari sarungnya. Namun, dengan segera, sang
cicit Nabi ini mencegah sahabatnya.
“Jangan,” serunya seraya mendekati lelaki yang memuntahkan semua jenis hinaan kepadanya.
“Apa yang tidak kauketahui,” ujarnya seraya berbisik, “lebih banyak dari yang kauketahui.”
Beliau hendak menegaskan, meskipun yang
disampaikan oleh laki-laki itu adalah kebohongan fitnah, sejatinya
beliau merasa memiliki banyak dosa di sepanjang hidupnya.
Inilah karakter orang-orang shaleh yang
disayangi Allah Ta’ala. Mereka merasa memiliki banyak dosa sehingga
hari-harinya dijalani dengan perbaikan kebaikan seraya meminta ampun
kepada Allah Ta’ala.
Lantas, kepada lelaki ini, meski ia telah
melontarkan hinaan kepadanya berupa fitnah, sang cicit justru
memerintahkan, “Berikan kepadanya 1000 dirham.”
Aduhai mulia akhlak dan dermawannya sang
cicit Nabi ini. Beliau yang dalam riwayat lain disebutkan bersedekah
setiap malam tanpa sepengetahuan orang lain, hingga pundaknya menghitam
sebab memanggul karung berisi gandum ini, adalah anak dari Sayyidina
Husain. Beliau adalah ‘Ali Zaenal ‘Abidin, semoga Allah Ta’ala
merahmatinya. [Pirman]
sumber klik
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..