Oleh : Arif Rahman ,Abdul Latif & Ahmad Khoirul Mizan
Orang Arab terbagi kedalam dua kelompok yakni Arab Bai’dah dan Arab
Baqiyah (didalamnya termasuk Aribah dan Musta’ribah). Arab Ba’idah
adalah kelompok orang Arab yang sudah punah seperti bangsa kaum Tsamud,
Ad, Thasem, Madyan, dan Jadis. Sementara itu kelompok yang masih ada
sampai saat ini adalah Arab Baqiyah dimana yang termasuk di dalamya
adalah Arab Aribah dan Musta’ribah. menurut para Sejarawan, orang
Aribah adalah orang-orang Yaman keturunan Qathan dan Adnan, dari
keturunan Adnan inilah nantinya Akan lahir Nabi Muhamad. SAW.
Dari masa ke masa orang – orang Arab tersebut terus mengalami
perkembangan baik dari sisi sosial dan kebudayaan,hingga pada
akhirnyaagama islam yang lahir di Jazirah Arab pun terhubung olehnya.
1. Identitas Sosial dan Budaya Arab Ba’idah dan Arab Aribah
A. Arab Ba’idah
Orang Arab Ba’idah adalah orang Arab yang kini sudah tidak ada lagi
alias punah.termasuk dalam kategori Arab Ba’idah adalah kaum Tsamud, Ad,
Thasem, Madyan dan Jadis. kemusnahan kaum Tsamud, Ad, dan Madyan
dijelaskan di dalam kitab suci Al qur’an.kaum Ad tinggal di Hadramaut,
kaum Tsamud tinggal di daerah Al A’la sebuah kawasan antara Madinah dan
Tabuk, sedangkan kaum Madyan tinggal di barat laut wilayah Jazirah Arab
(Wilayah Tabuk dan selatan Yordania).
kaum Ad berada di wilayah yang subur, maka dari itu kebanyakan dari
mereka bercocok tanam, mereka pun gemar membangun bangunan mewah. Kaum
Tsamud sendiri datang setelah kaum Ad musnah. sementara itu dalam kitab
suci pun dijelaskanbahwa nasib kaum Tsamud, dan Madyan tidak jauh
berbeda dengan kaum Ad yang lenyap dimusnahkan oleh Tuhan.[1]
Sejak dahulu kala, orang Arab memang telah terkenal ahli dalam berdagang
terutama mereka yang berada di wilayah Arab Selatan. Arab Selatan
memiliki hubungan dagang yang sangat luas dengan berbagai kerajaan, hal
ini dikarenakan wilayah ini berhadapan langsung dengan Samudra
Indonesia sehingga memudahkan mereka untuk melangsungkan praktek
perdagangan dengan kerajaan kerajaan disekelilingnya terutama Mesir.
Daya tarik utama Arab Selatan bagi orang-orang Mesir adalah Pohon
Gaharu, yang bernilai sangat tinggi, digunakan untuk acara ritual dan
pembungkusan mumi.
Meskipun wilayah Semenanjung Arab dihimpit oleh tiga wilayah yang
berkebudayaan tinggi yakni Mesir, Babilonia, dan Punjab, namun sedikit
sekali kemungkinan wilayah ini terpengaruh oleh kebudayaan Mesir,
Babilonia, ataupun Punjab. Budaya Arab termasuk kedalam budaya maritim.
Masyarakatnya disebelah tenggara kemungkinan menjadi penghubung antara
Mesir, Mesopotamia, dan Punjab, tiga pusat utama perdagangan paling
awal.[2]
Agama di Arab Selatan pada dasarnya adalah sebuah system perbintangan
yang memuja dan menyembah dewa bulan. Bulan dianggap dewa laki laki yang
kedudukannya lebih tinggi dari matahari. Tuhan orang arab utara Al-Lat
yang disebutkan dalam Al Qur’an mungkin nama lain dari dewa
matahari.[3]
B. Arab Aribah
Orang Arab Aribah adalah orang Yaman keturunan Banu Qathan yang tinggal
di selatan Jazirah Arab[4]. Banyak kerajaan-kerajaan dari orang Arab
Aribah yang berdiri dan diantara kerajaan tersebut yang paling
termahsyur adalah Kerajaan Saba (Abad ke 8 sebelum masehi) dan kerajaan
Himyariyah (Abad ke 2 sebelum masehi). Kerajaan Saba terkenal sebagai
kerajaan yang membawa kemajuan bagi daerah Yaman. Ibu kota kerajaannya
ialah Ma’rib, yang terletak kira-kira 3900 kaki di atas permukaan laut.
Tidak jauh dari kota ini didirikan bendungan yang dikenal dengan
Bendungan Ma’rib (Saddul-Ma’rib). Para sarjana yang menyelidiki teknik
bendungan ini mengakui ketinggian mutu dan nilai arsitekturnya.
Bendungan ini berfungsi sebagai penampung air yang pada musim kemarau,
air itu didistribusikan ke daerah pertanian. Bendungan yang dibangun
pada abad kedua Sebelum Masehi ini, membawa kemakmuran bagi daerah
Yaman.
Orang Saba adalah bangsa arab pertama yang melangkah menuju pintu
peradaban. Ma’arib adalah ibu kota Saba. Tanahnya yang subur,
kedekatannya dengan laut menjadi faktor penentu perkembangan negeri itu.
Daerah ini merupakan penghasil Cendana yang merupakan komoditas
unggulan pada perdagangan kuno. Letaknya yang dekat laut menjadikan
wilayah ini selalu ramai akan persinggahan para pedagang yang datang
dari berbagai penjuru seperti Persia, India , dan Cina. maka, tak
mengherankan kita akan dapat menemukan berbagai produk langka, dan
bernilai tinggi seperti mutiara dari teluk Persia, bumbu masak, kain dan
pedang dari India, sutera dari Cina, budak, monyet, gading, emas, dan
bulu burung unta dari Ethiopia.
Pada masa kejayaannya, raja-raja Saba memperluas hegemoni mereka
keseluruh kawasan Arab selatan dan menjadikan kerajaan tetanggganya,
yaitu Minea sebagai negara protektoratnya. Kerajaan Minea sendiri
berkembang di Jawf, Yaman. Orang – orang Minea berbahasa sama seperti
orang Saba, dengan sedikit perbedaan dialek.
Berikutnya adalah Krajaan Himyariyah, pada hakikatnya, kerajaan ini
merupakan penerus dari kerajaan Saba. Para penguasanya lebih
mementingkan peperangan dan perluasan wilayah daripada membangun
ekonomi. Oleh karena itu, mereka selalu melakukan penaklukan ke daerah
Persi, Habsyi (Ethiopia) dan daerah-daerah lainnya. Salah seorang
rajanya yang termasyhur adalah Syammar Yar Usy, yang berhasil
menaklukkan Samarkand. Raja terakhirnya bernama Dzu Jadan al-Himyari,
yang pada masa kekuasaannya Agama Nasrani dan Agama Yahudi mengalami
perkembangan. Ia dikalahkan oleh Aryath, salah seorang Panglima Najasyi
dari Habsyi, dan mulai saat itulah Yaman menjadi daerah kekuasaan
Habsyi.
Pada masa Kerajaan Himyar, agama Kristen dan Yahudi mulai diperkenalkan
ke Yaman. Agama Kristen madzhab Monofisit (bahwa Isa memiliki sifat
tunggal yang tidak bisa dipisahkan, yaitu mengandung unsure tuhan
sekaligus unsure manusia) perlahan mulai terdesak di utara terutama di
Suriah. Para misionaris yang menyelamtkan diri berbondong ondong masuk
ke Yaman. Namun, duta Kristen pertama ke Arab Selatan di utus oleh Raja
Constantius pada tahun 356 dibawah pimpinan theophilus Indus, seorang
Arya. Motif utama dalam pengiriman ini adalah persaingan anatara
kerajaan Romawi dan Persia untuk menanamkan pengaruhnya di Arab Selatan.
Orang-orang Himyar adalah kerabat dekat orang-orang Saba, mereka pun
menjadi pewaris budaya dan perdagangan Minea-Saba.bahasa mereka praktis
sama dengan bahasa orang orang Saba dan Minea. Kerajaan Himyar akhirnya
runtuh oleh serangan kerajaan Abissinia pada tahun 523 dibawah pimpinan
Aryat dan 525 dibawah pimpinan Abrahah.. kenangan yang tersisa dari
Kerajaan Himyar adalah sebuah suku di timur Adan, Himyar.[5]
2. Jaringan sosial arab aribah dan baidah
Bangsa Arab Baidah merupakan bangsa telah ada jauh sebelum Islam.
Sejarah keberadaan mereka sangat sedikit yang dapat diketahui. Selama
ini, cerita tentang mereka diketahui dari kitab-kitab Samawi, terutama
Al-Qur’an dan syair Arab Jahili. Arab baidah merupakan suatu bangsa arab
yang telah musnah dan untuk menjadi sebuah pelajaran untuk sekarang
contohnya kaum Aa’d dan tsamud. kaum Aa’d mempunyai kebudayaan yang
tinggi, menurut ukuran zamannya mereka telah mendirikan Negara. Membuat
kanal-kanal yang teratur dengan demikian mereka dalam hidup yang makmur,
mereka mempunyai kota yaitu iram yang menjadi keajaiban dunia.
Kaum tsamud sama juga kaum Aad, masuk golongan Al arab Al Baidah (bangsa
arab yang telah musnah) tempat kekuasaan mereka di wadi Al Qura.[6]
yaitu suatu kawasan di Hejaz utara Setelah, yang terletak antara madinah
dan syam (suriah). Wilayah kekusasaan mereka ialah dari kota Al ‘ ula
disebelah selatan ke tabuk Utara. Kaum tsamd mempunyai sisa-sisa
bangunan yang sampai sekarang masih ada bekas-bekasnya, yang mennjukkan
kekuasaan mereka di zaman dahulu dan kebudayaan serta kemakmuran yang
telah mereka capai dizaman purba.
Kondisi sosial kaum Aad sangat makmur mereka menginvasi ke wilayah syam
dan irak mereka memperlakukan lawannya dengan ganas. Mereka semula agama
tauhid kemudian meyembah patung. Nabi hud nabi yang pertama berada di
bangsa arab, nabi hud ini yang telah mengembalikan ketauhidan kaum Aa’d
.
Arab aribah Adalah cikal bakal dari rumpun bangsa arab, sebelumnya nabi
hud membawa kaum Aa’d yang ke 2 ke selatan yaitu hadramaut bersama
orang-orang beriman dan mendirikian kerajaan Aa’d yang ke 2. Negri
yaman dikala itu dibawah kekuasaan kerajaan Aa’d kedua kemudian terjadi
peperangan antara kaum Aa’d dan bani Qathan orang-orang pendatang,
tetapi kaum Aa’d kalah dan jatuhlah kekuasaan mereka di yaman, Akan
tetapi bani qathan itu tidak menumpas mereka, maka dari itu ada yang
tinggal di yaman dan pindah ke habasyah. Walaupun mereka berada di bani
qathan dan habasyah mereka tetaplah musnah. Bani qathan pun menetap di
yaman dan berkuasa merekalah yang menjadi cikal bakal rumpun bangsa
arab. Bani Qahthan adalah Arab Aribah (orang Arab asli) dan tempat
mereka adalah di selatan Jazirah Arab. Di antara mereka adalah
raja-raja Yaman, al-Munadzarah, dan al-Ghassa-niyah serta raja-raja
Kindah. Di antara mereka juga ada Azad yang dari mereka muncul Aus dan
Khazraj.
Ditinjau dari segi daerah tempat tinggal, bangsa Arab itu dapat
dibedakan menjadi penduduk pedalaman dan penduduk perkotaan. Penduduk
pedalaman tidak mempunyai tempat tinggal permanen atau perkampungan
tetap. Mereka adalah kaum nomad yang hidup berpindah-pindah dari suatu
daerah ke daerah lain. Mereka berpindah-pindah dengan membawa binatang
ternak untuk mencari sumber mata air dan padang rumput. Adapun penduduk
perkotaan sudah mempunyai tempat kediaman permanen di kota-kota. Mata
pencarian mereka adalah berdagang dan bertani. Mereka sudah mempunyai
kecakapan berdagang dengan baik dan cara bertani yang cukup maju.
Seorang kepala suku adalah seseorang yang mempunyai muru’ah
(kejantanan, kesempurnaan perilaku). Ia bertanggung jawab penuh atas
segala yang terjadi pada anggota sukunya, bermurah hati, menjamu, tamu,
baik yang menjadi tamu resmi dari suku lain ataupun tamu biasa, yang
datang di kampungnya, dan menolong orang lain yang membutuhkannya
bantuannya. Di dalam peperangan melawan musuh, kepala suku harus tampil
ke depan lebih dahulu memimpin anggotanya menghadapi musuh.
Titik Penghubung Antara Arab Aribah Dan Baidah Dan Islam
Semakin besar pengorbanan kepala suku, semakin besar wibawa tersebut. Suku kurais, yang diam di sekitar ka’bah, dikenal sebagai penjamu tuhan. Oleh karena itu, kuraisy selalu memilih seorang kepala suku yang bertanggung jawab menjamu setiap orang yang datang berhaji ke Ka’bah. Di sini, kemapanan ekonomi menjadi ukuran utama bagi seseorang untuk memperoleh derajat dan status sosial yang lebih tinggi. Maka, kepala suku harus dipilh dari mereka yang mempunyai harta dan ternak yang amat banyak, terutama unta. Sejarawan awal Islam, Ibnu sa’d, menyebutkan bahwa setelah mempunyai harta banyak dan status sosial tinggi, Qusay bin Kilab mampu menggulingkan kepemimpinan Khuza’ah di Mekah dan menggantikannya. Demikian pula, Abbas bin Abdul Muttalib mampu mengalahkan saingan beratnya Abi Talib bin Abdul Muttalib, untuk menduduki jabatan rifadah dan siyaqah bagi jemaah haji di sebabkan kekayaannya yang melimpah. Abi Talib hanyalah seorang miskin meskipun termasuk terpandang dalam sukunya.
Telah menjadi kebiasaan masyarakat arab pra-Islam untuk tidak mengkawinkan wanitanya dengan orang asing yang bukan Arab. Mereka hanya mau mengkawinkan wanita dengan sesama Arab walaupun berlainan kabilah. Mereka menganggap bahwa bangsa Arab lebih mulia di bandingkan orang asing. Agar kemulaian bangsa Arab tetap terjaga, mereka tidak ingin mengkawinkan anak wanita mereka dengan orang asing meskipun seorang raja sekalipun. Namun wanita Badui sendiri memilki sikap tersendiri dalam memilih pria. Sebagian wanita Badui tidak senang dengan pria yang hadar,, yakni maju dan berbudaya. Hal ini terjadi pada istri Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang bernama Maisun, yang tidak kerasan tinggal di istana megah dan penuh kenikmatan. Wanita suku Badui ini lebih suka tinggal di pedalaman dan di gubuk yang berada di padang pasir.[7]
Titik Penghubung Antara Arab Aribah Dan Baidah Dan Islam
Semakin besar pengorbanan kepala suku, semakin besar wibawa tersebut. Suku kurais, yang diam di sekitar ka’bah, dikenal sebagai penjamu tuhan. Oleh karena itu, kuraisy selalu memilih seorang kepala suku yang bertanggung jawab menjamu setiap orang yang datang berhaji ke Ka’bah. Di sini, kemapanan ekonomi menjadi ukuran utama bagi seseorang untuk memperoleh derajat dan status sosial yang lebih tinggi. Maka, kepala suku harus dipilh dari mereka yang mempunyai harta dan ternak yang amat banyak, terutama unta. Sejarawan awal Islam, Ibnu sa’d, menyebutkan bahwa setelah mempunyai harta banyak dan status sosial tinggi, Qusay bin Kilab mampu menggulingkan kepemimpinan Khuza’ah di Mekah dan menggantikannya. Demikian pula, Abbas bin Abdul Muttalib mampu mengalahkan saingan beratnya Abi Talib bin Abdul Muttalib, untuk menduduki jabatan rifadah dan siyaqah bagi jemaah haji di sebabkan kekayaannya yang melimpah. Abi Talib hanyalah seorang miskin meskipun termasuk terpandang dalam sukunya.
Telah menjadi kebiasaan masyarakat arab pra-Islam untuk tidak mengkawinkan wanitanya dengan orang asing yang bukan Arab. Mereka hanya mau mengkawinkan wanita dengan sesama Arab walaupun berlainan kabilah. Mereka menganggap bahwa bangsa Arab lebih mulia di bandingkan orang asing. Agar kemulaian bangsa Arab tetap terjaga, mereka tidak ingin mengkawinkan anak wanita mereka dengan orang asing meskipun seorang raja sekalipun. Namun wanita Badui sendiri memilki sikap tersendiri dalam memilih pria. Sebagian wanita Badui tidak senang dengan pria yang hadar,, yakni maju dan berbudaya. Hal ini terjadi pada istri Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang bernama Maisun, yang tidak kerasan tinggal di istana megah dan penuh kenikmatan. Wanita suku Badui ini lebih suka tinggal di pedalaman dan di gubuk yang berada di padang pasir.[7]
Bahasa Arab adalah bahasa yang sangat kaya ragam.Bahkan jika dirunut ke
belakang, bahasa Arab memiliki hubungan dan percampuran dengan
bahasa-bahasa kuno non-Arab.Tapi, hampir semua sejarawan sepakat bahwa
bahasa Arab yang ada saat ini, pertama kali diucapkan oleh Ya’rub ibn
Faligh ibn Qahthan.Adapun bahasa nenek moyang Ya’rub ibn Faligh ibn
Qahthan yakni dari ‘Abir hingga Sam ibn Nuh as.adalah bahasa Siryani
yang mana bahasa ini juga memiliki sejarah dan perkembangan sendiri.
Berabad-abad lamanya sebelum Ismail as.lahir, sebelum ada kota Mekah,
bahasa Arab sudah berkembang di Yaman[8]. jika dilihat di peta, Yaman
adalah Jazirah Arab bagian selatan. Namun, bahasa Arab sendiri memiliki
perkembangan.Dahulu, di awal-awal kemunculannya bahasa Arab masih belum
sempurna.Bahasa Arab mulai sempurna justru setelah terjadi percampuran
dengan bangsa yang berbahasa Ibrani yakni Ismail ibn Ibrahim as[9].
Setelah masa Ismail as., bahasa Arab terus mengalami perkembangan dan di
sisi lain perbedaan dalam pengucapan dan tata bahasa terus bertambah.
Pengucapan orang-orang Arab bagian selatan berbeda dengan berbeda dengan
orang-orang Arab bagian barat.Perbedaan bahasa mereka bahkan jauh dari
bahasa standar Al-Qur’an[10]. Ketika itu, memang belum ada kesepakatan
bersama antara tokoh-tokoh bahasa Arab untuk menciptakan satu kaidah
standar bagi bahasa Arab. Bahasa Arab justru menjadi lebih sempurna dan
tidak banyak mengalami perubahan setelah Al-Qur’an turun.Bisa dikatakan,
Al-Qur’an adalah kitab suci yang menggugah dan menyinergikan bangsa
Arab untuk membuat satu kaidah utuh tentang bahasa Arab (bilisânin
‘arabiyim mubîn).Sebelum Al-Qur’an turun, sebelum lahir ilmu Nahwu,
bahasa Arab berkembang sendiri-sendiri di setiap wilayah. Hingga menurut
Imam Ath-Thabari, saking banyaknya ragam, susah untuk menghitung dialek
bahasa Arab[11].
Kita dapat memetik kesimpulan bahwa Arab adalah salah satu dari rumpun
bahasa Semit (Samiyah).Bahasa Semit sendiri menurut beberapa sejarawan
merupakan cabang dari bahasa Afro-Asiatik.Rumpun bahasa Semit terbagi
menjadi 2 yaitu, Lughât Asy-Syarqiyah dan Lughât Al-Gharbiyah.Lughât
Asy-Syarqiyah adalah bahasa Akkadia yang terdiri dari bahasa Asyuria dan
bahasa Babilonia.Sedangkan Lughât Al-Gharbiyah terbagi menjadi dua
yaitu Al-Gharbiyah Asy-Syimaliyah dan Al-Gharbiyah
Al-Janubiyah.Al-Gharbiyah Asy-Syimaliyah terbagi lagi menjadi dua yaitu
Al-Iramiyah termasuk di dalamnya bahasa Siryaniyah dan
Al-Kan’aniyah.Sedangkan, Al-Gharbiyah Al-Janubiyah terbagi menjadi dua
juga yakni Al-Atsbubiyah dan Al-‘Arabiyah.Di sinilah letak bahasa Arab
di antara bahasa-bahasa Semit atau Samiyah[12].
Selanjutnya, bahasa Arab terbagi menjadi dua yaitu bahasa Arab Selatan
dan bahasa Arab Utara.Bahasa Arab Selatan disebut juga bahasa Himyaria
yang dipakai di Yaman dan Jazirah Arab Tenggara.Selain Bahasa Himyaria
yang termasuk Bahasa Arab Selatan adalah Bahasa Saba’ia, Ma’inia dan
Qatbania.Sedangkan bahasa Arab Utara merupakan bahasa wilayah tengah
Jazirah Arab dan Timur Laut. Dahulunya mereka menggunakan Bahasa Arab
Al-Baidah yang sudah punah dan kini mereka menggunakan bahasa Arab
Fushhâ yang hingga kini dan masa-masa yang akan datang tetap dipakai
karena Al-Qur’an turun dan menggunakan bahasa ini. Tapi, bahasa Arab
Fushhâ sendiri mengalami penyebaran yang demikian luas dengan dialek
yang beranega ragam, jadi dari pengertian akan semua hal ini kita dapat
simpulkan bahwa relevansi Arab Aribah dan Baidah dan Islam ialah
terletak pada bahasa yang mereka gunakan karna bahasa Islam Al-Quran
sendiri merupakan bahasa Arab yang tidak lain bahasa arab adalah bahasa
yang di gunakan juga jauh sebelum Islam datang dan berkembang.
Daftar Pustaka
Delacy O'Leary, Arabia before Muhammad, (New York: Kegan Paul, 1927)
K Hitti Philip, History Of Arab: (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010.)
yahya mukhtar, perpindahan-perpindahan kekuasaan di timur tengah :(Jakarta: cetakan 1, bulan bintang 1985).
Mughni A Syafiq, Masyarakat Arab Pra Islam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Van Hoeve, 2002).
Ibnu Katsir, Al-Mukhtashar fi Akhbar Al-Basyar (Beirut : Dar Al kitab Al Lubnan, 1970)
Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, (Madinah: Dar As-Saqi, 2001)
Ibnu Katsir Al-Bidayah wa An-Nihâyah, (Beirut: Dar Ihya’ At-Turats Al-‘Arabi, 1988)
Ath-Thabari Jâmi’ Al-Bayân fî Ta’wîl Al-Qur’ân, (Mesir: Muassasah Ar-Risâlah, 2000)
[1] Philip K. Hitti, History Of Arab, (Jakarta; Serambi Ilmu Semesta, 2010), Hal 39.
[2]Ibid Hal 40.
[2]Ibid Hal 40.
[3]Ibid hal 75.
[4] Delacy O'Leary, Arabia before Muhammad, (New York: Kegan Paul, 1927),hlm.18
[5] Ibid 69-70
[6] Perpindahan2 kekuasaan di timur tengah, hal 20
[7] Syafiq A. Mughni, Masyarakat Arab pra-Islam Ensiklopedi Tematis
Dunia Islam: awal Akar Dan Awal, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve hal
20-23.
[8] Ibnu Katsir, Al-Mukhtashar fi Akhbâr Al-Basyar, Bab Mulûk Al-‘Arab Qabla Al-Islam, jil. I. Hal. 46.
[9] Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihâyah, jil. I. Hal. 138.
[10] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. XVI. Hal. 197.
[11] Ath-Thabari, Jâmi’ Al-Bayân fî Ta’wîl Al-Qur’ân, (Mesir: Muassasah Ar-Risâlah, 2000) Jil. I. Hal. 21.
[12] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. I. Hal. 225-228.
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..