Ilustrasi, senja di pantai parigi |
S |
uatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang di rundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu memang tampak seperti orang yang tak bahagia.
Tanpa membuang waktu, orang itu mencetitakan semua masalahnya. Pak tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu ke dalam gelas, lalu di aduknya perlahan. “ coba minum ini, dan katakan bagaimana rasanya...”. ujar pak tua itu.
“ Pahit. Pahit sekali “. Jawab sang tamu sambil meludah kesamping.
Pak tua itu sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ketepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ketepi telaga yang tanang itu.
Pak tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam kedalam telaga itu, dengan sepotong kayu di buatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air mengusik ketenangan telaga itu. “ coba, ambil air dari telaga ini dan minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, pak tua berkata lagi, “ bagaimana rasanya ? “.
“ segar “, sahut tamunya. “ apakah kamu merasakan garam di dalam air itu ? “. Tanya pak tua lagi. “ tidak “, jawab si anak muda. Dengan bijak pak tua menepuk nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya berhadapan, bersimpuh disamping telaga itu. “ Anak muda dengarlah. Pahitnya kehidupan, layaknya segenggam garam. Tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.
“ tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”
Pak tua itu lalu kembali memberikan nasehat. “ hatimu adalah wadah itu, Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegeran dan kebahagiaan. “
“ Cerita singkat, sarat makna dan penuh inspirasi....kelak kita mengisi hari-hari dengan kebesaran jiwa... semoga...!!!!!
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..