Sebuah perahu kayu berpenumpang tampak melintas di sungai nan jernih. Sepanjang jalan, para penumpang perahu benar-benar terbuai dengan pepohonan hijau yang memagari tepian sungai. Para penumpang yang berada di lantai atas ini benar-benar beruntung dengan pemandangan indah itu.
Dua lantai perahu penumpang itu memang punya harga sewa yang berbeda. Lantai atas lebih mahal dari yang di bawah. Bahkan mencapai dua kali lipat. Walau begitu, penumpang di lantai bawah masih bisa melihat pemandangan dari balik jendela kecil yang tertutup kaca.
Kelebihannya, penumpang lantai bawah bisa lebih asyik dalam kesunyian tidur. Tak ada suara burung, tak ada terik matahari, dan tak ada angin kencang. Kalau sudah tertidur, waktu menjadi tidak lagi panjang.
Suatu kali, masih dalam aliran sungai nan jernih, pompa air perahu macet. Krisis air minum pun terasa begitu cepat. Beruntungnya, para penumpang masih bisa menikmati segarnya air yang bisa mereka ambil langsung dari sungai yang mereka lewati. Tinggal ambil wadah dan tali, air pun bisa diperoleh.
Beberapa teriakan dari penumpang lantai bawah terus terdengar. “Hei, bagi kami air!” ucap para penumpang bawah. “Ya, kalian bisa ambil ke atas sini!” jawab para penumpang lantai atas.
Di sinilah persoalannya. Kalau penumpang lantai atas bisa mengambil langsung air, sementara yang di bawah mesti meniti anak-anak tangga agar bisa mencapai atas perahu. Dan ini begitu merepotkan.
Suatu malam, masih dalam perahu, beberapa penumpang di lantai bawah merasakan haus yang luar biasa. Kantuk yang mereka rasakan kadang menyelingi rasa haus itu. Saat itulah, rasa enggan menghinggapi mereka untuk bersusah payah menuju atas.
Seseorang dari mereka mengatakan, “Kenapa mesti repot ke atas, toh air yang kita butuhkan ada di kaki kita.” Dan ucapan itu pun seolah menyadarkan para penumpang lain kalau merekalah yang sebenarnya paling dekat dengan letak air daripada penumpang atas.
Salah seorang mereka pun berusaha keras melubangi dinding bawah perahu dengan sebuah linggis. Di benak mereka cuma satu: bagaimana bisa dapat air tanpa mesti susah payah ke atas. Karena toh, yang di atas pun tidak merasa perlu untuk berbagi dengan yang bawah.
**
Kebersamaan dalam sebuah wadah, apakah itu perusahaan, organisasi, dan rumah tangga; tidak cukup hanya meletakkan pandangan dari sudut diri sendiri.
Berlatihlah untuk bisa menangkap pandangan dari sudut pandang orang-orang yang bersama kita. Karena dengan begitulah, perahu kebersamaan akan bisa terus melaju ke arah tujuan yang diinginkan.
(muhammadnuh@eramuslim.com)
Dua lantai perahu penumpang itu memang punya harga sewa yang berbeda. Lantai atas lebih mahal dari yang di bawah. Bahkan mencapai dua kali lipat. Walau begitu, penumpang di lantai bawah masih bisa melihat pemandangan dari balik jendela kecil yang tertutup kaca.
Kelebihannya, penumpang lantai bawah bisa lebih asyik dalam kesunyian tidur. Tak ada suara burung, tak ada terik matahari, dan tak ada angin kencang. Kalau sudah tertidur, waktu menjadi tidak lagi panjang.
Suatu kali, masih dalam aliran sungai nan jernih, pompa air perahu macet. Krisis air minum pun terasa begitu cepat. Beruntungnya, para penumpang masih bisa menikmati segarnya air yang bisa mereka ambil langsung dari sungai yang mereka lewati. Tinggal ambil wadah dan tali, air pun bisa diperoleh.
Beberapa teriakan dari penumpang lantai bawah terus terdengar. “Hei, bagi kami air!” ucap para penumpang bawah. “Ya, kalian bisa ambil ke atas sini!” jawab para penumpang lantai atas.
Di sinilah persoalannya. Kalau penumpang lantai atas bisa mengambil langsung air, sementara yang di bawah mesti meniti anak-anak tangga agar bisa mencapai atas perahu. Dan ini begitu merepotkan.
Suatu malam, masih dalam perahu, beberapa penumpang di lantai bawah merasakan haus yang luar biasa. Kantuk yang mereka rasakan kadang menyelingi rasa haus itu. Saat itulah, rasa enggan menghinggapi mereka untuk bersusah payah menuju atas.
Seseorang dari mereka mengatakan, “Kenapa mesti repot ke atas, toh air yang kita butuhkan ada di kaki kita.” Dan ucapan itu pun seolah menyadarkan para penumpang lain kalau merekalah yang sebenarnya paling dekat dengan letak air daripada penumpang atas.
Salah seorang mereka pun berusaha keras melubangi dinding bawah perahu dengan sebuah linggis. Di benak mereka cuma satu: bagaimana bisa dapat air tanpa mesti susah payah ke atas. Karena toh, yang di atas pun tidak merasa perlu untuk berbagi dengan yang bawah.
**
Kebersamaan dalam sebuah wadah, apakah itu perusahaan, organisasi, dan rumah tangga; tidak cukup hanya meletakkan pandangan dari sudut diri sendiri.
Berlatihlah untuk bisa menangkap pandangan dari sudut pandang orang-orang yang bersama kita. Karena dengan begitulah, perahu kebersamaan akan bisa terus melaju ke arah tujuan yang diinginkan.
(muhammadnuh@eramuslim.com)
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..