Kebaikan jangan sampai dikalahkan oleh kejahatan, yang disebabkan
karena terlalu semangatnya para aktivis dalam memasuki wilayah
pertempuran, tanpa berhitung dan menyiapkan konsekuensi praksis untuk
bisa menang. Pelaku kejahatan menyiapkan sangat banyak amunisi, memiliki
banyak fasilitas, sangat banyak jaringan, sangat banyak perangkat
teknis untuk menang. Sementara pelaku kebaikan hadir di kancah
pertempuran tanpa mempersiapkan perbekalan yang memadai. Kebaikan bisa
dikalahkan oleh kejahatan. Ini kondisi umum.
Tentu saja ada kondisi khusus, dimana situasinya berbeda dengan
kondisi yang berlaku secara umum. Misalnya masyarakat Palestina yang
harus menghadapi agresor Israel yang memiliki kekuatan militer sangat
lengkap. Mereka harus menghadapi dengan semangat dan segala keterbatasan
yang ada, karena tidak mungkin agresor Israel dibiarkan saja membantai
dan menindas rakyat Palestina. Apapun kondisi yang ada, harus bangkit
melawan agresor.
Tidak mungkin menunggu lengkapnya kekuatan sarana dari rakyat
Palestina, baru berani menghadapi agresor. Harus dihadapi dengan kondisi
apapun. Ini kondisi khusus, dimana yang dimiliki dan diandalkan adalah
konsekuensi keimanan, karena tidak memiliki kemampuan untuk menghadirkan
konsekuensi praksis berupa sarana dan prasarana yang memadai yang
setara dengan Israel.
Saat ini kita sedang berbicara dalam kondisi umum, bukan kondisi
khusus. Sepuluh orang pejuang kebaikan tanpa memiliki sarana, akan mudah
dikalahkan oleh seribu pelaku kejahatan yang memiliki sarana lengkap.
Sepuluh orang pejuang kebaikan ini rela menjadi martir, siap syahid
untuk menyuburkan gelora perjuangan. Namun persoalannya bukan sekedar
kesiapan berkorban dan kesiapan untuk hancur lebur bersama keyakinan dan
kebaikannya.
Jika sepuluh pejuang ini mati, maka berarti barisan kebaikan telah
kehilangan sepuluh tenaga utama. Jadi, harus dihitung dengan cermat,
apakah kehilangan sepuluh tenaga utama ini sudah memadai dibanding
dengan hasil pertempurannya ? Seperti matinya Ghulam sang Pembawa
Kebenaran, telah berdampak menyadarkan masyarakat untuk mengikuti
Kebenaran.
Membuat Perhitungan dalam Dakwah
Syaikh Musthafa Masyhur memberikan beberapa saran bagi pergerakan
dakwah untuk membantu membuat perhitungan dan pertimbangan yang tepat
dalam mengambil keputusan:
- Resiko kesalahan membuat perhitungan dan penilaian tidak bisa diperbaiki atau ditebus. Hal ini akan menyebabkan munculnya orang-orang yang semata-mata bermodalkan semangat berkorban dengan seluruh jiwa raganya dan siap untuk syahid. Tetapi masalahnya terletak pada persoalan apa yang akan dicapai dengan pengorbanan tersebut ? Apakah kehilangan itu lebih menguntungkan dakwah dan organisasi dari pada keberadaannya ?
- Jiwa anggota bukan hak miliknya dalam arti kata yang sebenarnya. Dengan demikian tak wajar bagi seorang anggota melaksanakan suatu tindakan sesuka hatinya tanpa dibenarkan oleh pemilikinya, yaitu Allah SWT. Organisasi bertanggung jawab dan berkewajiban mengendalikan dakwah dengan sebaik-baiknya sesuai aturan Islam, atau sekurang-kurangnya yang dibenarkannya.
- Harus selalu mendalami perjalanan dakwah masa permulaan Islam dengan memanfaatkan pengalaman gerakan dakwah yang telah ada. Gerakan Islam hendaknya tidak menyia-nyiakan pengalaman itu, karena seorang mukmin tidak selayaknya terperosok dua kali dalam lubang yang sama.
- Hendaknya dipahami benar-benar bahwa tindakan yang menentang bahaya secara terbuka memerlukan kekuatan yang seimbang atau jika kurang, harus sesuai dengan kadar kekurangannnya. Sebab kekuatan yang tidak seimbang tidak mungkin mampu menentangnya secara terbuka. Seribu kafir yang lengkap senjatanya, tidak mungkin menurut logika dapat dihadapi oleh sepuluh orang muslim tanpa senjata. Persoalan kalah dan menang berjalan sesuai sunatullah.
Jadi, semangat sangatlah penting. Namun menghadapi pertempuran
terbuka, tidak cukup bermodalkan semangat semata. Bahkan semangat yang
sudah menyala, bisa memudar jika tidak dibarengi dengan kemampuan untuk
menyiapkan sejumlah sarana dan prasarana dalam upaya memenangkan
pertempuran. Organisasi dakwah wajib menyiapkan berbagai konsekuensi
praksis yang memadai, jika terlibat dalam pertempuran terbuka. Apapun
jenis pertempuran itu, termasuk pertempuran politik.
Ada Hitungan Lain
Saya mendengar kabar –entah setingkat apa kebenarannya—bahwa ada
calon Gubernur yang maju dalam sebuah Pilkada, untuk biaya iklan media
saja ia mengeluarkan Rp 7 Milyar setiap bulan. Hanya untuk biaya iklan
media, belum untuk biaya yang lainnya. Dengan iklan yang digelontor dana
besar tersebut, memudahkan bagi dirinya untuk dikenal masyarakat dan
mendapatkan peluang elektabilitas yang tinggi. Jika konsekuensi praksis
ini tidak disiapkan, bisa jadi hasilnya justru kontraproduktif.
Kenapa saya katakan praksis ? Karena bentuknya memang sangat praktis
bahkan pragmatis. Para aktivis yang bekerja siang dan malam tanpa
imbalan materi ini, semangatnya luar biasa. Akan sangat optimal apabila
disertai dengan kemampuan mendatangkan konsekuensi praksis, guna sarana
berjuang di ranah politik. Untuk keperluan iklan, untuk pengadaan sarana
dan prasarana kampanye, untuk pembuatan program-program ke tengah
masyarakat, dan lain sebagainya.
Inilah perhitungan lain tersebut. Awalnya harus dilihat sejauh mana
kondisi keimanan, kondisi ruhaniyah, kondisi ubudiyah para aktivis
dakwah. Apakah kekalahan dalam pertarungan politik disebabkan karena
lemahnya iman, lemahnya spiritual, lemahnya ibadah para aktivis? Apakah
ada kemaksiatan yang dilakukan para aktivis? Apakah banyak pelanggaran
syar’i yang terjadi di lingkungan aktivis? Jika iya, berarti ada problem
besar yang tengah menghadang organisasi dakwah, karena ada kelemahan
mendasar pada para kadernya. Wajar kalau hasil pertempuran berupa
kekalahan.
Setelah evaluasi ruhaniyah tersebut dilakukan, dilanjutkan dengan
hitungan dan evaluasi teknis dan praktiis. Saya hanya ingin mengatakan,
bahwa untuk menang dalam pertempuran terbuka, tidak cukup bermodalkan
semangat semata. Harus ada peta proses yang jelas dan kemampuan memenuhi
konsekuensi logis dalam perjuangan. Termasuk dalam medan pertempuran
politik, seperti Pilkada. Dalam medan Pilkada ini, gambarannya
seringkali bukan “kebaikan melawan kejahatan”, namun lebih kepada
perbedaan kompetensi antara satu calon dengan calon lainnya. Bukan hitam
putih.
Kejelasan peta proses dan kemampuan memenuhi konsekuensi logis sangat
diperlukan untuk menang dalam medan pertempuran Pilkada. Ini semua
justru dalam rangka menjaga soliditas dan menyuburkan semangat yang
telah demikian menyala.
Oleh : Cahyadi Takariawan
Assalamu alaikum. Afwan sy mw koment u latar blognya. krn berwarna warni jd agak sulit untuk dibaca.
BalasHapuswals. syukron atas koment n masukannya, semoga kami bisa berbenah...
Hapus