Gagal merupakan ungkapan yang sangat menakutkan. Semua orang berusaha
untuk berhasil dalam kehidupan dan menjauhi kegagalan. Namun, benarkah
kegagalan selalu menakutkan dan harus dihindari ? Kenyatannya, banyak
orang sukses justru setelah digembleng oleh serangkaian kegagalan.
Oleh karena itu, kegagalan tidak perlu menjadi momok. Bahkan
kegagalan bisa menjadi guru terbaik dalam meraih keberhasilan. Kuncinya
terletak pada sikap mental positif kita dalam menghadapi segala kejadian
dalam kehidupan. Sikap positi yang melahirkan jiwa dan etos kerja yang
tinggi dan pantang menyerah menghadapi gelombang cobaan serta tantangan.
Berbagai Kegagalan Membuat Soichiro Honda Mencapai Sukses
Kisahnya sangat terkenal, dan sering dijadikan bahan untuk melejitkan motivasi. Bahkan mirip legenda.
Soichiro Honda adalah pendiri Honda Motor. Dilahirkan tanggal 17
November 1906 di Iwatagun (kini Tenrryu City) yang terpencil di distrik
Shizuoka, wilayah Jepang Tengah. Namun kini daerah kelahiran Honda sudah
ditelan Hamamatsu, kota terbesar di provinsi itu.
Ayahnya bernama Gihei Honda seorang tukang besi yang beralih menjadi
pengusaha bengkel sepeda, dan akhirnya membuka bengkel reparasi
pertanian, di dusun tempat kelahiran Soichiro. Ibunya bernama Mika.
Soichiro adalah anak sulung dari sembilan bersaudara, namun hanya empat
yang berhasil mencapai umur dewasa. Yang lain meninggal semasa
kanak-kanak akibat kekurangan obat, rendah gizi dan lingkungan yang
kumuh.
Sebelum sukses membesarkan perusahaan Honda, Soichiro telah banyak
mengalami pahitnya kegagalan. Saat masih belajar di bangku sekolah, ia
bukanlah siswa cerdas dan brilian. Biasa saja. Di kelas, duduknya tidak
pernah di depan, bahkan selalu menjauh dari pandangan guru. “Nilaiku
jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya di sekitar
mesin, motor dan sepeda,” ungkap Soichiro.
Minat yang Besar kepada Mesin
Minatnya pada mesin memang sangat besar. Ia memperhatikan bagaimana
ayahnya bekerja memperbaiki mesin pertanian. Ia juga sering bermain di
tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi motor
penggeraknya. Di dekat mesin-mesin ini, Soichiro betah berdiam diri
berjam-jam, memperhatikan bagaimana mesin bekerja.
Pada usia 8 tahun, ia mengayuh sepeda sejauh 10 mil, hanya karena
ingin menyaksikan pesawat terbang. Ternyata, minatnya pada mesin tidak
sia-sia. Ketika usianya 12 tahun, Honda berhasil menciptakan sebuah
sepeda pancal dengan model rem kaki.
Di bulan Maret 1922, saat usianya 16 tahun, Soichiro diantar ayahnya
ke Tokyo untuk bekerja di Art Shokai Company. Boss perusahaan ini
sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam
soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak
luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja di perusahaan Art, menambah
wawasannya tentang permesinan.
Dari sinilah pengetahuannya tentang mesin semakin berkembang. Ia
mencuri-curi waktu pada saat bengkel tutup untuk melihat dan menganalisa
mesin mobil. Apalagi ketika ia menemukan sebuah buku tentang mesin di
perpustakaan, ia rela mengumpulkan uang gajinya hanya untuk menyewa buku
tersebut. Buku yang pertama ia baca adalah Sistem Pembakaran Dalam.
Pada saat berusia 21 tahun, bos perusahaan Art mengusulkan agar
Shoichiro membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu. Tawaran ini diterima
dengan senang hati.
Di Hamamatsu prestasi kerjanya semakin membaik. Ia selalu menerima
reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki
mobil pelanggan sehingga dapat kembali normal. Karena itu, jam kerjanya
sering hingga larut malam, bahkan terkadang sampai subuh.
Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak mampu
meredam goncangan dengan baik. Ia punya gagasan untuk menggantikan
ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luar biasa. Ruji-ruji logamnya laku
keras, dan diekspor ke seluruh dunia. Kelak saat usianya 30 tahun,
Honda menandatangani hak patennya yang pertama.
Ring Piston Karya Honda Ditolak Toyota
Setelah menciptakan ruji, Honda ingin melepaskan diri dari bosnya,
dengan membuat usaha bengkel sendiri. Ia mulai berpikir, spesialis apa
yang dipilih? Pada tahun 1934, Soichiro berencana membuat mobil sendiri.
Bukan mengambil mesin mobil dari merek-merek terkenal di masa itu. Niat
itu pun ia jalani dengan terlebih dahulu membuat ring piston. Di tahun
1935, tepat disamping bengkel Art ia membuat papan nama Pusat Penelitian
Ring Piston Art.
Di tahun yang sama, Soichiro menikah dengan Sachi, seorang wanita
berpendidikan. Kehadiran Sachi yang berpendidikan, bagi Soichiro yang
tidak menjalani pendidikan formal menjadi sangat besar artinya. Sachi
tidak hanya berperan sebagai istri, tapi juga guru yang mengajarkan tata
krama dan ilmu-ilmu dasar. Tapi yang paling besar artinya adalah
bagaimana Sachi mengerti tentang minat Soichiro pada bidang teknik.
Pada tahun 1938, Soichiro Honda yang kala itu masih dalam keadaan
miskin memiliki keinginan untuk mendesain ring piston yang dijual dan
dibuat untuk Toyota Corporation. Sayang, karyanya itu ditolak oleh
Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring piston buatan
Soichiro selalu gagal, karena ia sama sekali tak mengerti masalah
pencampuran logam. Ring piston buatannya selalu patah atau menggores
dinding silinder. Ring buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual.
Soichiro selalu mengingat reaksi teman-teman kerjanya terhadap
kegagalan itu. Mereka menyesalkan dirinya keluar dari bengkel. Karena
kegagalan itu, Honda sakit cukup serius. Dua bulan kemudian,
kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal
ring piston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia
kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin.
Akhirnya ia datang ke Sekolah Tinggi Hamamatsu jurusan mesin, dan
diberitahu bahwa ada campuran lain yang diperlukan untuk membuat ring
piston, diantaranya silikon. Dengan informasi yang ia terima, akhirnya
ia punya tekad yang bulat untuk melanjutkan kuliah, walaupun saat itu
Soichiro sudah berumur 28 tahun.
Setiap hari ia berangkat kuliah dan pada malam harinya ia mendesain
sampai lengannya cacat. Sekalipun ia telah mengalokasikan dananya untuk
riset pembuatan ring pistone tersebut, tapi ternyata semua itu belumlah
cukup, sampai ia pernah menjual perhiasan istrinya.
Namun setelah dua tahun menjadi mahasiswa, Honda dikeluarkan karena
jarang masuk kuliah. “Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak
diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum
makanan dan pengaruhnya,” ujar Honda. Kepada Rektor, ia jelaskan maksud
mengikuti kuliah bukan mencari ijasah, melainkan pengetahuan.
Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.
Setelah bertahun-tahun akhirnya Honda berhasil mendesain ring piston
sesuai kriteria Toyota. Sayangnya, Toyota masih menolak. Soichiro tidak
putus asa. Ia terus berusaha menciptakan ring piston dengan kualitas
terbaik.
Kegagalan Bertubi-tubi
Berkat kerja kerasnya, desain ring piston akhirnya berhasil diterima.
Pihak Toyota memberikan kontrak, sehingga Honda berniat mendirikan
pabrik. Malang nasib Honda, niatan itu harus kandas. Pemerintah Jepang
tidak memberikan pinjaman dana. Ia tidak kehabisan akal, dikumpulkannya
modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik.
Bengkel yang ia dirikan akhirnya berproduksi secara resmi pada tahun
1941 setelah ada investor dari Toyota. Pada tahun 1945, tepatnya setelah
perang dunia kedua, Jepang menjadi negara rendah karena kalah perang.
Kemalangan ikut menimpa Soichiro, pabriknya terbakar dua kali.
Dampaknya, kehidupan Soichiro menjadi terlunta-lunta. Ia tak mengerjakan
pekerjaan apapun saat itu. Tidak ada niat lagi untuk membangun pabrik,
bahkan ia hanya ingin belajar bermain suling.
Ia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil
sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, untuk
digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Tanpa diduga, gempa bumi
meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik Ring
Piston ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain.
Sayang semuanya gagal. Akhirnya, tahun 1947, setelah perang dunia kedua,
Jepang kekurangan persediaan bensin.
Bangkit Lewat Pabrik Motor
Kondisi ekonomi Jepang semakin porak-poranda. Sampai-sampai Honda
tidak dapat menjual mobilnya untuk membeli makanan bagi keluarganya.
Dalam keadaan terdesak, ia memasang motor kecil pada sepeda. Siapa
sangka, “sepeda motor” – cikal bakal lahirnya mobil Honda – itu diminati
oleh para tetangga. Mereka berbondong-bondong memesan, sehingga Honda
kehabisan stok. Dari sini Honda ingin mendirikan pabrik motor. Namun
masalahnya kembali kepada modal usaha.
Ia menyurati 18.000 pemilik toko sepeda. Ia menyodorkan penemuan baru
dan berhasil menarik simpati 5.000 pemilik toko yang bersedia
memberinya modal. Tapi ternyata sepeda motornya masih belum terjual
laris, sebab terlalu besar. Oleh karena itu, ia merampingkan dan
mengubah menjadi The Super Cub. Akhirnya ia sukses dan mendapatkan
penghargaan Emperor’s Award dari Pemerintah Jepang.
Sejak mendirikan pabrik motor itulah, kesuksesan tak pernah lepas
dari tangannya. Motor Honda terus berkembang hingga akhirnya merambah ke
mobil, dan mesin-mesin lainnya. Motor dan mobil Honda telah menjadi
“raja” jalanan dunia, termasuk Indonesia hingga saat ini.
Hidup Sederhana, Tidak Memberikan Warisan Harta kepada Anak
Soichiro Honda adalah seorang pimpinan perusahaan yang sangat
sederhana dan bersahaja, sebagaimana tipe pemimpin Jepang lainnya. Di
perusahaan barunya ini, ia mengenakan seragam sebagaimana dikenakan
karyawan biasa, kemeja dan topi putih. Dia lebih suka bekerja di
bengkel, meskipun tersedia ruangan representatif di perusahaannya. Honda
memimpin 23.000 pegawai dan membawahi 43 perusahaan di 28 negara, enam
di antaranya ada di Jepang.
Soichiro tidak memiliki harta pribadi. Dia tinggal dalam sebuah rumah
sederhana. Kegemarannya melukis di atas kain sutra dan bermain golf.
Barangnya yang berharga adalah sebuah helikopter dan mobil biasa.
Penghasilannya dipakai untuk penelitian dan bea siswa kaum muda. Dia
bahkan tak memberi warisan kepada anak-anaknya.
“Warisan paling berharga yang dapat saya berikan adalah membiarkan mereka sanggup berusaha sendiri,” katanya.
Tokoh sederhana ini, meninggal pada tanggal 5 Agustus 1991 dalam usia
84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat mengidap
penyakit lever. Meninggalkan istrinya, Sachi dan seorang anak laki-laki
serta dua anak perempuan.
Soichiro Honda berpesan, jangan hanya melihat sisi keberhasilannya
dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihat pula kegagalan-kegagalan
yang pernah dialaminya. “Orang melihat kesuksesan saya hanya satu
persen. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya”, tuturnya. Ia
memberikan petuah ketika Anda mengalami kegagalan, mulailah bermimpi,
mimpikanlah hal baru.
diolah dari berbagai sumber
Penulis : Cahyadi Takariawan
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..