Ketika jumlah kegagalan
Edison sudah mencapai 9999, seorang wartawan bertanya kepadanya, “Apakah anda
akan terus melakukan kegagalan sampai 10. 000 kali?” Jawab Edison: “I have not
failed. I have just found 10.000 ways that will not work”. Saya belum gagal,
tapi saya menemukan 10 ribu cara yang tidak bisa digunakan. “Saya tidak
berkecil hati sebab setiap kegagalan adalah bentuk lain dari langkah
maju.” “Hanya karena sesuatu terjadi meleset dari skenario perencanaan
tidak berarti sia-sia tanpa guna.”
Ketika Kolonel Harlan
Sander (pendiri KFC) memulai usaha menjajakan konsep menggoreng ayam, beliau
tidak langsung mendapat sambutan positif dari sejumlah restoran. Konon jumlah
penolakan yang dialami sebelum akhirnya ada orang yang mengatakan YA mencapai
1009 kali, padahal saat itu usia pak kolonel adalah usia pensiunan yang menurut
kacamata umum bukanlah usia yang layak untuk merintis usaha hanya untuk
menerima penolakan sebanyak itu.
Ketika Mr. Bata
memutuskan pindah usaha dari garasi rumahnya di Zlin Cekoslowakia ke
Kanada bersama saudaranya yang selama ini mendampingi dirinya dalam
berusaha, tak tahunya di tengah jalan musibah tabrakan terjadi hingga
membuat saudaranya meninggal. Jadilah akhirnya Mr. Bata melanjutkan usahanya
seorang diri.
Tiga contoh di
atas memang terjadi pada orang lain dan di negara lain, tetapi kalau kita lihat
lebih jauh lagi ternyata bukan kisah pada orang yang bernama si anu dan karena
hidup di negara anu tetapi kisah tentang seorang anak manusia, hamba Tuhan,
yang taat pada tatanan hukum alam tentang bagaimana sebuah ide atau peristiwa,
dijadikan petunjuk untuk bertindak dan bagaimana tindakan itu pada akhirnya
menjadi sebuah prestasi. Di sini pun kita mengenal nama sejumlah pengusaha yang
juga mengalami kisah perjalanan serupa termasuk misalnya Pak Hengky pemilik
Bakmi Japos, dan lain-lain.
Salah
satu pertanyaan yang pantas kita ajukan kepada diri kita adalah, mengapa
mereka punya sedemikian besarnya ketahanan, punya sedemikian hebatnya ketaatan?
Terlalu mengada-ngadakah bila kita bersumpah tidak gagal padahal kegagalan itu
nyata-nyata terjadi di depan mata atau dialami oleh diri kita?
Batasan DEFINISI Kegagalan
Menurut
kamus, definisi adalah batasan, atau pernyataan mental yang kita gunakan
untuk membatasi guna mendapatkan perbedaan (the statement that defines).
Perbedaan di tingkat definisi inilah faktor mendasar yang membedakan Mr. Bata
dan bata yang lain, Edison dan edison yang lain, atau Sander dan sejumlah
sander lain di dunia ini.
Menelaah hasil pengalaman alamiah
sejumlah orang berprestasi dan hasil temuan ilmiah para pakar, ada tiga batasan
(definisi) mendasar yang membedakan, yaitu:
a. Batasan Kuantitas
Batasan
Kuantitas ini adalah hitungan angka atau semacamnya yang kita gunakan untuk
mendefinisikan kegagalan kita. Belajar dari kisah di atas dan sejumlah
orang lain yang sudah berprestasi ternyata mereka menetapkan batas yang lebih
luas atau batasan yang tidak terbatas. Edison tidak menjadikan hitungan
kegagalan sebagai batas, kolonel sander tidak menjadikan angka umur dan angka
penolakan sebagai batas. Mereka menjadikan kesetiaan yang tak terbatas sebagai
batas sehingga kegagalan yang dialami menempati posisi yang tidak berlawanan
dengan kesuksesan yang diinginkan.
Hal ini berbeda dengan yang bisa
ditemukan di kebanyakan orang yang menggunakan angka frekuensi, angka umur atau
angka nominal sebagai pembatas untuk menghakimi gagal dan tidaknya sebuah
usaha. Tidak berarti salah total memang, tetapi yang perlu kita audit adalah,
jangan-jangan ketetapan angka yang kita bikin sendiri itulah yang menyiksa kita
selama ini. Sebab kalau kita teliti lebih jauh, ternyata angka bukanlah
berperan sekedar angka tetapi punya pengaruh riil terhadap ketahanan dan
ketaatan kita dilapangan.
Kalau kita menetapkan hitungan seribu
kali setidaknya meskipun kita gagal tujuh ratus kali, semangat kita masih hidup
tetapi ketika batasan kita hanya ke angka lima ratus, angka kegagalan sebanyak
tujuh ratus kali adalah angka yang sangat membebani pikiran kita. Beban di
pikiran akan berpengaruh pada beban di praktek, beban di praktek akan
berpengaruh pada beban di hasil, beban di hasil akan berpengaruh pada beban di
kehidupan kita. Bisa jadi kalau batasan yang kita tetapkan terlalu sempit,
kegagalan kita sebenarnya tidak membatasi usaha kita meraih kesuksesan tetapi
opini kita tentang kegagalanlah yang membatasinya.
Hal lain yang perlu kita waspadai
dengan angka yang kita ciptakan sendiri. Samuel Somerset pernah
mengatakan, kita umumnya menolak sesuatu (kecuali sesuatu yang kita inginkan),
namun justru sesuatu itulah yang sering ditawarkan kepada kita oleh hidup ini.
Ketika kita sudah menetapkan angka 100 hari adalah batas untuk menghakimi usaha
– biasanya yang terjadi justru meleset. Dalam hari yang ke-100 usaha kita belum
juga membawa hasil yang jelas karena berbagai proses yang dihadapi selama
perjalanan usaha.
b. Batasan Kualitas
Batasan
Kualitas yang dimaksudkan di sini adalah sasaran dari usaha kita. Belajar dari
tradisi kehidupan orang berprestasi tinggi, ternyata mereka punya sasaran hidup
yang tinggi bahkan tidak menjadikan sasaran itu sebagai batas akhir
(destination), tetapi sasaran perantara untuk mencapai sasaran berikutnya.
Sasaran yang tinggi seperti yang diakui oleh Mohamad Ali adalah hiburan yang
bisa menyembuhkan kita dari kebrutalan realita. Sasaran yang tinggi menurut
Jackie Chan bisa membuat kita mampu memaafkan kegagalan kecil yang tidak
menjadi ukuran utama.
Menurut aritmatika kehidupan, apa yang
dikatakan oleh Zig Ziglar nampaknya banyak terjadi dalam kehidupan
sehari-hari bahwa kalau usaha kita punya sasaran menembus bulan,
setidak-tidaknya walaupun meleset, landing-nya akan ke bintang. Mungkin inilah
yang bisa menjawab rahasia mengapa orangtua kita dulu menyarankan bercita-cita
tinggi. Kalau kita tidak untung dari hasil cita-cita setidaknya kita akan
untung dari hasil semangat cita-cita.
Hal ini akan berbeda ketika sasaran
dari aktivitas kita rendah. Tidak berarti salah – karena kita juga terkadang
perlu memperhitungkan banyak hal – tetapi yang terpenting adalah, jangan sampai
hidup kita terlalu mudah disiksa oleh problem yang muncul di tengah-tengah
usaha mencapai sasaran. Lebih-lebih lagi jika sasaran yang rendah itu kita
yakini dan tetapi hidup mati. Munculnya problem bukanlah jembatan bagi kita
untuk naik tetapi bisa semacam tanah longsor yang mengubur imajinasi kita.
c. Batasan Rasionalitas
Apa
yang saya maksudkan dengan Batasan Rasionalitas di sini adalah batasan yang
rasional antara usaha dan manusia yang menciptakan usaha. Belajar dari mereka
yang sudah berprestasi di bidangnya ternyata mereka sudah mampu membedakan
antara definisi “Apa & Siapa”. Usaha mereka memang gagal tetapi mereka
tidak menciptakan definisi-diri sebagai orang gagal, dan inilah yang lebih
rasional. Karena mereka tetap berpikir sebagai orang yang punya alasan untuk
sukses maka kegagalan yang terjadi pada usahanya tidak membuat mereka
menggagalkan diri.
Hal ini akan berbeda ketika kita gagal
dalam usaha, lantas membuat definisi yang menyamaratakan antara kita dan usaha
kita. Dalam praktek hidup, kegagalan usaha itu bukanlah pilihan tetapi
konsekuensi yang tidak bisa dipilih sedangkan definisi-diri sebagai orang gagal
adalah pilihan kita. Definisi-diri ini sudah diakui oleh baik temuan ilmiah
atau ajaran kitab suci apapun sebagai kekuatan yang punya pengaruh riil
terhadap prilaku kita. Ketika kita putus asa dapat dipastikan bahwa
definisi-diri yang kita ciptakan atas diri kita bukanlah seorang warrior
(jagoan) tetapi seorang loser (pecundang).
Para pakar pengetahuan sudah bekerja
banyak mengabarkan sesuatu kepada kita bahwa level harga-diri (self-esteem)
adalah level yang menentukan level semangat untuk mengalahkan kegagalan atau
dikalahkan oleh kegagalan. Semua itu tak bisa dilepaskan dari harga yang kita
patok buat diri kita.
Proses Belajar
Hidup
ini 20 % skill dan 80 % strategi, begitulah kira-kira yang pernah disimpulkan
oleh Jim Rohn. Hidup ini 10 % apa yang terjadi dan 90 % adalah stretagi
mengatasi apa yang terjadi, kata Charles Swindoll. Keberhasilan itu 20 % bakat
dan 80 % adalah stretegi mengembangkan bakat, kata temuan Harvard University
tahun 1990-an. Kemenangan itu 50 % fisik dan skill dan 50 % strategi mental,
menurut falsafah psikologi olahraga. Mungkin inilah rahasia mengapa individu,
masyarakat atau bangsa yang sudah maju itu lebih gampang meraih kemajuan karena
mereka sudah lebih banyak mengantongi strategi yang diwariskan atau yang
didapatkan
Kalau itu bisa kita jadikan petunjuk
berarti semua orang tanpa terkecuali punya potensi untuk kalah oleh kegagalan
dan potensi untuk menang melawan kegagalan, tergantung sebagian besarnya pada
strategi yang dipilih. Sebagai salah satu strategi berikut ini bisa kita pilih
sebagai acuan:
a. Manajemen
Strategi
membutuhkan manajamen berpikir dan bertindak yang berbeda. Berpikir,
ber-cita-cita, ber-sasaran, ber-target, dan bergagasan memang harus tinggi
setinggi bintang yang kita bayangkan tetapi giliran bertindak, berjalan, dan
ber-praktek harus dimulai dari yang terkecil, terdekat, dan dari “asset” atau
kemampuan yang paling banyak tersedia di dalam diri kita sehingga ketika
kegagalan terjadi masih bisa kita deteksi asal-usulnya. Apa yang menimpa
perusahaan besar sama seperti apa yang menimpa diri kita bahwa munculnya ‘gap
knowing-doing’ adalah sumber pemborosan energi dan materi karena lemahnya
manajemen berpikir dan bertindak.
b. Berpedoman kompas
Berpedoman
pada kompas berarti menjadikan arah (direction), tujuan (goal) dan target
sebagai petunjuk dan sebagai ukuran. Berarti pula kita perlu meninggalkan gaya
hidup yang diatur oleh angka-angka “jam kegagalan” karena angka itu bukan
tujuan atau sasaran kita. Anthony Robbin menyarankan, gunakan waktu untuk
memikirkan angka kegagalan 10 % saja dan gunakan 90 % waktu untuk
berpikir kompas solusi, penyelesaian, kemajuan dan tindakan.
c.Mencari sumber keteladanan
Untuk memperluas definisi kegagalan
yang sempit, sumber teladan yang kita butuhkan adalah orang yang sudah lebih
tinggi prestasinya dari kita; orang yang lebih kuat daya tahannya dari kita.
Mark Twin pernah menulis, mendekati orang besar akan menambah keyakinan-diri
bahwa kita pun bisa menjadi besar seperti orang itu. Dari saluran ‘energi ketularan’
yang mengalir secara alamiah, tehnik perbandingan positif ini (positive
comparison game) ternyata telah mampu menolong banyak orang.
d.Pembaharuan Diri
Strategi pembaharuan (self-renewal)
yang sudah teruji secara ilmiah dan alamiah adalah menambah 3 P (pengetahuan,
pengalaman dan pembelajaran). Hal ini seperti yang diakui oleh Gib Atkin bahwa
pembelajaran yang kita tambah bukanlah sekedar kekayaan yang kita miliki tetapi
juga kekuatan yang membentuk definisi-diri yang baru. Berubahnya isi mindset
(pikiran, perasaan dan keyakinan) akan menjadi jembatan berubahnya sikap
mental, menjadi jembatan berubahnya sistem tindakan dan menjadi jembatan
berubahnya hasil.
e. Membuktikan keyakinan
Mahatma
Gandhi mengakui bahwa tebalnya tembok penjara penjajah masih belum setebal
tembok pembatas yang kita bangun sendiri di dalam (self-limiting belief).
Meskipun sebenarnya kita punya ketahanan dan bakat untuk sukses di bidang kita
tetapi kalau kita sudah tidak yakin, kemungkinan besar kemampuan kita mubazir.
Apa yang kita yakini adalah apa yang sering terjadi dan apa yang sudah biasa
terjadi adalah apa yang sudah sering kita yakini.
Ilustrasi |
Merobohkan
tembok mental semacam itu seringkali tidak cukup dengan mulut atau dengan
mengganti keyakinan tetapi juga perlu pembuktian (challenging belief) melalui
aksi pribadi. Benarnya materi keyakinan kita sudah dibenarkan oleh orang lain
ribuan tahun lalu tetapi itu akan menjadi tidak benar buat kita kalau kita
tidak benar-benar melakukan pembuktian sendiri. Jika kita yakin tak ada kesuksesan
tanpa kegagalan, ini namanya kebenaran umum yang sudah jelas benar tetapi benar
dan tidaknya buat kita tergantung pembuktian kita. Selamat membuktikan!(Jr)
Oleh: Ubaydillah, AN
Oleh: Ubaydillah, AN
http://www.e-psikologi.com/
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..