Oleh Sudaryono Achmad
Menangis, tak hanya persoalan anak kecil, orang
dewasa pun bisa menangis. Ada tangis bahagia, ada tangis luka. Keduanya
kadang mewarnai sela-sela kehidupan kita. Tangisan adalah fitrah
manusia. Sebuah kewajaran ketika kita pernah menangis, apapun alasan
yang melatarbelakanginya. Ketika menangis, segala perasaan tertumpah
ruah di mana kadang kita sampai lupa pada akal sehat yang semestinya
berjalan. Luapan emosi tak tertahankan, mengalir bersama setiap tetes
air mata kita.
Saya yakin, anda pun pernah menangis…?
Entah dalam moment apa. Ketika seseorang menangis,
jelas batin yang sedang berbicara. Hatinya terusik. Jika sudah
demikian, biarkan untuk sejenak membiarkan mereka. Biarkan sampai puas, toh
pada saatnya akan reda. Baru, setelahnya, kita ajak berbincang mengenai
persoalan yang dihadapainya. Cara yang terbaik adalah bicara dari hati
ke hati. Jika kita melihat kesalahan ada pada dirinya, biarkan mereka
meluahkan segalanya lewat kata-kata yang mungkin terlontar. Menyalahkah
sikapnya, bukan cara yang bijak pada kondisi seperti itu.
Mengapa secara tiba-tiba saya menulis tentang
persoalan remeh seputar menangis. Ya, karena sering saya tak tega
melihat orang menangis. Ketika ada orang yang sedang menangis, kadang
saya suka menungguinya sampai selesai. Ketika tangisan sudah reda, baru
saya mencoba untuk mendengarkan keluh kesah yang dihadapinya. Bukan
untuk sok bijak, hanya mencoba untuk belajar peduli saja dengan perasaan yang sedang diderita seseorang.
Menangis memang sangat terkait dengan kondisi jiwa.
Jiwa yang sedang tertekan, merasa cobaan begitu berat. Atau kehilangan
orang yang kita cinta. Kadang hati kita merasa hancur, tak ada lagi
harapan. Begitulah kondisi jiwa kita yang bisa jadi pernah kita rasakan.
Dan kalau memang tak tahan, menangislah sepuasnya. Asal setelahnya,
kita bisa memaknai setiap tangisan itu. Memaknai mengapa kita mesti
menangis, apakah dengan menangis saja persoalan bisa terselesaikan.
Kelak, anda akan menyadari dengan sendirinya.
Lantas, apakah menangis identik dengan kecengengan..?
Tidak juga.
Justru, tangisan bisa jadi pertanda kelembutan hati
kita. Contoh nyatanya, mungkin anda pernah menyaksikan anak-anak
pengamen jalanan yang harus bekerja keras mendapatkan sesuap nasi,
gelandangan yang bertebaran dijalan-jalan atau mereka yang harus rela
tidur di emper-emper toko karena tak punya rumah. Jika anda menangis,
sekedar sekali saja meneteskan air mata atau setidaknya batin anda
menangis. Itulah tanda kelembutan. Sebuah potensi nurani yang perlu
dipupuk. Kelak, kondisi yang demikian yang akan mengantarkan kita pada
kepedulian nyata membantu orang-orang yang sedang tertimpa kesusahan.
Begitu juga ketika kita menyadari pernah berlaku
dholim terhadap orang lain, atau kita merasa banyak dosa. Tak mengapa
anda menangis. Apalagi bagi seorang muslim. Menangis bisa menjadi
refleksi atas tingkap polah kita selama ini. Sendiri dimalam hening,
beranjak takbir melaksanakan sholat tahajud, bisa menjadi terapi yang
baik bagi kebersihan jiwa kita.
Pada malam yang demikian, menangislah. Menyadari
akan eksistensi diri sebagai seorang hamba, menyadari betapa tingkah
polah kita banyak yang salah, mendholimi orang, atau dosa-dosa
berlumuran. Sekali lagi, menangislah. Asalkan setelahnya kita bisa
mengambil makna dari setiap tetes tangisan kita.
http://penakayu. Blogspot. Com
Baca juga 7 Manfaat Menangis Buat Kesehatan semoga bermanfaat....!!!
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..