Banyak orang menyangka bahwa asal-usul Indonesia
menggunakan lalu-lintas di kiri jalan dimulai pada zaman penjajahan
Inggris dengan Gubernur Jenderalnya Sir Stamford Raffles, 1811 – 1816.
Hal ini sangat wajar mengingat dari beberapa negara di dunia saat ini,
Inggris tetap mempertahankan lalu-lintas kirinya.
Dari sumber Wikipedia, hingga saat ini, hanya
sekitar 25 - 30 negara di dunia yang menggunakan lalu lintas kiri.
Inggris dan negara-negara persemakmurannya seperti Australia, Selandia
Baru, Negara-negara Karibia, Afrika Selatan, India, Pakistan,
Bangladesh, Hongkong, Singapura, atau Malaysia, berlalu lintas kiri.
Namun negara persemakmuran Inggris di Amerika Utara, Kanada yang banyak
negara bagiannya tadinya di kiri, mengubahnya ke kanan seluruhnya sejak
1920, disusul New Foundland sejak 1947. Beberapa negara
lain yang berlalu-lintas kiri adalah Jepang, Thailand, negara-negara
Afrika selatan dan tenggara, Suriname, PNG, Timor Leste, dan Indonesia.
Saat ini sekitar 66,1% dari penduduk dunia hidup di negara dengan lalu-lintas kanan, dan hanya 33,9% di kiri. Dengan kata lain, sekitar 72% dari jarak total jalan dunia membawa lalu lintas di sebelah kanan, sedangkan 28% di sebelah kiri.
negara-negara dg lalu-lintas kiri (biru)(sumber: wikipedia) |
Namun betulkah lalu lintas Indonesia dipengaruhi Inggris? Dalam artikel
yang sama di Wikipedia tersebut di atas, Indonesia memang dipengaruhi
Inggris pada saat di bawah pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles.
Informasi ini kemudian diikuti para blogger begitu saja.
Wikipedia baiklah menjadi sumber segala informasi.
Kita terbantu sekali dengan adanya ensiklopedia elektronik tersebut yang
hampir dapat menjawab semua pencaharian kita terhadap berbagai subjek.
Namun, jangan jadikan Wikipedia sebagai rujukan. Sejak Wikipedia bebas
edit oleh siapa pun, substansi informasinya perlu diragukan. Di bagian
bawah artikel Wikipedia biasanya disenaraikan rujukan bahan tulisan.
Dari situlah kita memilih sumber tulisan mana yang patut kita
pertimbangkan untuk dijadikan rujukan.
Untuk tulisan ini pun, saya terbantu dengan adanya
sumber informasi dari Wikipedia. Namun untuk menjawab keraguan bahwa
lalu lintas kiri di Indonesia karena pengaruh Raffles, saya mencarinya
melalui rujukan yang tercantum di artikel Wikipedia tentang lalu-lintas
kiri-kanan tersebut. Muncullah satu artikel ilmiah yang dimuat di New
Scientist edisi 25 Desember 1986 – 1 Januari 1987 oleh Mick Hamer dengan
judul “Left is Right on the Road.”
left is right (Hamer, 1986) |
Di awal tulisannya, Hamer menyatakan bahwa lalu-lintas di banyak negara
saat ini menggunakan sisi kanan jalan, “Anda dapat menyalahkan Prancis
untuk perilaku tidak logis ini.” Menurutnya, secara alamiah dan
tradisional sejak zaman prasejarah, lalu-lintas menggunakan sisi kiri
jalan. Hal ini dapat diterangkan karena kebanyakan orang normal tidak
bertangan kidal. Jadi ketika berpapasan, maka secara refleks kita akan
berjabatan tangan dengan tangan kanan, atau bahkan saat berseteru dengan
tangan kanan pula menggenggam pedang atau tombak. Saat berhadapan atau
berpapasan tersebut, sacara naluriah kedua belah pihak akan mengambil
sisi kiri tentunya.
Dalam pertandingan adu tombak berkuda para ksatria
kerajaan Eropa, karena umumnya tidak kidal, kuda yang saling berhadap
dikendalikan ke arah kiri dengan tombak dicengkram lurus dengan tangan
kanan. Menurut Hamer, ksatria kidal pada pertandingan itu selalu kalah
karena mengambil sisi yang salah.
Menurut Wikipedia, aturan lalu-lintas kiri mungkin dapat dilacak kembali ke Yunani, Mesir dan Roma kuno yang menerapkan aturan barisan sisi kiri pasukan mereka. Akhirnya, hal ini berubah menjadi kebiasaan, dan kemudian dijadikan hukum yang mengikat. Apalagi kemudian ditemukannya bukti dari hasil penelitian arkeologi pada tahun 1988 di bekas tambang Romawi di dekat Swindon, Inggris. Alur keluar tambang yang pasti membawa muatan batuan yang berat terjejak lebih dalam di sisi kiri
jalan. Di kanan jalan dilihat dari pintu keluar, alurnya kurang dalam
menunjukkan gerobak yang kosong yang masuk ke lubang tambang.
Dari informasi di atas, secara tradisional dan
mungkin naluriah, berlalu-lintas umumnya akan mengambil sisi kiri jalan.
Dalam sejarah, perubahan besar-besaran dari kiri ke kanan dimulai pada
saat Revolusi Perancis 1789 – 1799 dan terutama oleh Napoleon Bonaparte.
Tidak jelas alasannya. Banyak yang menduga karena Napoleon kidal, atau
ia tidak mau sama dengan musuh bebuyutannya, Inggeris.
Selama kekuasaan yang absolut di hampir seluruh
Benua Eropa, Napoleon Bonaparte memaksakan mengubah lalu-lintas menjadi
ke kanan, termasuk di Negeri Belanda. Hal ini mestinya berpengaruh juga
pada jajahan Belanda di Hindia Timur yang sekarang bernama Indonesia.
Dalam sejarah kita tahu bahwa Prancis sebenarnya sempat menjajah
Indonesia melalui tangan Willem Daendels, orang Belanda kepercayaan
Napoleon. Dalam kurun yang singkat 1809 – 1811, prestasi Daendels yang
bersejarah adalah membangun jalan raya pos dari Anyer di Banten, Jawa
bagian barat, hingga Panarukan di Jawa bagian timur, sepanjang lebih
dari 2.000 km.
Karena di bawah jajahan Prancis, bukankah
seharusnya Daendels menerapkan aturan lalu-lintas kanan? Walaupun
singkat selama dua tahun, Daendels dengan pemerintahan yang otoriter dan
keras, aturan di kanan itu dengan sangat mudah dapat diterapkan.
Betulkah ketika Inggeris datang, aturan dan
sistem jalan dan lalu-lintas yang telah dibangun Daendels dalam kurun
yang juga singkat, dapat diubah oleh Raffles? Bahkan sejalan dengan
kekalahan Napoleon Bonaparte di Waterloo pada Juni 1815, dan kemudian
Indonesia kembali di bawah jajahan Belanda sejak 1816 sampai 1942,
aturan lalu-lintas kiri tidak diubah kembali oleh Belanda?
Hamer menyatakan bahwa Indonesia tetap di kiri
mengikuti kebiasaan lama Belanda yang berlalu-lintas kiri, sekali pun
Belanda sendiri mengubahnya ke kanan sejak terbentuknya negara boneka
Republik Batavia pada 1795. Dari fakta ini, jelaslah bahwa Belanda
sekalipun beraturan lalu-lintas kanan sejak 1795, tidak berusaha
menerapkannya di tanah jajahannya di Indonesia. Lalu, Daendels pun yang
datang kemudian, kemungkinan besar tidak mengubahnya ke kanan. Apalagi
Raffles yang sudah cocok dengan kebiasaannya berlalu-lintas di kiri.
Sejak kembali di bawah Belanda pun, juga tetap di kiri, tidak diubah ke
kanan!
Jadi satu-satunya jawaban adalah bahwa masyarakat
tradisional Indonesia, tepatnya di Pulau Jawa, sejak jaman dahulu
kemungkinan besar menggunakan jalur kiri. Bayangkan,
sejak Belanda kemudian mengambil alih kembali jajahannya pada 1816,
lalu lintasnya tetap di kiri sampai sekarang. Mengapa tidak dicoba
mengubahnya kembali ke kanan, kalau itu aturan bentukan Inggeris
(Raffles)? Karena memang masyarakat Jawa telah terbiasa berlalu-lintas
di kiri jalan sejak sebelum datangnya para penjajah dari Eropa tersebut.
Sebagai catatan, kekecualian terdapat pada jalur
kereta api dua arah yang benar-benar mengikuti aturan Belanda, sisi
kanan, sampai sekarang. Kereta api di Indonesia pertama kali beroperasi
di Semarang pada 1867 antara Kemijen – Tanggung sepanjang 26 km. Tetapi
jalan rel adalah sistem yang tersendiri dan berbeda dengan jalan di atas
tanah.
Mestinya bukti
arkeologi dapat segera ditemukan. Situs Trowulan sebagai ibukota
Kerajaan Majapahit dengan sistem tata kotanya yang teratur, saya kira
akan bisa mengungkapkan bahwa masyarakat Majapahit mungkin menggunakan
sisi kiri jalan dalam berlalu lintas. Begitu pula satu peninggalan yang
diduga jalan kuno di Situs Karangkamulyan , Ciamis, Jawa Barat, yang
merupakan penghubung Kerajaan Sunda ke timur, mungkin bisa mengungkap
hal ini. ***
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..