Saya pernah bikin puisi. Tetapi kalo dilihat-lihat lagi, sepertinya
bukan kategori puisi. Tepatnya sih coret-coretan aja. Untungnya bukan di
dinding. Waktu itu abis ngisi acara di Surabaya. Daripada bengong
nunggu di bandara karena pesawatnya delay, saya nulis puisi.
Hehehe.. sebenarnya saya nggak terlalu bisa bikin puisi, meski waktu SMP
sering nulis puisi saat ingin menumpahkan perasaan. Nah, ini dia puisi
saya tersebut:
perjuangan belum berakhir
kita sudah ada di sini
di jalan terjal pilihan kita
memang bukan hal terbaik untuk saat ini
ketika gemerlap dunia senantiasa menggoda
sahabat, aku tak sudi dirimu berhenti
di saat perjuangan baru saja dimulai
kita sudah ada di sini
di jalan licin pilihan kita
memang bukan hal terbaik untuk saat ini
ketika keindahan dunia senantiasa merayu
sahabat, aku tak suka dirimu mengeluh
di saat perjuangan mulai terasa berat
kita sudah di sini
di jalan mendaki pilihan kita
memang bukan hal terbaik untuk saat ini
ketika kilauan dunia senantiasa mempesona
sahabat, aku tak mau semangatmu redup
di saat perjuangan tengah bergolak panas
kita sudah di sini
dan akan lanjutkan perjalanan
: terjal, licin, dan mendaki
demi kehidupan yang lebih baik
kita siap tinggalkan kesenangan diri
: seperti yang pernah kita ikrarkan
kita sudah di sini
satu langkah telah kita ayunkan
jangan pernah mundur sejengkal pun
ini jalan yang kita pilih
jalan dakwah
: merevolusi kekufuran, tegakkan kebenaran
jangan berhenti di sini
karena revolusi selalu butuh martir
dan memang perjuangan belum berakhir
yakinlah
kibar kemenangan Islam pasti datang
mari berjuang
jangan pernah berhenti
Ruang Tunggu Bandara Internasional Juanda, Surabaya.
29 April 2007
Hehehe.. gimana Bro en Sis rahimakumullah? Keren nggak tulisan yang
menyerupai puisi ini? Idih, gue kok jadi narsis gini sih? Ehm, itu lagi
ada ‘godaan’ dikit, Bro en Sis. Kadang saya harus melakukan sesuatu
untuk meyakinkan jalan yang telah dan akan saya pilih. Saya pikir semua
orang pasti punya masalah. Tentu saja berbagai macam masalah. Tak
semuanya sama. Kalaupun ada yang sama, mestinya ‘angle-nya’ berbeda.
Selain itu, (seharusnya) mereka pun punya cara tersendiri untuk
mengatasinya. Tul nggak? Hah? Nggak? Betul aja deh! *maksa banget.
Kuat fisik, kuat mental
Bro en Sis pembaca setia gaulislam, jadi aktivis dakwah itu konon katanya adalah pilihan di tengah mainstream
alias arus utama yang memang bertentangan dengan jalan dakwah. Arus
utama kehidupan saat ini adalah gaya hidup yang hedonis, permisif,
sekuler. Sementara jalan dakwah adalah jalan penuh kemuliaan, kebaikan,
dan tentunya kebenaran sesuai tuntunan Allah Swt. dan RasulNya. Meski
jalan menuju kemuliaan itu terasa berat. Terasa terjal, berliku,
berlubang, dan membahayakan. Tapi yakinlah bahwa itu sekadar ujian.
Semoga kita jadi tahan banting.
Ngomongin tentang beratnya kehidupan, Aa Gym, dalam narasi awal di
salah satu lagu The Fikr bertutur: “jalan berliku, terjalnya tebing,
curamnya jurang, bukanlah sesuatu yang mengerikan. Yang paling
mengerikan adalah kehilangan keberanian untuk mengarungi kehidupan.
Siapapun yang berani mengarungi kehidupan, dia harus menikmati
hiruk-pikuk kesulitan, terjalnya masalah, dalamnya kepiluan, karena di
balik semua itu tersimpan hikmah yang dalam. Bagi pencari kebenaran,
kenikmatan adalah untuk terus mencari, mengarungi samudera kehidupan.”
Sobat muda muslim, untuk menjadi ahli kung-fu, Jacky Chan dan Jet Li
kalo di film-filmnya mereka yang versi jadul (tahun 80-an lah) dilatih
memikul jerigen berisi air sambil lari-lari, atau ambil air pake mangkok
untuk ngisi tempat air besar. Udah gitu, caranya bikin ribet. Kedua
kakinya dikaitkan ke sebatang bambu di atas kayak orang main sirkus.
Kepala ada di bawah. Nah, lalu tangannya megang mangkok untuk ambil air
di jerigen besar di bawah yang akan diisikan ke tempat air di atas yang
lebih besar. Halah, latihan yang ribet dan berat. Bahkan tak ada
hubungannya dengan jurus-jurus kung-fu. Tapi ternyata itu adalah untuk
membiasakan fisik mereka tahan bantingan.
Bagaimana setelah latihan itu? Baru deh, ketika dirasa cukup,
biasanya sang guru akan nularin ilmu kung-fu ke muridnya tersebut. Meski
itu di film, tapi saya merasa yakin bahwa belajar kung-fu memang tak
langsung dilatih jurus-jurus bertarung. Sama seperti main bola.
Cristiano Ronaldo dkk nggak melulu latihan menggocek bola. Tapi ada
latihan fisiknya. Kalo ini, saya merasa yakin banget karena mereka
sering diliatin ke publik saat sesi latihan. BTW, makin yakin lagi
karena saya pernah juga main game Soccer Manager (hehehe.. di
situ ada simulasi ngelatih fisik pemain juga. Jadi tahu dah). *Ssst..
saya mainnya cuma sebentar kok. (Idih, siapa yang nanya?) Hahahaha…
Lah, terus apa hubungannya ngomongin kung-fu dengan dakwah? Apa
korelasinya dengan judul “jalan ini terjal, tapi menyenangkan”? Wadow,
untung nggak berlanjut ngelanturnya. Ehm, sebenarnya masih nyambung kok.
Nggak ngelantur jauh. Maksudnya, untuk menjadi aktivis dakwah, kita
juga harus teruji baik secara fisik maupun mental. Fisik kudu oke.
Karena tak jarang dakwah nguras tenaga. Harus ngisi acara pengajian pagi
hari, harus ngisi kajian malam hari, atau mengaji di siang hari. Belum
lagi tempat atau daerah yang akan dikunjungi untuk berdakwah yang
jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggal kita. So, fisik kudu prima,
Bro.
Selain kuat fisik, yang nggak kalah penting adalah melatih mental.
Pikiran dan perasaan kita kudu siap ngadepin beragam masalah. Meski
nggak dituntut agar semau masalah bisa diatasi, tapi setidaknya bisa
mencari akar masalahnya dan beberapa masalah bisa diselesaikan dengan
baik. Nah, berarti ini memang butuh kesiapan yang bagus. Iya nggak sih?
Tak ada kata henti
Sobat gaulislam, tak ada kata henti dalam hidup kita untuk senantiasa
melakukan amal baik. Seharusnya memang tak pernah ada pula keluh kesah
dalam perjuangan dakwah ini. Semestinya pun tak keluar dari mulut kita
kata putus asa karena begitu banyak perjuangan dakwah yang menyedot
perhatian kita. Yakinlah, Allah Swt. tak pernah dan tak akan pernah
salah dalam mengkalkulasi amalan baik kita. Mungkin kita lupa sudah
berapa amal baik yang kita kerjakan, tapi Allah Ta’ala tak akan pernah
lalai mencatatnya dan menghitungnya untuk bekal kita di negeri abadi
kelak. Begitu pun pasti kita lupa berapa banyak amalan buruk yang pernah
kita lakukan, tapi Allah Swt. pasti tak akan pernah lupa dan akan
dengan mudah mencatatnya. Tapi kita memohon kepadaNya, agar tetap
diberikan kekuatan untuk melakukan amalan baik selama hidup kita.
Sebanyak mungkin.
BTW, masih ingatkah kita ketika kita pertama kali belajar Islam? Kita
bahkan mengeja nama Allah dengan amat susah. Kita tidak paham tentang
isi al-Quran, kita tak mengerti apa arti perjuangan dakwah, kita bahkan
buta dan tak pernah tahu dari mana kita berasal, untuk apa kita hidup di
dunia, dan ke mana akan pergi setelah kematian. Saya pernah merasakan
demikian, dan saya yakin di antara kita bahkan ada yang pernah melakukan
kemaksiatan sebelum akhirnya mendapat hidayahNya. Saya yakin di antara
kita bahkan pernah menolak ajakan dakwah dari seseorang. Mencibir
pelakunya dan menganggap sia-sia perbuatan mereka. Itu ketika kita tidak
tahu.
Semoga memori tentang ini menjadikan kita manusia yang bijak.
Pengemban dakwah yang peka dan mampu menangkap segala sisi manusia
sebagai objek dakwah kita. Kita tumbuh menjadi pengemban dakwah dan
pejuang Islam yang sabar dan penuh kelembutan. Jika kita berhadapan
dengan objek dakwah yang menolak, bahkan menyerang kita, anggap saja
bahwa mereka seperti kita dulu yang juga membutuhkan sentuhan kuat orang
yang tak bosan mengajak kita menjemput hidayahNya. Jangan pernah merasa
menilai umat ini telah jumud, jika kita sendiri belum maksimal
mengajaknya untuk menjadi lebih baik. Tak perlu mengampuni usaha kita
yang gagal dengan alasan umat sudah bosan dengan dakwah. Lalu kita
merasa benar sendiri dan menyalahkan mereka.
Sobat muda muslim, ingatlah bahwa kita bisa seperti sekarang ini juga
butuh waktu dan proses. Karena sejatinya perubahan tak bisa dicapai
seperti makan cabe rawit yang langsung terasa pedasnya. Atau proses
produksi mesin dalam industri yang bisa seragam dan mudah dibuat. Tapi
kita berhadapan dengan manusia. Berhadapan dengan jiwa yang seringkali
tak mudah untuk diajak berpikir sama seperti yang kita inginkan. Proses
perubahan sosial memang tak semudah proses produksi mesin industri.
Selalu saja ada variabel yang mengharuskan kita banyak bersabar dan
mencari cara jitu mengatasinya.
So, kalo jujur saja, jalan dakwah ini memang terjal. Tapi
menyenangkan. Allah Swt. sudah ‘menghibur’ kita dalam firmanNya (yang
artinya): “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata:
‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim’” (QS Fushshilat [41]: 33)
Nah sobat muda muslim, mulai sekarang jangan tunjukkan kelemahan kita
dalam perjuangan dakwah ini. Usir deh tuh keluh kesah kita, buang
jauh-jauh putus asa. Sebaiknya selalu memohon kepada Allah Ta’ala agar
kita dimudahkan dalam mengemban dakwah ini, memohon dalam doa kita
kepadaNya agar kita sabar ketika menghadapi berbagai macam ujian dakwah
dan ujian kehidupan kita. Selain itu, tentu saja senantiasa kita
berharap keridhoan Allah Ta’ala dalam setiap niat dan upaya perjuangan
dakwah kita. Semangat! [solihin | Twitter @osolihin]
http://osolihin.wordpress.com/2013/01/07/jalan-ini-terjal-tapi-menyenangkan/
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..