Beberapa pekan menjelang musim
haji tiba, riuh rendah kafilah dagang mulai berdatangan memenuhi sudut-sudut
kota Mekah. Kain, pakaian serta bermacam perhiasan hingga wewangian memenuhi
etalase-etalase toko dan swalayan. Dari kejauhan nampak seorang pembuat kain
tenun berjalan menghampiri sebuah toko pakaian. Berharap kain yang telah ia
tenun berbulan-bulan dapat ia tukar dengan beberapa puluh dinar atau dirham
sebagai penghasilan.
Si pembuat kain sang pemilik toko,
kemudian ia utarakan maksudnya, “Tuan, saya datang kemari untuk menawarkan kain
yang sudah saya tenun ini.
Pemilik Toko melihat dengan seksama
kain yang ditawarkan kepadanya. Untuk memastikan analisanya, ia pun bertanya
pada si pembuat kain tenun. Berapa bulan waktu yang di butuhkan untuk membuat
kain tersebut.
“Empat bulan.” Jawab si pembuat
kain.
“Berapa dinar Anda ingin jual kain
ini kepada saya?” tanya pemilik toko.
“Dua puluh dinar” jawab si pembuat
kain dengan penuh keyakinan.
Mendengar jawaban itu sang pemilik
toko pun menjawab, “Saya sudah bertahun-tahun menjadi pedagang kain, saya
sangat ahli dalam masalah ini. Setelah mengamati kain yang sudah Anda buat ini,
maka saya hanya berani membayar enam dinar saja, ya hanya enam dinar.”
Mendengar jawaban dari pemilik toko
tersebut maka si pembuat kain pun menangis.
Tidak tega mendengar tangisan dari
si pembuat kain, sang pemilik toko pun menaikkan harganya menjadi delapan
dinar, dan itulah harga terbaik yang bisa diberikan oleh sang pemilik toko.
Bukannya diam, namun setelah
mendengar ucapan dari pemilik toko, si pembuat kain semakin tersedu-sedu.
“Baiklah aku akan memberimu uang
sepuluh dinar, tapi kumohon berhentilah!” pinta sang pemilik toko.
Si pembuat kainpun berkata, “Saya
menangis bukan karena seberapa besar kau nilai kain yang telah saya tenun ini.
Tahukan Anda? Saya membuat kain ini dengan penuh ketelitian dan kerumitan yang
sangat tinggi. Saya cari bahan-bahan terbaik. Saya korbankan waktu saya
berbulan-bulan untuk mengerjakan kain ini. Dan saya yakin kain tenun ini adalah
kain tenun dengan mutu dan kualitas terbaik yang pernah saya buat. Namun di
hadapan seorang ahli seperti Anda, kain saya ini tidaklah berbeda dengan kain
umumnya, sehingga kau hargai sangat rendah.”
“Saya menangis karena saya khawatir
terhadap diri saya sendiri. Jangan-jangan amalan kebaikan yang telah saya
lakukan selama ini sama seperti kain tenun yang telah saya buat. Saya telah
merasa bahwa amalan yang selama ini saya lakukan sudah banyak. Kebaikan yang
sudah saya lakukan sudah sangat berkualitas dan oleh karenanya saya bisa
memasuki Surganya. Namun sekali lagi saya khawatir bahwa amalan-amalan
tersebut dianggap sangat kecil bahkan mungkin tak berharga di hadapan
Allah . Betapa celakanya hidup saya ini jika memang demikian. Itulah mengapa
saya menangis.” papar si pembuat kain.
“Saya khawatir, telalu percaya diri
dan tinggi hati atas kebaikan-kebaikan yang telah saya lakukan. Saya lupa
menginstropeksi sejauh mana keikhlasan amal yang saya lakukan. Pun saya terlalu
yakin bahwa saya akan masuk surga karena amal-amal yang saya lakukan.” tambah
si pembuat kain.
Sang pemilik toko pun turut dalam
kesedihan dan berkata, “Duhai sekiranya saya ini adalah seonggok tanah, maka
itu lebih baik karena tiada pertanggung jawaban sebagaimana manusia”.
“Saya teringat sebuah hadist yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bahwa Rasulullah pernah bersabda,“Sungguh aku
mengetahui sebuah kaum dari umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa
kebaikan yang banyak seperti bukit Tihamah kemudian Allah menjadikannya seperti
debu yang beterbangan.” Maka mereka -sahabat- bertanya, “Wahai
Rasulullah, berikanlah ciri mereka kepada kami agar kami tidak termasuk
golongan mereka dalam keadaan tidak sadar.” Maka beliau
menjawab, “Adapun, mereka itu adalah saudara-saudara kalian, akan
tetapi mereka adalah orang-orang yang apabila bersepi-sepi dengan apa yang
diharamkan Allah maka mereka pun menerjakannya.”, Semoga kita tidak
termasuk ke dalam golongan tersebut.” imbuh sang pemilik toko.
Maka keduanya pun akhirnya larut
dalam perenungan.
http://www.fimadani.com/lalu-berapakah-nilaiku-di-hadapan-allah/
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..