Assalamu Alaikum, Selamat datang Saudaraku. Semoga BLOG ini bermanfaat dan harapan kami agar Anda sering datang berkunjung. Wassalam. ==> YAHYA AYYASY <==

Khalwat di Era Modern

Khalwat di Era Modern 
Islamic Book Fair adalah sebuah event yang selalu ditunggu-tunggu oleh seorang kutubuku berkantong tipis, terutama mahasiswa. Walaupun namanya Islamic Book Fair, tapi yang ada di situ bukan hanya penjual buku. Buktinya ketika Anda datang ke Islamic Book Fair, sudah pasti Anda akan menjumpai pedagang makanan maupun minuman yang beraneka ragam. Ada juga yang menawarkan serba-serbi busana muslim dari mulai yang harganya pas di kantong, sampai yang harganya bisa bikin kanker alias kantong kering. Nah, kalau datang ke Islamic Book Fair biasanya mayoritas pengunjung adalah para ikhwan berjanggut plus bercelana cingkrang juga para akhwat jilbaber dengan jilbab lebarnya. Maklum, Islamic Book Fair adalah gudangnya buku-buku Islam yang banyak dicari para aktivis ini. Tapi sayang, beberapa oknum memanfaatkan event yang satu ini sebagai ajang maksiat, Astaghfirullah.

Setiap saya mampir ke Islamic Book Fair di Solo, pasti pengunjung mayoritasnya adalah santriwan-santriwati, mahasiswa-mahasiswi, ataupun pasangan suami-istri yang haus dengan buku-buku Islam. Wajarnya kalau pengunjung itu santri/santriwati atau mahasiswa/mahasiswi mereka datang bersama teman-teman sebayanya ataupun sanak saudara. Maklum, para pelajar ini hanya memiliki teman hang out sesama pelajar, karena belum memiliki pasangan hidup. Nah bagi yang sudah menikah, tentu mereka akan mengajak suami/istrinya ke Islamic Book Fair. Tapi ternyata ada juga pengunjung yang ‘tidak wajar’ di Islamic Book Fair ini. Maksudnya tidak wajar adalah ada orang yang belum menikah tapi datang bersama lawan jenisnya. Yang lebih miris lagi kalau misalkan golongan tidak wajar ini adalah seorang perempuan  berjilbab besar, berjubah longgar, dan berkaus kaki, datang dengan seorang ikhwan yang bercelana cingkrang, dan berjanggut beberapa helai.

Seorang akhwat berjilbab besar datang ke Islamic Book Fair bersama dengan seorang ikhwan bercelana cingkrang. Dua orang  ikhwan-akhwat ini asyik mengobrol berdua sambil sibuk memilih-milih buku. Sesekali si akhwat bertanya kepada si ikhwan: “Bi, Ummi mau beli buku yang ini ya?” Si ikhwan pun menjawab: “Beli aja Mi, itu bukunya bagus lho!”

Eits.. nggak boleh su’udzan dulu, siapa tau itu pasangan suami-istri! Memang kita tidak boleh mengedepankan prasangka buruk, mungkin mereka adalah pasangan suami-istri. Tapi ketika mencoba untuk ber-husnudzan, melihat tingkah lakunya yang bukan seperti pasangan suami istri dan mencoba untuk menjaga jarak, timbul-lah su’udzan. Okelah daripada su’uzhan lebih baik tabayyun, dan tanya langsung kepada suspect-nya. Ditanya “Dateng sama suami ya Ukhti?”, jawabannya : “Saya belum menikah kok.” jawabnya sambil tersipu malu.

Oke, jangan su’udzon dulu siapa tau bukan suaminya tapi adiknya. “Itu adik kamu ya?”  Jawabannya, 

“Saya nggak punya adik laki-laki.”

“O, itu kakak kamu ya?”, mencoba ber-tabayyun. Jawabannya “Saya nggak punya kakak laki-laki.”

“Terus kamu dateng sama siapa? Pacar kamu?”

“Dalam Islam kan nggak boleh pacaran Ukhti!” Jawaban yang logis.

“Terus kamu dateng sama siapa dong?”, masih mencoba untuk tidak ber-su’uzhon.

“Hehehe, kami cuma HTS kok, Hubungan Tanpa Status.” jawabnya sambil nyengir mesam-mesem.

Nah lho, yang awalnya berniat untuk ber-husnudzan malah jadinya su’udzan.

* * *
Mungkin kisah di Islamic Book Fair ini hanya satu di antara kisah lain lika-liku kehidupan seorang akhwat. Akhwat biasa diidentikkan dengan kerudungnya yang besar, bajunya yang longgar, manset yang selalu menghiasi tangan, dan kaos kaki. Dalam masyarakat, seseorang bergelar akhwat ini banyak disegani, karena dianggap sebagai orang yang taat beribadah, tidak pernah bermaksiat dan memiliki ilmu agama yang lebih. Nah kalau gitu perempuan yang berkerudung lebar dan berjubah longgar di Islamic Book Fair itu juga akhwat dong? Katanya akhwat itu taat beribadah dan memiliki ilmu agama yang lebih, tapi koq dia ber-khalwat? Akhwat kok ber-khalwat? Kan ber-khalwat nggak boleh dalam Islam. 

Ber-khalwat itu apa sih? Ber-khalwat maksudnya adalah berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram. Berduaan itu bukan hanya berlaku kepada dua orang yang berbeda jenis bersembunyi di tempat gelap dan nggak ada orang yang ngelihat. Khalwat juga berlaku bagi mereka yang ngobrol berdua dengan lawan jenis di tempat ramai, tapi orang-orang di sekitarnya nggak nge-gubris kalau mereka berdua lagi ngobrol di situ. Serasa dunia milik berdua gitu deh. Misalnya boncengan berdua, mojok di kelas, mojok di kantin, mojok di mana-mana, dan segala jenis ‘pojokan‘ lainnya yang terlihat berdua-dua saja dengan lawan jenis sementara orang lain disekitarnya nggak peduli.

Telpon-telponan atau sms-an antara seorang perempuan dengan laki-laki yang bukan mahram juga bisa termasuk berduaan. Karena belum tentu orang lain di sekitarnya peduli sama telepon atau isi SMS. Makanya hati-hati kalau telpon-telponan atau SMS-an. Pilih kata-kata yang benar dan tidak menjurus ke arah ‘lope-lope’. Misalkan SMS “Apa kabar say?” Kata ‘say’ itu mungkin terdengar biasa, tapi  bisa berdampak luar biasa. Kata itu terkadang bisa bikin hati lawan jenis yang dapet SMS ‘say’ kebat-kebit.

Di zaman yang semakin maju, berkembang dan modern ini, bukan cuma SMS-an atau telpon-telponan doang lho yang bisa jadi akses buat berkhalwat (bukan maksud memberi saran ya). Internet, kalau disalahgunakan juga bisa dijadikan ajang untuk ber-khalwat di dunia maya, apalagi dengan adanya jejaring sosial yang beraneka ragam. Facebook, Twitter, Google Plus, Yahoo Messenger ternyata juga sering dijadikan sarana untuk ber-khalwat. Ber-khalwat melalui dunia maya bukan di dunia nyata. Kok gitu? Karena media-media ini memungkinkan terjadinya interaksi dengan lawan jenis yang berlebihan.

Awalnya hanya saling nge-wall tanya seminar, terus ujung-ujungnya pindah ke chatting tanya kabar. Masih mending kalau cuma nanya kabar, kalau sampai lanjut nanya “Sudah makan belum akhi?”, “Lagi ngapain akhi?”, “Hobinya apa akhi?”, “Makanan kesukaan akhi apa?”, “Suka tempe goreng nggak?”, “Suka ubi rebus nggak?” dan pertanyaan-pertanyaan tidak penting lainnya. Gimana coba?

Isi chattingnya bernuansa Islam kok, selalu dimulai dengan assalamu’alaikum, terus ada jazakumullah khairannya juga. Udah gitu saling bertukar taushiyah dan muhasabah juga kok. Mau ditambahin ayat-ayat Al Quran kek, mau ditambahin Hadits kek, dimulai dengan basmalah dan diakhiri dengan do’a kafaratul majlis kek, kalau memang niatnya untuk ber-khalwat ya sama aja.

Oleh sebab itu, buat para perempuan yang mendapat predikat akhwat, mari kita sama-sama menjaga gelar akhwat yang disematkan kepada kita. Memang kerudung besar dan jubah longgar bukanlah jaminan bagi seorang akhwat untuk tidak bermaksiat. Tapi jilbab lebar dan baju longgar yang kita kenakan itu seharusnya bisa menjadi tameng bagi kita untuk tidak berbuat maksiat. Mari kita sama-sama tidak menodai gelar ini, supaya tidak menyakiti teman-teman kalangan akhwat lainnya. Kasihan akhwat lain yang sudah susah payah mencoba menjaga dirinya, tapi citranya harus ikut ternodai karena ulah akhwat yang ber-khalwat ini.

Wallahu a’lam bishowab

Oleh: Rahma Riandini
Blog

http://www.fimadani.com/khalwat-di-era-modern/

0 Komentar:

Posting Komentar

Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..

Recent Post widget Inspirasi Rabbani

Menuju

Blog Tetangga

Blog Tetangga
Klik Gambar untuk Berkunjung

Luwuk Banggai SULTENG

Luwuk Banggai SULTENG
ebeeee......