Oleh : Cahyadi Takariawan ***
ilustrasi – http://zanpespatch.blogspot.com |
Seorang sahabat menulis pertanyaan seperti ini kepada saya :
“Kegiatan-kegiatan yang saya lakukan semuanya atas nama dakwah. Namun
sering kali melalaikan tugas sebagai kepala keluarga. Mohon masukannya”.
Sangat menarik pertanyaannya. Kalau istilah pak Mario Teguh, “super
sekali”. Pertanyaan yang sebenarnya mewakili banyak kalangan aktivis
dakwah. Ada kondisi paradoks, satu sisi “merasa” sibuk dengan berbagai
kegiatan dakwah, namun di saat yang sama melalaikan peran sebagai kepala
rumah tangga.
Syumuliyah Dakwah
Pertama kali yang harus dipahami adalah makna dakwah dan syumuliyah
dakwah. Sebagaimana kita ketahui, dakwah adalah usaha mengajak manusia
menuju nilai-nilai kebaikan sesuai tuntunan Ketuhanan dan petunjuk
Kenabian. Maka aktivitas dakwah mencakup aspek yang sangat sangat sangat
luas. Usaha membahasabumikan nilai-nialai langit, bisa kita wujudkan
dalam beragam aktivitas.
Selama ini sebagian masyarakat memahami dakwah dalam konteks yang
sempit, misalnya ceramah, khutbah, tabligh akbar, pengajian dan lain
sebagainya. Seakan dakwah itu maknanya hanyalah forum atau mimbar untuk
berbicara. Padahal dakwah itu adalah hal bagaimana nilai-nilai kebaikan
bisa direalisasikan dalam kehidupan keseharian. Bukan soal ceramah atau
khutbah, namun soal merealisasikan kebajikan dalam kehidupan nyata.
Oleh karenanya dakwah bersifat syamil, utuh menyeluruh. Syumuliyah
dakwah, adalah adalah pandangan tentang keutuhan dakwah, tanpa membuat
dikotomi yang tidak perlu antara peran “publik” dan “domestik”. Antara
peran di dalam dan di luar rumah. Antara peran sebagai kepala rumah
tangga dengan kepala desa. Antara peran sebagai orang tua dengan peran
sebagai pejabat pemerintahan, dan lain sebagainya.
Mengurus Rumah Tangga Adalah Dakwah
Dalam konteks syumuliyah dakwah, kita memahami dakwah itu ada yang di
dalam rumah, ada pula yang di luar rumah. Dakwah di dalam rumah adalah
membina keluarga, mendidik anak, menciptakan keluarga yang sakinah,
mawadah wa rahmah. Jika keluarga harmonis, anak-anak tumbuh menjadi
generasi yang shalih dan shalihah, seluruh anggota keluarga mentaati
aturan Allah dan Rasul, maka itulah keberhasilan dakwah di dalam rumah.
Sedangkan dakwah di luar rumah bisa berupa berbagai aktivitas
kemasyarakatan, sosial, politik, seni, budaya, ekonomi, pendidikan, dan
lain sebagainya, yang mengajak masyarakat menuju keluhuran diri,
ketinggian pekerti, dan kekuatan nurani. Perbaikan individu, keluarga,
masyarakat dan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara, menjadi fokus
dari aktivitas dakwah kita di luar rumah.
Keduanya, dakwah di dalam rumah dan di luar rumah, harus sukses dan
berhasil. Jangan hanya berorientasi keberhasilan di salah satu sisi,
namuan keduanya harus diperjuangkan untuk mendapatkan keberhasilan.
Maka tidak ada dikhotomi, “saya berdakwah di luar rumah, dan di dalam
rumah itu bukan dakwah”. Itu adalah pemahaman yang keliru dalam konteks
syumuliyah dakwah. Justru dakwah itu mencakup peran yang harus kita
jalankan di dalam rumah, dan peran yang harus kita lakukan di luar
rumah. Keduanya adalah aktivitas dakwah.
Semoga kita semua mampu untuk mencapai kesuksesan dakwah di dalam dan di luar rumah.
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..