Peneliti di beberapa lembaga Penelitian
Alumnus Program Pascasarjana IAIN Ar-Raniry
“Setiap zaman ada rijal/tokohnya, dan setiap tokoh ada zamannya”
Saya percaya sekali dengan kata bijak
ini, walaupun tidak meyakini kepastiannya layaknya meyakini rukun Iman,
karena bisa saja salah. Namun, realita selama ini membuktikan benarnya
kata-kata bijak itu.
Ketika PKS memutuskan mencalonkan Hidayat Nur Wahid(HNW) sebagai Cagub DKI Jakarta, saya termasuk orang yang kurang yakin jika Ustadz Hidayat akan didukung secara luas oleh warga DKI, meski saya juga berharap Ust Hidayat bisa menang. Alasan ketidak yakinan saya adalah karena momentum Ustadz Hidayat sudah lewat walau kita tentu tidak menginginkan era Ustadz Hidayat berakhir secepat itu. Namun yang pasti, PKS harus menyadari kekuatan media massa dan ekspektasi publik terhadap tokoh yang sedang dibicarakan oleh media massa.
Lewatnya momentum Ustadz Hidayat dibuktikan dengan munculnya tokoh-tokoh baru yang lebih digandrungi publik, terlepas dari bagaimana jalur munculnya tokoh baru itu. Ada tokoh yang muncul secara alami seperti halnya Ustadz Hidayat, dan ada pula tokoh yang dimunculkan secara sengaja untuk kepentingan politik tertentu. Dan tahun 2004 adalah era populernya Ustadz Hidayat. Tapi momentum itu telah dilewatkan oleh PKS.
Benar jika PKS lebih mengutamakan kerja tim, tidak mengandalkan figur tokoh dalam membangun partai. Tapi ketika posisi PKS sebagai partai politik yang tentu saja ber orientasi kepada bagaimana dapat mendapatkan kekuasaan demi kemashlahatan Umat, maka mau tidak mau faktor-faktor yang bisa membawa PKS ke kursi kekuasaan harus dimaksimalkan semaksimalnya. Tidak memaksimalkan faktor-faktor penting itu bahkan justru bisa disebut tidak maksimal.
Di Indonesia, sejarah membuktikan pentingnya figur tokoh dalam rangka meraih kekuasaan. Beberapa partai di luar PKS telah memanfaatkan figur tokoh untuk meraih kekuasaan. Dan mereka umumnya langsung memanfaatkan popularitas seorang tokoh di era populernya tokoh tersebut. Jokowi sebagai contoh terdekat.
Momentum Misbakhun
Alhamdulillah Pak Misbakhun telah diputuskan bebas oleh Mahkamah Agung (MA) karena terbukti bahwa kasusnya hanya rekayasa penguasa saja. Misbakhun dipenjara untuk menghadang terbongkarnya kasus Century yang diyakini banyak kalangan akan menyeret para penguasa. Publik pun bisa menunjukkan ekspektasinya yang luar biasa atas bebasnya Misbakhun. Diskusi-diskusi di jejaring sosial dunia maya menunjukkan sambutan yang luar biasa.
Walau bebasnya Misbakhun yang terbukti tidak bersalah belum bisa dipastikan akan menaikkan citra PKS lewat jalur survey, namun yang pasti Misbakhun akan dianggap publik sebagai tokoh yang dizhalimi sehingga berpotensi mendapat perhatian publik. Beberapa kasus di masa lalu membuktikan bahwa mereka yang terzhalimi akan mendapat simpati luas dari masyarakat sehingga mereka meraih dukungan yang signifikan dalam Pilkada. Misbakhun berpotensi meraih dukungan seperti itu, dengan syarat dimunculkan secepatnya oleh PKS. Tidak di”endapkan”. Pada saat yang bersamaan, elit-elit PKS harus meninggalkan pola hidup tidak sederhana dan kembali ke model semula hidup dalam kesederhanaan. Sederhana tentu bukan berarti harus miskin. Minimalnya seorang elit PKS tidak perlu menunjukkan di depan publik sanggup memakai barang-barang mewah.
Saya yakin, saat ini kesederhanaan elit-elit PKS menjadi kerinduan terbesar para kader PKS di akar rumput. Sebab, PKS telah dikenal luas sebagai partai dakwah sehingga konsisten dalam pola hidup sederhana oleh para elitnya adalah hal niscaya. Kesederhanaan para elitnya juga akan memunculkan kebanggan dan kekuatan para kader. Tidak ada pilihan, karena PKS berbeda dengan Golkar, PD, PDIP dan sebagainya. PKS lahir dari “rahim” kegundahan akan nasib bangsa. Dengan kombinasi memaksimalkan kemunculan setiap kadernya, seperti Misbakhun, dan juga dengan kembali ke pola hidup sederhana para elit PKS, maka insya Allah PKS akan keluar dari bayang-bayang mimpi buruk hasil survey elektabilias Parpol oleh Litbang Kompas beberapa waktu lalu. Pola hidup sederhana elit PKS akan menjaga ritme nama baik PKS di depan publik. Bahkan, tidak mustahil PKS akan muncul dalam jajaran tiga besar Parpol di Indonesia jika mampu memanfaatkan secara maksimal setiap momentum yang dimilikinya.
Ketika PKS memutuskan mencalonkan Hidayat Nur Wahid(HNW) sebagai Cagub DKI Jakarta, saya termasuk orang yang kurang yakin jika Ustadz Hidayat akan didukung secara luas oleh warga DKI, meski saya juga berharap Ust Hidayat bisa menang. Alasan ketidak yakinan saya adalah karena momentum Ustadz Hidayat sudah lewat walau kita tentu tidak menginginkan era Ustadz Hidayat berakhir secepat itu. Namun yang pasti, PKS harus menyadari kekuatan media massa dan ekspektasi publik terhadap tokoh yang sedang dibicarakan oleh media massa.
Lewatnya momentum Ustadz Hidayat dibuktikan dengan munculnya tokoh-tokoh baru yang lebih digandrungi publik, terlepas dari bagaimana jalur munculnya tokoh baru itu. Ada tokoh yang muncul secara alami seperti halnya Ustadz Hidayat, dan ada pula tokoh yang dimunculkan secara sengaja untuk kepentingan politik tertentu. Dan tahun 2004 adalah era populernya Ustadz Hidayat. Tapi momentum itu telah dilewatkan oleh PKS.
Benar jika PKS lebih mengutamakan kerja tim, tidak mengandalkan figur tokoh dalam membangun partai. Tapi ketika posisi PKS sebagai partai politik yang tentu saja ber orientasi kepada bagaimana dapat mendapatkan kekuasaan demi kemashlahatan Umat, maka mau tidak mau faktor-faktor yang bisa membawa PKS ke kursi kekuasaan harus dimaksimalkan semaksimalnya. Tidak memaksimalkan faktor-faktor penting itu bahkan justru bisa disebut tidak maksimal.
Di Indonesia, sejarah membuktikan pentingnya figur tokoh dalam rangka meraih kekuasaan. Beberapa partai di luar PKS telah memanfaatkan figur tokoh untuk meraih kekuasaan. Dan mereka umumnya langsung memanfaatkan popularitas seorang tokoh di era populernya tokoh tersebut. Jokowi sebagai contoh terdekat.
Momentum Misbakhun
Alhamdulillah Pak Misbakhun telah diputuskan bebas oleh Mahkamah Agung (MA) karena terbukti bahwa kasusnya hanya rekayasa penguasa saja. Misbakhun dipenjara untuk menghadang terbongkarnya kasus Century yang diyakini banyak kalangan akan menyeret para penguasa. Publik pun bisa menunjukkan ekspektasinya yang luar biasa atas bebasnya Misbakhun. Diskusi-diskusi di jejaring sosial dunia maya menunjukkan sambutan yang luar biasa.
Walau bebasnya Misbakhun yang terbukti tidak bersalah belum bisa dipastikan akan menaikkan citra PKS lewat jalur survey, namun yang pasti Misbakhun akan dianggap publik sebagai tokoh yang dizhalimi sehingga berpotensi mendapat perhatian publik. Beberapa kasus di masa lalu membuktikan bahwa mereka yang terzhalimi akan mendapat simpati luas dari masyarakat sehingga mereka meraih dukungan yang signifikan dalam Pilkada. Misbakhun berpotensi meraih dukungan seperti itu, dengan syarat dimunculkan secepatnya oleh PKS. Tidak di”endapkan”. Pada saat yang bersamaan, elit-elit PKS harus meninggalkan pola hidup tidak sederhana dan kembali ke model semula hidup dalam kesederhanaan. Sederhana tentu bukan berarti harus miskin. Minimalnya seorang elit PKS tidak perlu menunjukkan di depan publik sanggup memakai barang-barang mewah.
Saya yakin, saat ini kesederhanaan elit-elit PKS menjadi kerinduan terbesar para kader PKS di akar rumput. Sebab, PKS telah dikenal luas sebagai partai dakwah sehingga konsisten dalam pola hidup sederhana oleh para elitnya adalah hal niscaya. Kesederhanaan para elitnya juga akan memunculkan kebanggan dan kekuatan para kader. Tidak ada pilihan, karena PKS berbeda dengan Golkar, PD, PDIP dan sebagainya. PKS lahir dari “rahim” kegundahan akan nasib bangsa. Dengan kombinasi memaksimalkan kemunculan setiap kadernya, seperti Misbakhun, dan juga dengan kembali ke pola hidup sederhana para elit PKS, maka insya Allah PKS akan keluar dari bayang-bayang mimpi buruk hasil survey elektabilias Parpol oleh Litbang Kompas beberapa waktu lalu. Pola hidup sederhana elit PKS akan menjaga ritme nama baik PKS di depan publik. Bahkan, tidak mustahil PKS akan muncul dalam jajaran tiga besar Parpol di Indonesia jika mampu memanfaatkan secara maksimal setiap momentum yang dimilikinya.
Wallahu a’lam bishshawab.
*www.islamedia.web.id/2012/07/kegagalan-hnw-dan-momentum-misbakhun.html
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..