“Dan berilah perumpamaan kepada mereka(manusia), kehidupan dunia
sebagai air hujan yang kami turunkan dari langit, maka menjadi subur
karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu
menjadi kering yang diterbangkan oleh angin, dan Allah Mahakuasa atas
segala sesuatu.” (Q.S. Al Kahfi: 45)
Al Qur’an
menjadi kiblat dan teladannya. Karena itulah menjadikan murninya ibadah
dan keagungannya. Seorang laki-laki yang kaya raya, dipenuhi dengan
kekayaan duniawi di sekitarnya tapi tetap teguh dan kuat dijalan Allah.
Atas kesabarannya menahan diri dari kemewahan dunia, ia habiskan waktu
siangnya untuk puasa dan malamnya untuk mendekatkan dirinya dengan Sang
Pemilik segalanya. Tidak tergoda dengan berbagai makanan lezat dan
empuknya tempat tidur mewah, hanya karena perasaan cintanya pada Allah.
Dia adalah seorang laki-laki yang telah mendapat dua orang putri dari
seorang manusia pilihan Rasulullah saw, yaitu Utsman bin Affan.
Laki-laki
kaya raya ini telah menemukan obat mujarab penangkal godaan duniawi,
yaitu dengan kedekatan dirinya pada Allah dan Al Qur’an. Ayat di atas
yang selalu membuatnya berguncang dan selalu di ulang-ulangnya. Seorang
manusia yang hanya menganggap kekayaan dunia seperti daun kering,
kecuali jika dibelanjakan dijalan Allah maka akan berubah menjadi
kebaikan dan pahala yang besar.
Kesabaran yang perlu perjuangan
besar adalah saat kita berada di puncak kejayaan, terlalu banyak pilihan
hingga kita terlalu sulit untuk menjadikan diri ini tidak terlena
dengan indahnya dunia. Hanya jiwa yang besar dan kokoh yang selalu dalam
dekapan Allah, mampu selamat dari gemerlap dunia. Sabarnya Utsman yang
membuat perjanjian dengan dirinya untuk membebaskan hamba sahaya setiap
hari Jum’at, dan membantu penduduk mekah saat masa paceklik. Semua
dilakukannya untuk mengharap keridhaan Tuhannya.
Utsman seorang
yang sangat unik dan luar biasa, memiliki kasih sayang yang sangat besar
dan senang dengan menyambung silaturahim. Itu adalah cerminan dari
dekatnya hubungan dengan Allah di waktu siang dan malamnya. Banyaknya
puasa dan kekuatan bangun di malam harinya.
Dan sekarang mari kita
bercermin kepada seorang Umar bin Khattab, kekokohan ‘azamnya untuk
merubah diri lebih baik. Dan inilah ungkapan yang sering diulangnya:
“Dahulu
engkau amatlah rendah, lalu Allah tinggikan kedudukanmu, dahulu engkau
sesat kemudian Allah berikan petunjuk kepadamu, dahulu engkau hina,
kemudian Allah muliakan dirimu. Maka, apakah yang akan engkau katakan
kepada Tuhanmu esok (di akhirat)?”
Dialah manusia yang sangat
lembut hatinya, saat menjadi imam shalat tangisnya yang terdengar
hingga shaf terakhir. Yang selalu mencucurkan airmata di setiap suapan
makanan lezat, minuman dingin yang menyegarkan. Seorang laki-laki yang
benar-benar takut akan kebesaran Allah, tunduk dan patuh kepada-Nya
dengan penuh penghormatan dan rasa malu bila menghadap–Nya dalam keadaan
kekurangan.
Padahal Rasulullah telah mengabarkan jaminan surga
baginya. Namun ia sungguh lebih kuat dari semua syahwat dan godaan,
hingga seolah-olah ia benar-benar ma’shum (terjaga) dari segala kesalahan. Ia sangat takut, berhati-hati dan malu kepada Allah.
Bagaimana
ia mencontoh Rasulullah yang memenuhi malamnya dengan tahajjud dan
beribadah pada-Nya, serta siangnya dipenuhi dengan puasa dan jihad.
Inilah penghormatan sebaik-baik penghormatan. Inilah ungkapan rasa
syukur kepada Allah dengan sebaik-baik syukur. Hubungannya dengan Allah
bukan karena ketakutan akan siksanya tetapi karena kecintaan dan
pengagungan kepada Allah dan rasa malu pada-Nya.
Ia senantiasa
memacu dirinya melampaui batas kemampuannya untuk meraih sebanyak-banyak
makrifat dan syukur kepada sang penciptanya. Rasa malunya kepada Allah
telah menjauhkannya dari kemewahan dunia, bahkan dari ketenangan dunia.
Ia dan keluarganya tidak mau makan kecuali makanan pokok untuk kekuatan
tubuhnya, tidak pula menginginkan kehidupan kecuali sekadarnya.
Dengan
cermin yang begitu mempesona itu, semoga mampu menjadikan diri kita
terpacu untuk melakukan kebaikan dan meluruskan niat karena kecintaan
kita kepada Allah. Bersama-sama kita berlomba dalam kebaikan,
mengingatkan dalam kebenaran. Mengingatkan akan adanya akhirat, dan
perhitungan amal serta pertanggungjawaban setiap amalan.
“Bacalah catatan amalmu, cukuplah dirimu sendiri hari ini sebagai penghisab terhadapmu,” (QS. Al Isra: 14)
Setiap
saat memantau diri dan setiap amalan kita. Apakah yang telah kita
berikan kepada Allah? Apakah telah cukup bekal kita untuk menghadap-Nya?
“Apakah kamu mengira bahwa kami menciptakan kalian dengan sia-sia dan sesungguhnya kalian akan dikembalikan?”(QS Al Mukminun: 115)
Berharap
kita kembali kepada-Nya dengan sebaik-baik iman, Islam dan ketaqwaan.
Hingga Allah ridha dan masukkan kita ke dalam surga-Nya. Aamiin.
Mengambil intisari dari sirah sahabat para khalifah Allah.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/08/22424/bercermin-pada-kesabaran-utsman-dan-kokohnya-umar/#ixzz23tMQbPZ8
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..