Ya, jilbabmu lebar, menutup dada, dan menutup bagian belakang tubuhmu.
Jelas, kau cerdas terlebih dalam masalah agama. Tentu saja, kau sudah
pasti adalah seorang aktivis dakwah yang sibuk dengan agenda-agenda
syuro setiap pulang kuliah. Tak heran, kau adalah seseorang yang
istimewa.
Setiap hari, selain kuliah, kau sibuk berdakwah. Organisasi yang kau ikuti pun memiliki banyak kegiatan syiar dakwah di setiap minggunya. Baik di dalam kampus, maupun di luar. Waktumu dihabiskan untuk memperjuangkan Islam, menegakkan dakwah, dan berjihad di jalanNya.
Namun satu hal yang kau lupa. Kau secara tak langsung meng-‘eksklusif’kan dirimu. Kau memang eksklusif, namun yang dimaksud di sini adalah kau yang terlalu eksklusif. Pernahkah terlintas di benakmu tentang apa yang orang fikirkan tentangmu? Oh, ya, mungkin pernah. Namun, kau berfikir bahwa mereka mengganggap kau adalah gadis cantik, cerdas, dan sholehah. Cobalah sesekali kau ubah sudut pandangmu, anggap bahwa kau adalah mereka, orang-orang di luar organisasi dakwahmu.
Kesan pertama mereka adalah bahwa kau fanatik. Jujur, temanku sendiri yang mengatakan ini padaku. Terlalu fanatik dengan jilbab besarmu, menutupi sampai ke belakang hingga betismu, dan disertai gamis yang terulur di tubuhmu.
Keakrabanmu dengan teman se-‘prinsip’mu juga yang menjadi sorotan oleh mereka. Kau terlalu dekat dan hanya mau berkumpul dengan orang yang kau anggap seiman denganmu, seprinsip, dan kalau boleh aku berkata, dengan sesama akhwat berhijab lebar itu. Mereka terasingkan darimu, ukhti. Kemudian yang terjadi adalah kau yang melihat mereka sebelah mata karena anggapanmu bahwa ilmu agamamu jauh melampaui mereka. ‘afwan, kau kemudian meremehkan para perempuan diluar sana yang belum berhijab, yang sudah berhijab namun belum syar’i sepertimu, bahkan kau jauh memandang sebelah mata perempuan lain yang tidak seakidah denganmu. Astaghfirullahaladzim.
Aku sedih mendengar cerita mereka. Kau tak mau bergabung dengan mereka, bahkan ketika mereka sudah memasuki area dakwahmu pun masih kau abaikan. Mereka bilang bahwa mereka terasingkan dan merasa tidak penting ketika mereka diikutsertakan dalam kepanitiaan yang ada kelompok-kelompokmu di dalamnya. Ya, karena kau menganggap dirimu eksklusif dan kau takut ketika kau bergabung dengan mereka yang masih jauh dari syariat islam kau akan dicap sama seperti mereka.
Tentu tidak, ukhtifillah. Justru mereka yang seperti itu yang harus kau rangkul. Bergabunglah dengan mereka sesekali, buktikan bahwa kau tak se-eksklusif yang mereka kira. Kau bisa sekedar mengobrol dengan mereka, pergi ke kantin bersama mereka, atau mengerjakan tugas bareng mereka. Dengan hal ini, kau bisa melebarkan sayap dakwahmu. Kau bisa sesekali menyisipkan pesan-pesan kebaikan ketika sedang berbincang dengan mereka. Buku-buku agamamu yang kau simpan di rumah tak akan berguna bila kau simpan sendiri. Bawa buku itu ke kampusmu dan jadikan itu sebagai sarana dakwahmu. Perlahan, mereka akan mengerti bahwa kau tak seperti yang mereka kira.
Mungkin saja, mereka akan bertanya-tanya tentang bagaimana Islam yang sebenarnya kepadamu. Hingga sampai-sampai mereka akan bertanya tentang dimana kau beli khimar dan gamis yang kau kenakan, apa fungsi manset tanganmu, hingga hal-hal detail yang terlihat oleh mereka dari luar. Well, jika sudah sampai saat itu, waktunya kau untuk bersyukur dan perlahan menuntun mereka sehingga mereka bisa sampai dititik dimana kau berada sekarang. Syurga terlalu luas untuk ditempati sendiri, kan? Berbaurlah, dan ingat, jangan jadi akhwat yang terlalu eksklusif! []bersamadakwah
Setiap hari, selain kuliah, kau sibuk berdakwah. Organisasi yang kau ikuti pun memiliki banyak kegiatan syiar dakwah di setiap minggunya. Baik di dalam kampus, maupun di luar. Waktumu dihabiskan untuk memperjuangkan Islam, menegakkan dakwah, dan berjihad di jalanNya.
Namun satu hal yang kau lupa. Kau secara tak langsung meng-‘eksklusif’kan dirimu. Kau memang eksklusif, namun yang dimaksud di sini adalah kau yang terlalu eksklusif. Pernahkah terlintas di benakmu tentang apa yang orang fikirkan tentangmu? Oh, ya, mungkin pernah. Namun, kau berfikir bahwa mereka mengganggap kau adalah gadis cantik, cerdas, dan sholehah. Cobalah sesekali kau ubah sudut pandangmu, anggap bahwa kau adalah mereka, orang-orang di luar organisasi dakwahmu.
Kesan pertama mereka adalah bahwa kau fanatik. Jujur, temanku sendiri yang mengatakan ini padaku. Terlalu fanatik dengan jilbab besarmu, menutupi sampai ke belakang hingga betismu, dan disertai gamis yang terulur di tubuhmu.
Keakrabanmu dengan teman se-‘prinsip’mu juga yang menjadi sorotan oleh mereka. Kau terlalu dekat dan hanya mau berkumpul dengan orang yang kau anggap seiman denganmu, seprinsip, dan kalau boleh aku berkata, dengan sesama akhwat berhijab lebar itu. Mereka terasingkan darimu, ukhti. Kemudian yang terjadi adalah kau yang melihat mereka sebelah mata karena anggapanmu bahwa ilmu agamamu jauh melampaui mereka. ‘afwan, kau kemudian meremehkan para perempuan diluar sana yang belum berhijab, yang sudah berhijab namun belum syar’i sepertimu, bahkan kau jauh memandang sebelah mata perempuan lain yang tidak seakidah denganmu. Astaghfirullahaladzim.
Aku sedih mendengar cerita mereka. Kau tak mau bergabung dengan mereka, bahkan ketika mereka sudah memasuki area dakwahmu pun masih kau abaikan. Mereka bilang bahwa mereka terasingkan dan merasa tidak penting ketika mereka diikutsertakan dalam kepanitiaan yang ada kelompok-kelompokmu di dalamnya. Ya, karena kau menganggap dirimu eksklusif dan kau takut ketika kau bergabung dengan mereka yang masih jauh dari syariat islam kau akan dicap sama seperti mereka.
Tentu tidak, ukhtifillah. Justru mereka yang seperti itu yang harus kau rangkul. Bergabunglah dengan mereka sesekali, buktikan bahwa kau tak se-eksklusif yang mereka kira. Kau bisa sekedar mengobrol dengan mereka, pergi ke kantin bersama mereka, atau mengerjakan tugas bareng mereka. Dengan hal ini, kau bisa melebarkan sayap dakwahmu. Kau bisa sesekali menyisipkan pesan-pesan kebaikan ketika sedang berbincang dengan mereka. Buku-buku agamamu yang kau simpan di rumah tak akan berguna bila kau simpan sendiri. Bawa buku itu ke kampusmu dan jadikan itu sebagai sarana dakwahmu. Perlahan, mereka akan mengerti bahwa kau tak seperti yang mereka kira.
Mungkin saja, mereka akan bertanya-tanya tentang bagaimana Islam yang sebenarnya kepadamu. Hingga sampai-sampai mereka akan bertanya tentang dimana kau beli khimar dan gamis yang kau kenakan, apa fungsi manset tanganmu, hingga hal-hal detail yang terlihat oleh mereka dari luar. Well, jika sudah sampai saat itu, waktunya kau untuk bersyukur dan perlahan menuntun mereka sehingga mereka bisa sampai dititik dimana kau berada sekarang. Syurga terlalu luas untuk ditempati sendiri, kan? Berbaurlah, dan ingat, jangan jadi akhwat yang terlalu eksklusif! []bersamadakwah
Penulis : Ratih Oktri Nanda
Mahasiswi semester 2 di Fakultas Kesehatan Masyarakat sebuah PTN di Sumatera Utara. Menyukai bunga matahari dan musim panas. Sedang belajar, dan akan terus belajar.
Mahasiswi semester 2 di Fakultas Kesehatan Masyarakat sebuah PTN di Sumatera Utara. Menyukai bunga matahari dan musim panas. Sedang belajar, dan akan terus belajar.
ya...ukhti, jangan sampai kita terjebak dalam aktifitas, demi atas prinsip bi'ah islami namun melupakan area dakwah yg lain padahal lahan dakwah begitu luas dan membutuhkan kita untuk menggarapnya serta menyemai benih-benih kesuburan... dan ingatlah ukhti, walau sejenak cobalah berfikir seperti apa yg mereka fikirkan agar kita temukan solusi, buatlah dakwah ini menyenangkan bukan sebaliknya karena setiap kita berawal dari pandangan pertama, " jadikanlah dakwah itu indah pada pandangan pertama " sebagaiman sebuah iklan " kesan pertama begitu menggoda" ...... jadikanlah duniamu dunianya dan dunianya duniamu.....
BalasHapus