Keudukan ilmu sains di masa keemasan Islam mencapai posisi yang
tinggi dan diakui dunia kala itu. Kaum muslimin menjadi pelopor terdepan
dalam perkemabangan sains, mengusai puncak-puncak ilmu pengetahuan, dan
universitas-universitas mereka ramai dikunjungi pelajar dari penjuru
dunia, termasuk dari Eropa. Para raja Eropa mengutus putra-putra terbaik
negeri mereka untuk menimba ilmu kepada ilmuan-ilmuan Islam di
negeri-negeri Islam.
Meceritakan masa kegemilangan Islam bukan berarti kita
membangga-banggakan masa lalu kejayaan Islam, tapi kita hanya berusaha
mengobati hati sebagian pemuda muslim yang kecewa karena kondisi
keterpurukan umat Islam saat ini dan menganggap bahwa Islam menghalangi
kemajuan, dan tidak sedikit di antara mereka yang menjadi pembenci Islam
dan menjelek-jelekkan Islam (musuh dari dalam) karena kecewa dengan
Islam. Padahal tidak demikian faktanya, seorang ilmuan Perancis, Gustave
Le Bon, berangan-angan, “Seandainya kaum muslimin menjadi penguasa di
Perancis, niscaya negara ini akan seperti Cordova di Spanyol yang
muslim.” (Arab Civilization, Hal: 13). Ia juga mengatakan,
“Sesungguhnya bangsa Eropa adalah sebuah kota bagi negeri Arab (umat
Islam) karena kehebatan peradaban yang mereka miliki.” (Arab Civilization, Hal: 566).
1. Penemuan di Bidang Kesehatan
Berbicara mengenai bidang kesehatan tentu saja arah pembicaraan kita
akan tertuju pada bidang kedokteran. Ilmu kedokteran merupakan ilmu yang
perkembangannya sangat cepat. Umat Islam memberikan sumbangsih yang
sangat besar pada cabang ilmu pengetahuan ini. Kedokteran Islam bukan
sekedar mendiagnosa mengobati penyakit lalu selesai, tapi meliputi
dasar-dasar metode eksperimen yang sangat berpengaruh pada seluruh
sisi-sisi praktis sebagai pencegahan dan pengobatan, meringankan dan
akurasi pengobatan, serta menjauhkan manusia dari pola hidup yang buruk.
Ketika Islam datang, orang-orang Arab jahiliyah juga mempunyai tabib, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menganjurkan untuk berobat. Beliau bersabda, “Berobatlah! Karena Allah
tidak menurunkan penyakit kecuali membuat obatnya. Kecuali satu
penyakit, yaitu tua.” Rasulullah berobat dengan madu, kurma serta
ilalang alami dan yang lainnya. Metode ini dikenal dengan Tibbun Nabawi (Pengobatan Nabi).
Kaum muslimin tidak hanya berhenti pada tibbun nabawi, mereka
terus bereksperimen dan terus mengembangkan ilmu kedokteran. Ada seorang
dokter muslim pada abad pertengahan, Ali bin Isa al-Kahal,
spesialisasinya pada mata dan banyak merumuskan teori-teori tentang
mata. Ia mengumpulkan teorinya dalam sebuah buku yang berjudul Tazkirah al-Kahalain.
Adapula az-Zahrawi, orang pertama yang menemukan teori bedah dengan
menggunakan suntik dan alat-alat bedah. Az-Zahrawi mengarang sebuah buku
tentang ilmu bedah yang berjudul at-Tashrif Liman Ajiza an Ta’lif yang diterjemahkan ke bahasa latin oleh ilmuan Italia, Gerardo (1114 – 1187).
Sejak saat itu buku teori bedah az-Zahrawi dijadikan dasar-dasar ilmu
bedah di Eropa hingga 5 abad kemudian, yakni abad ke-16, lalu
mempengaruhi perkembangan ilmu bedah di masa berikutnya. Seorang pakar
anatomi tubuh, Hallery, mengatakan, “Seluruh pakar bedah Eropa sesudah
abad ke-16 menimba ilmu dan berpatokan pada pembahasan buku ini (at-Tashrif Liman Ajiza an Ta’lif).” (Fi Tarikh at-Tib fi ad-Daulah al-Islamiyah, Hal: 132-133).
Kemudian umat Islam juga merupakan generasi pertama yang membangun
rumah sakit. Rumah sakit Islam pertama kali didirikan pada masa
pemerintahan Khalifah al-Walid bin Abdul Malik, yang memegang jabatan
antara 705-715 M. Rumah sakit ini khusus untuk penderita lepra. Setelah
itu banyak rumah sakit dibangun di wilayah-wilayah kekuasaan Islam
lainnya. Saat itu rumah sakit disebut dengan istilah al-Baimarastanat (tempat tinggal orang sakit) bukan dengan istilah musytasyfa. Sembilan abad kemudian barulah rumah sakit-rumah sakit didirikan di Eropa.
2. Arsitektur
Arsitektur adalah ilmu yang dikenal sejak dulu karena kebutuhan
manusia untuk membuat tempat tinggal serta tempat-tempat yang menjadi
kebutuhan mereka dalam kehidupan sehari-hari, bahkan hewan pun memiliki
naluri dan insting untuk membuat bangunan tempat mereka tinggal. Namun
perhitungan dan perumusannya diperkirakan baru ada di zaman Mesir kuno,
kemudian dilanjutkan peradaban Babilonia dan Yunani.
Ilmu arsitektur masuk ke dunia Arab Islam melalui penerjemahan
buku-buku arsitektur Yunani ke dalam bahasa Arab, khususnya buku
Euclides, Ushul al-Handasah. Dari sinilah inovasi terhadap ilmu arsiterktur mulai dilakukan.
Orang-orang Arab Islam membagi arsitektur ke dalam dua bagian; aqliyah (nalar/matematika) dan hissiyah (seni atau sentuhan), atau dengan bahasa yang lebih mudah aqliyah adalah yang berkaitan dengan teori sedangkan hissiyah
adalah tataran praktis. Kita dapati sebagaian karya arsitek Islam, Ibnu
Haitsam, membuat teori persamaan dan materi dalam pembahasan cahaya
untuk menentukan titik pantul dalam kondisi bulat berbentuk cakeram,
krucut, cembung, atau botol kaca.
Pujian pun dilontarkan oleh ilmuan-ilmuan Barat terhadap arsitek dan
arsitektur Islam. Martin Isbraikes, salah seorang orientalis yang
meneliti sejarah Islam dalam masalah arsitektur dan ruang, mengatakan,
“Meski dunia Arab diliputi kebodohan dalam bidang arsitek pada permulaan
masa penaklukkan, namun pada kenyataannya arsitektur-arsitektur Islam
terlihat di setiap negeri dan setiap zaman, berikut pengaruhnya dalam
peradaban Islam. Di negeri Islamlah terdapat banyak bangunan sekolah
setempat yang merupakan lambang keahlian pembuatnya.” (Turats Islam bi Isyraf, Hal: 232).
3. Kamera
Sulit kita bayangkan dunia modern saat ini tanpa kamera.
Perusahaan-perusahaan besar seperti Instagram dan Canon memanfaatkan
tekonologi ini sebagai “barang dagang” mereka yang utama. Seorang ilmuan
Islam yang bernama Ibnu al-Haytam adalah orang pertama yang
mengembangkan kemampuan optik untuk difungsikan menjadi kamera.
Hidup di tengah kota besar Kairo pada awal tahun 100-an M, Ibnu
al-Haytam dikenal sebagai seorang ilmuan yang paling terkemuka. Ia
mengembangkan berbagai macam teori sains. Ketika menjadi tahanan rumah
pada saat Bani Fatimiah berkuasa, ia mulai mempelajari kerja cahaya.
Sebagian penelitiannya terfokus pada bagaimana memungsikan lensa pada
kamera. Ia adalah ilmuan pertama yang menyadari ketika pin hole (lubang kecil kamera) dimasukkan ke dalam lightproof
(kotak hitam), maka akan memproyeksikan sebuah gambar. Semakin kecil
lubangnya, maka kualitas gambar yang dihasilkan pun semakin tajam. Tanpa
penelitian Ibnu al-Haytam mengenai pergerakan cahaya ini, maka kamera
yang ada di zaman modern ini tidak akan pernah ada.
4. Geografi
Peninggalan Islam dalam bidang ini mempunyai peranan khusus yang amat
penting, walaupun geografi bukanlah ilmu yang dilahirkan oleh kaum
muslimin. Namun karya-karya umat Islam pada cabang ilmu geografi
berpengaruh pada penjelajahan dunia bahkan penyebaran penduduk di muka
bumi ini.
Bapak geografi Yunani, Hektatius, menyatakan bahwa bumi menggambar
sebuah peta dengan dasar bulat pipih melingkar, walaupun teori Hektatius
ini disanggah oleh Plato yang meyakini bahwa bumi itu bulat, namun
Plato tak mampu mengungkapkan argument yang kuat atas teorinya tersebut.
Kemudian ilmuan Islam, diantaranya Khalifah Abbasiyah, al-Makmun
sebagai orang pertama yang merumuskan bumi itu bulat dengan mengadakan
penelitian dengan memprediksi letak bintang kutub. Ilmuan lainnya adalah
Ibnu Khardzabah, yang menyatakan “Bumi itu berputar sebagaimana bola,
tempatnya seperti muhhah (kuning telur) dalam tengah telur.” (al-Masalik wa Mamalik, Hal: 4). Hal itu ia rumuskan berangkat dari kajian terhadap Alquran surat Az-Zumar: 5 dan An-Naziat: 30.
Ilmuan Islam juga berjasa membuat peta laut sehingga banyak orang mengadakan ekspedisi laut untuk mengelilingi dunia dan berdampak
pada tersebarnya manusia di berbagai benua di muka bumi. Seperti peta
yang dibuat al-Idris dan al-Mas’udi dalam bukunya Murawwaju adz-Dzahab.
Pembuatan peta ini jauh sebelum Cristoper Columbus mengklaim menemukan
benua Amerika –mengenai klaim Columbus sebagai penemu benua Amerika
telah penulis sanggah dalam tulisan sebelumnya: Klaim Columbus-.
Gustave Le Bon mengatakan, “Buku-buku Arab yang telah sampai kepada
kita dalam ilmu Geografi penting untuk satu tujuan, dan sebagian
dasar-dasar ilmu ini menjadi pelajaran di Eropa selama berabad-abad.” (Gustave Le Bon, Hal: 469).
Ditulis oleh Nurfitri Hadi, M.A.
Artikel KisahMuslim.com
Artikel KisahMuslim.com
Baca Juga
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..