Qarun adalah sosok kaya raya yang hidup pada zaman Nabi Musa as. Dia
memiliki kekayaan yang melimpah ruah sehingga kunci-kunci tempat
penyimpanan hartanya dilukiskan dalam redaksi ayat, “sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat”
(QS. 28:76). Bisa dibayangkan, kuncinya saja sebanyak dan seberat itu,
apatah lagi harta kekayaan dan perhiasan yang tersimpan di dalamnya.
Namun karena kesombongannya, Qarun akhirnya ditenggelamkan Allah ke
dasar bumi beserta seluruh harta kekayaannya itu.
Dalam konteks kisah Qarun ini, Allah menampilkan sikap dua kelompok
manusia dalam memandang harta kekayaan sebagaimana tercantum dalam surah
Al-Qashshash, 28:79-80. Kelompok pertama memandang harta sebagai sumber
kesenangan dan kebahagiaan dan mereka berangan-angan dapat memiliki
harta yang mewah dan berlimpah sebagaimana yang dimiliki Qarun. Tetapi,
tatkala mereka menyaksikan kesudahan yang buruk dari episode kehidupan
Qarun, mereka pun segera insaf dan menyadari kesalahannya lalu berkata, “Aduhai,
benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari
hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan
karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula).
Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat
Allah).”
Sedangkan kelompok kedua, yaitu orang-orang yang dianugerahi ilmu,
tidak tertipu dengan gemerlapnya harta dan meyakini bahwa pahala dari
Allah adalah lebih baik bagi orang beriman dan mengerjakan kebajikan.
Menariknya, ayat ke-80 ini ditutup dengan ungkapan “dan (pahala yang besar) itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar.” Ini
secara gamblang menggarisbawahi tentang pentingnya sikap kesabaran
dalam berinteraksi dengan harta, baik ketika “disempitkan” oleh Allah
maupun tatkala “diluaskan”-Nya.
Orang yang tidak sabar dengan kesempitan harta cenderung bertindak
melanggar aturan dengan melakukan segala cara untuk mengejar kekayaan,
sedangkan orang yang tidak sabar dengan keluasan harta rentan terhadap
kesombongan dan kemewahan. Orientasi hidup orang yang tidak sabar ini
sebatas duniawi belaka sehingga mereka selalu berusaha mengejar kekayaan
dengan cara apa pun lalu menikmatinya sepuas-puasnya selama hidup di
dunia.
Sementara itu, orientasi orang yang sabar lebih berdimensi akhirat,
meskipun bukan berarti melupakan dunia (QS. 28:77). Bagi mereka, dunia
sekadar tempat transit sementara menuju kehidupan akhirat. Kegemerlapan
harta tidak menyilaukan mata karena mereka meyakini pahala dan ganjaran
dari Allah jauh lebih baik dan lebih layak untuk dikejar.
Orang yang sabar dan berorientasi ukhrawi ini lebih suka berbagi
dengan sesama daripada menikmatinya sendiri. Mereka memilih mendatangi
masjid untuk shalat karena seruan hayya ‘ala al-falah (mari
menuju kemenangan) daripada sibuk menunggui barang dagangannya. Mereka
lebih mengejar pahala shalat Subuh berjamaah yang pahala shalat sunnah qabliyahnya
saja lebih baik dari dunia beserta seluruh isinya. Mereka sengaja
memilih berlapar-lapar dengan puasa daripada memenuhi perutnya dengan
beraneka makanan dan minuman.
Mereka inilah orang-orang yang beruntung karena memilih menjalin
‘perniagaan dengan Allah’, perniagaan yang tidak pernah merugi
(QS.35:29). Bagi mereka, harta adalah sarana mendekatkan diri kepada
Allah, bukan justru menjauhkannya sebagaimana yang terjadi pada Qarun.
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..