Dalam konteks kisah Qarun ini, Allah menampilkan sikap dua kelompok 
manusia dalam memandang harta kekayaan sebagaimana tercantum dalam surah
 Al-Qashshash, 28:79-80. Kelompok pertama memandang harta sebagai sumber
 kesenangan dan kebahagiaan dan mereka berangan-angan dapat memiliki 
harta yang mewah dan berlimpah sebagaimana yang dimiliki Qarun. Tetapi, 
tatkala mereka menyaksikan kesudahan yang buruk dari episode kehidupan 
Qarun, mereka pun segera insaf dan menyadari kesalahannya lalu berkata, “Aduhai,
 benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari 
hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan 
karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). 
Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat 
Allah).”
Sedangkan kelompok kedua, yaitu orang-orang yang dianugerahi ilmu, 
tidak tertipu dengan gemerlapnya harta dan meyakini bahwa pahala dari 
Allah adalah lebih baik bagi orang beriman dan mengerjakan kebajikan. 
Menariknya, ayat ke-80 ini ditutup dengan ungkapan “dan (pahala yang besar) itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar.” Ini
 secara gamblang menggarisbawahi tentang pentingnya sikap kesabaran 
dalam berinteraksi dengan harta, baik ketika “disempitkan” oleh Allah 
maupun tatkala “diluaskan”-Nya.
Orang yang tidak sabar dengan kesempitan harta cenderung bertindak 
melanggar aturan dengan melakukan segala cara untuk mengejar kekayaan, 
sedangkan orang yang tidak sabar dengan keluasan harta rentan terhadap 
kesombongan dan kemewahan. Orientasi hidup orang yang tidak sabar ini 
sebatas duniawi belaka sehingga mereka selalu berusaha mengejar kekayaan
 dengan cara apa pun lalu menikmatinya sepuas-puasnya selama hidup di 
dunia.
Sementara itu, orientasi orang yang sabar lebih berdimensi akhirat, 
meskipun bukan berarti melupakan dunia (QS. 28:77). Bagi mereka, dunia 
sekadar tempat transit sementara menuju kehidupan akhirat. Kegemerlapan 
harta tidak menyilaukan mata karena mereka meyakini pahala dan ganjaran 
dari Allah jauh lebih baik dan lebih layak untuk dikejar.
Orang yang sabar dan berorientasi ukhrawi ini lebih suka berbagi 
dengan sesama daripada menikmatinya sendiri. Mereka memilih mendatangi 
masjid untuk shalat karena seruan hayya ‘ala al-falah (mari 
menuju kemenangan) daripada sibuk menunggui barang dagangannya. Mereka 
lebih mengejar pahala shalat Subuh berjamaah yang pahala shalat sunnah qabliyahnya
 saja lebih baik dari dunia beserta seluruh isinya. Mereka sengaja 
memilih berlapar-lapar dengan puasa daripada memenuhi perutnya dengan 
beraneka makanan dan minuman.
Mereka inilah orang-orang yang beruntung karena memilih menjalin 
‘perniagaan dengan Allah’, perniagaan yang tidak pernah merugi 
(QS.35:29). Bagi mereka, harta adalah sarana mendekatkan diri kepada 
Allah, bukan justru menjauhkannya sebagaimana yang terjadi pada Qarun.
 
 
 
 
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..