ilustrasi : www.zawaj.com |
Dalam kehidupan berkeluarga, suami, isteri
dan anak-anak adalah satu tim. Mereka beraktivitas dalam satu tim untuk
mencapai visi bersama, yang oleh karena itu harus saling bekerja sama
dengan baik. Sebagai satu tim, suami, isteri dan anak-anak berinteraksi
secara positif untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki, hingga
bisa mencapai kondisi-kondisi yang dikehendaki. Personal inti dalam tim
keluarga adalah suami dan isteri, sebagai pembentuk keluarga itu sejak
pertama kali.
Tim keluarga tidak bisa mencapai visi, tujuan
dan kondisi yang mereka kehendaki, apabila tidak bisa bekerja sama
dengan baik antara satu dengan yang lain. Salah satu kunci yang harus
dimiliki oleh suami dan isteri adalah kesediaan untuk saling melengkapi,
agar kekurangan dan kelemahan satu pihak bisa ditutup oleh yang lain.
Semua pekerjaan dan kewajiban berumah tangga bisa terselesaikan dengan
baik apabila suami dan isteri selalu bersikap saling melengkapi.
Kesadaran bersama antara suami dan isteri
untuk saling melengkapi ini sangat penting bagi terbentuknya keluarga
yang kompak dan harmonis. Kesadaran ini hendaknya dibangun di atas
beberapa pengertian atas realitas hidup berumah tangga sebagai berikut.
Suami dan Isteri Memang Berbeda
Hal yang sering dilupakan oleh pasangan suami
isteri adalah kenyataan bahwa mereka tidak sama. Laki-laki dan
perempuan adalah dua makhluk yang berbeda, dan tidak akan pernah menjadi
sama berapapun lamanya mereka hidup bersama dalam keluarga. Sampai
akhir hayatnya, suami adalah lelaki yang lengkap dengan segala potensi
dan ego kelelakiannya. Sampai akhir hayatnya, isteri adalah perempuan
yang lengkap dengan segala potensi dan ego keperempuanannya.
Tentu saja ada sangat banyak persamaan, namun
kita tidak boleh mengingkari adanya perbedaan tersebut. Secara umum,
para peneliti menemukan struktur otak yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan, yang menyebabkan laki-laki dan perempuan memiliki beberapa
kecenderungan yang khas.
Studi menunjukkan, otak laki-laki memiliki
ukuran 8 sampai 10 % lebih besar dibanding perempuan. Namun bukan
berarti laki-laki lebih pintar karena ukuran otak ini. Otak manusia
terdiri dari materi abu-abu yang melakukan pemikiran dan materi putih
yang menghubungan tindakan yang berbeda dari otak. Karena laki-laki
memiliki materi abu-abu yang lebih sedikit, mereka cenderung bertindak
dengan single-minded focus, tidak memperhitungkan lebih dalam
dalam bertindak. Sedangkan perempuan lebih banyak pertimbangan, karena
memiliki materi putih yang lebih banyak.
Pada sisi yang lain, perempuan bisa melakukan
berbagai tugas lebih cepat dan lebih baik dibanding laki-laki. Hal ini
dikarenakan neuron yang menyusun otak perempuan berkomunikasi lebih baik
antara satu dengan lainnya, daripada neuron yang ditemukan di dalam
otak laki-laki. Perempuan memiliki kemampuan menyelesaikan tugas yang
diberikan tanpa harus melibatkan neuron dalam jumlah besar pada
prosesnya.
Wanita memiliki area yang lebih besar di otak
yang bekerja pada insting pelacakan, inilah yang membuat mereka bekerja
lebih cepat ketika yang lain masih berpikir. Ketika wanita berpikir,
mereka menggunakan sisi kanan otak yang mengkhususkan diri dalam masalah
emosional. Ini mengapa perempuan lebih baik menangkap isyarat seperti
bahasa tubuh, nada suara, dan lain sebagainya.
Nah, jelas-jelas berbeda bukan? Jika tidak
berusaha untuk saling melengkapi, maka sudah bisa dipastikan akan selalu
terjadi konflik antara laki-laki dan perempuan di dalam kehidupan
keluarga setiap harinya. Padahal konflik seperti itu bisa dihindari
dengan jalan saling mengerti dan melengkapi satu dengan yang lainnya.
Keluarga Selalu Mengalami Perkembangan
Banyak orang menganggap keluarga itu statis,
seakan akan semua selalu berada dalam keadaan yang sama. Padahal
keluarga itu adalah sebuah dunia yang sangat dinamis. Saya sering
menyebut keluarga sebagai “organisme hidup”, yang memiliki ciri
pertumbuhan dan perkembangan. Setiap hari ada yang baru, setiap saat ada
yang berubah, setiap hari ada yang tumbuh dan berkembang. Suami
mengalami pertumbuhan dan perkembangan, isteri mengalami pertumbuhan dan
perkembangan, demikian pula anak-anak.
Oleh karena semua mengalami pertumbuhan dan
perkembangan, maka corak interaksi dan komunikasi di antara mereka juga
harus selalu menyesuaikan dengan perubahan-perubahan tersebut. Termasuk
janji, kesepakatan dan komitmen yang pernah dibuat di antara suami dan
isteri, tidak bisa diberlakukan sepanjang hayat, selama-lamanya. Semua
harus menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang selalu muncul
sepanjang perjalanan kehidupan berumah tangga.
Pada keluarga yang telah menapaki umur
pernikahan selama duapuluh tahun, maka kondisi suami dan isteri tersebut
saat ini jelas berbeda dengan duapuluh tahun lalu saat menjadi
pengantin baru. Anda bisa membayangkan dan membuat daftar panjang, apa
sajakah yang berubah dari seseorang –laki-laki maupun perempuan—setelah
melampaui waktu duapuluh tahun? Fisik tentu banyak berubah, seperti
berat badan, bentuk tubuh, warna rambut, keriput kulit dan lain
sebagainya.
Namun harus diingat, yang berubah setiap hari
bukan hanya fisik. Pikiran, perasaan, selera, keinginan, dan kondisi
kejiwaan juga berubah. Tidak pernah tetap, selalu ada kebaruan karena
bertambahnya pengalaman dalam kehidupan. Bahkan kakek dan nenek yang
sudah berusia tua, kakek berumur 85 tahun, nenek berumur 80 tahun, sudah
menjalani hidup berumah tangga selama 60 tahun, tetap saja ada yang
baru dari kehidupan mereka.
Oleh karena adanya pertumbuhan dan
perkembangan itulah, maka diperlukan saling pengertian antara suami dan
isteri. Harus ada komitmen dua belah pihak untuk berusaha saling
mengenali dan saling melengkapi, karena suami hari ini sudah berada
dalam kondisi yang berbeda dengan kemarin. Isteri hari ini sudah
mengalami pertumbuhan dan perkembangan dibanding isteri yang kemarin.
Kita selalu berubah, tidak pernah tetap.
Mensiasati Kesibukan Suami Isteri
Suami dan isteri di zaman kita hidup ini,
sedemikian disibukkan oleh berbagai aktivitas yang menjadi tugas dan
amanah masing-masing. Suami bekerja, isteri juga banyak yang bekerja.
Suami aktif dalam kegiatan organisasi atau partai atau kemasyarakatan,
isteripun demikian. Sehingga masing-masing tersibukkan oleh dunianya,
yang bisa membuat mereka saling asing dan menjauh satu dengan yang
lainnya.
Ketika hidup berumah tangga menuruti ritme
kesibukan, yang akan terjadi adalah suasana yang monoton. Melewati hari
dengan mekanis. Bangun pagi, menyiapkan sarapan keluarga, membersihkan
kamar, bersiap kerja, mengantar anak sekolah, dan seterusnya sampai sore
atau malam hari saat masing-masing pulang ke rumah dalam keadaan lelah
dan jenuh akibat kerja seharian. Suami sibuk dengan dunia pekerjaan,
organisasi dan seabreg kegiatan lainnya, demikian pun isteri.
Menyadari adanya kesibukan yang bertumpuk dan
rutin inilah yang harus semakin menguatkan tekat suami dan isteri untuk
selalu memperbarui janji serta komitmen untuk saling melengkapi. Pada
gilirannya mereka akan mampu bekerja sama dengan harmonis, saling
mengisi, saling memberi, saling mengingatkan, saling menguatkan, saling
membantu pasangan dalam mencapai kebahagiaan hidup berkeluarga.
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..