Apakah modal utama bagi kader untuk bekerja di kancah politik praktis
meraih kemenangan dalam Pemilu Legislatif 2014 ? Tentu sangat banyak
modal yang telah dimiliki kader, dan dengan itulah mereka terus menerus
bekerja tanpa peduli posisi dirinya sebagai apa dalam perhelatan Pemilu
kelak. Namun saya akan mengajak melihat satu modalitas utama yang harus
ada dan harus terus menerus dijaga oleh seluruh kader, yaitu modal
ikhlas.
Ikhlas Itu Bekerja Karena Allah
Sebagian kader mendapat amanah sebagai calon anggota legislatif
(caleg), sebagian yang lain mendapatkan amanah sebagai pengurus Partai,
sebagian yang lain mendapatkan amanah melakukan dakwah ‘amah ke berbagai
lapisan masyarakat. Bagian terakhir inilah yang berjumlah paling
banyak. Bukan caleg, bukan pengurus partai, namun mereka adalah kader
yang terus menerus konsisten melakukan kegiatan dakwah dan menebar
kebaikan di tengah kehidupan masyarakat.
Masyarakat umum berpandangan, pekerjaan memenangkan Pemilu itu adalah
tanggung jawab para caleg, karena mereka yang kelak akan “menikmati
hasilnya”. Logika itu tidak berlaku di kalangan kader. Semua kader
bekerja keras berupaya memenangkan Pemilu, tanpa berpikir apakah dirinya
caleg atau bukan. Tanpa berhitung apakah “caleg jadi” atau tidak. Semua
kader mengerti, bahwa memenangkan Pemilu adalah ibadah li i’la-i
kalimatillah.
Bekerja dalam konteks ibadah inilah yang memberikan kekuatan moral
yang luar biasa pada semua kader. Semua bekerja untuk Allah, bekerja
karena Allah, bukan untuk mendapatkan kursi, bukan untuk mendapatkan
kekuasaan, bukan untuk mencari kekayaan dan keterkenalan pribadi. Bukan
pula hanya bekerja karena menjadi caleg. Caleg atau bukan, itu hanya bab
pembagian amanah. Tidak ada kamus berebut amanah, yang ada adalah
kesiapan melaksanakan amanah sebagai bagian dari ibadah kepada Allah.
Sebagai wujud dari kecintaan kepada Allah.
Inilah makna ikhlas. Jika memang ikhlas, maka upaya memenangkan
Pemilu 2014 adalah bekerja untuk Allah, bekerja karena Allah, bekerja di
jalan Allah. Bukan orientasi individu, bukan motif pribadi, bukan gila
kekuasaan dan kehormatan.
Ikhlas Itu Semangat dan Kerja Keras
Sangat aneh jika orang bekerja untuk Allah dilakukan dengan kemalasan
dan bersantai-santai. Bagaimana mungkin kader yang mengerti ma’na
syahadatain, ma’rifatullah, ma’rifatur rasul, haqiqatul iman, dan
berbagai pemahaman dasar lainnya, tidak memiliki semangat untuk bekerja
di jalan Allah? Bagaimana mungkin kader yang mengerti jalan dakwah para
Rasul, mengerti hambatan dan tantangan di sepanjang perjalanan mujahid
dakwah, masih bermalas-malasa melaksanaka aktivitas memenangkan Pemilu
2014?
Sebagian kader masih ada yang berkata tidak tepat, “Kok ambisius
banget sih, menang Pemilu atau tidak, semua sudah tertulis di Lauh
Mahfuzh. Jadi, untuk apa kerja serius, santai sajalah…” Bagaimana bisa
santai, melihat persoalan umat yang sedemikian banyak untuk
diselesaikan? Bagaimana bisa santai, melihat berbagai PR perbaikan
masyarakat, bangsa dan negara yang masih menumpuk?
Jika memang ikhlas, artinya kita siap kerja keras. Kerja ini bukan
untuk seseorang, bukan untuk mencapai jabatan dan kekayaan personal.
Kerja ini untuk Allah, karena Allah, bagaimana bisa malas ? Jika memang
ikhlas, tunjukkan dengan semangat dan kerja keras. Ikhlas itu tampak
dalam semangat dan kerja keras.
Ikhlas Itu Tenaga Berlipat Ganda
Justru karena orientasi pekerjaan ini tidak bercorak pribadi, maka
energi yang muncul menjadi tidak terbatas. Orientasi kerja dalam
pemenangan Pemilu adalah ibadah, kerja untuk Allah, menebar kebajikan di
berbagai bidang kehidupan, meretas jalan peradaban, menguatkan upaya
pelaksanaan misi kemanusiaan dan dakwah. Semua kader menyimpan energi
potensial luar biasa besarnya untuk melakukan semua pekerjaan itu.
Menjaga keikhlasan dalam niat, dalam langkah, dalam cara, dalam
upaya, dalam kerja dan do’a, akan membuat tenaga kader tidak ada
habisnya. Jika bekerja semata-mata karena ingin mendapat posisi,
kekuasaan, kekayaan, keterkenalan dan orientasi pragmatis lainnya, maka
akan cepat membuat lelah, cepat memunculkan fitnah, cepat menyulut
konflik, cepat merusak ukhuwah, cepat melemahkan jama’ah. Tenaga
terkuras sia-sia, tanpa ada hasil yang bisa dibanggakan di hadapan-Nya.
Banyak kader, bukan caleg, bukan pengurus Partai, rela mengeluarkan
dana, rela mengorbankan waktu dan tenaga, rela menyumbangkan berbagai
fasilitas yang dimilikinya demi kesuksesan pemenangan Pemilu 2014.
Mereka ini memiliki tenaga berlipat ganda, karena keikhlasan yang
terpatri dalam jiwa. Bahkan banyak yang bekerja di tengah kesunyian yang
mencekam, tanpa diliput media, tanpa disebut namanya, tanpa muncul di
publik, namun kerja dan kontribusinya luar biasa. Tentu saya tidak boeh
menyebut nama maupun identitasnya.
Ikhlas Itu tetap Bekerja Walau Dicela
Kader tidak mencari sensasi, juga tidak mengharap selalu dipuji.
Kader akan tetap bekerja walau dicela dan dicaci maki. Energi yang
dimiliki kader bukanlah karena pujian. Jika bekerja karena ingin
mendapat pujian, maka begitu celaan lebih sering didapatkan, matilah
semangatnya. Matilah amal kebajikannya. Matilah upaya pemenangan pemilu
dan mati pula cita-cita.
Membaca media tentu bagian dari kebutuhan dakwah, namun begitu media
sedang dipenuhi kesumat dengan celaan dan cacian, tidak akan menyurutkan
semangat kader untuk bekerja. Ikhlas itu artinya tetap bekerja walau
dicela, karena kader memahami kerja yang dilakukan tak selamanya berbuah
pujian dan sanjungan. Tak sedikit kerja kebaikan yang diapresiasi media
dengan cemoohan dan celaan.
Tetaplah bekerja karena itulah komitmen kita. Bekerja untuk
Indonesia, bekerja untuk perbaikan keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Bekerja untuk tercapainya tujuan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Bekerja untuk menuju peradaban mulia. Bekerja di jalanNya,
karenaNya dan untukNya. Bekerja senantiasa, tanpa jeda, tanpa batas
masa.
Harapan itu selalu ada, selama kita di jalanNya.
Yogyakarta, 4 Oktober 2013
Sumber : http://cahyadi-takariawan.web.id/?p=3079
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..