Assalamu Alaikum, Selamat datang Saudaraku. Semoga BLOG ini bermanfaat dan harapan kami agar Anda sering datang berkunjung. Wassalam. ==> YAHYA AYYASY <==

Hidupmu Sungguh Berarti Bro…

Pernah ditimpa masalah yang luar biasa beratnya? Yang karena masalah itu kamu merasa dirimu menjadi orang yang paling malang sedunia, Seolah-Olah kamu merasa sakit seakan terhimpit? Atau jangan-jangan, kamu merasa masalahmu itu nggak ada jalan keluarnya? Hehehe, tenang aja bro, semua ada jalannya kok. Jangan sampai karena hal-hal seperti itu kamu merasa sudah nggak punya semangat hidup, semangat untuk bermanfaat bagi orang lain. Kenapa aku ngomong seperti ini? Soalnya bro, banyak pemuda-pemuda di negeri ini mengalami hal serupa dan merasa dirinya udah nggak punya manfaat di masyarakat. 

Alhasil mereka menjalani hidup sesuka hati, tanpa memperdulikan sekitar. Tidak jarang pula mereka banyak merugikan orang lain. Atau ada yang lebih ngeri dan lebih nekat bro, itu yang diberitain di tipi-tipi, “seorang pemuda melompat ke dalam sumur karena tidak dibelikan motor oleh orang tuanya”, ada juga yang bunyinya seperti ini, “seorang pemudi nekat mengakhiri hidupnya lantaran diputus cintanya oleh sang kekasih”. Wuih, ngeri banget bacanya… Gimana bro bacanya??? Hihihi, Rugi ya bro kalau punya pikiran kayak gitu. Yuk kita lihat bareng-bareng, Percaya deh, Hidupmu Sungguh Berarti!!

Bangkit Dari Keterpurukan

Untuk pertanyaan awal tulisan di atas, saya yakin kita akan sepakat untuk menjawab, “Ya”. Semua manusia yang berakal mau-tidak mau akan menghadapi hal-hal yang tidak sesuai dengan keadaan yang dikehendakinya. Dengan dibekali akal, manusia akan menganggap sesuatu yang mengancam dirinya sebagai masalah. Ada kalanya, masalah yang kita hadapi itu terasa berat dan memaksa kita untuk terjatuh. Jatuh dalam keterpurukan, ketika kita merasa bahwa masalah itu tak dapat diselesaikan.

Terjatuh, semestinya menjadi suatu keniscayaan bagi manusia yang tengah belajar, dan ini menjadi hal yang wajar. Semua manusia pernah terjatuh. Kesuksesan Dakwah Rasulullah Muhammad, SAW, diawali penuh dengan kegetiran, kegagalan di awalnya, dan jatuh dalam lubang penuh hinaan. Coba ingat kembali Usaha Rasulullah untuk mengajak Bani Tha’if menuju jalan Allah, apa yang didapatinya? Beliau dihina habis-habisan, dicaci dengan penuh emosi dan terakhir diolok-olok dan dilempari bebatuan oleh anak-anak kecil yang telah dihasut orang tuanya. “orang gila,… orang gila..”, mungkin seperti itu olok-olokkan yang dilontarkan kepada beliau yang sunggauh mulia ini. Dan dalam sejarah, tercatat Rasulullah mengadu dan mengeluhkan hal ini kepada Allah. Beliau sempat merasa gundah dan gelisah, tetapi tentu saja tetap penuh rasa keimanan yang istiqomah. Apakah Rasulullah menyerah dan membiarkan dirinya berada dalam lubang kegagalan ini? Tidak. Beliau bangkit, dan terus melangkah. Terus menyebarkan risalah, yang diemban penuh amanah. Dan kita lihat buah dari kepercayaannya itu, buah dari kokohnya iman. Ajarannya yang sungguh mulia itu sampai ke tengah kita yang jaraknya berpuluh-puluh ribu Kilometer dari pusat perjuangannya dan terpisah oleh jurang waktu yang cukup lama, 1400an tahun yang silam.

Belajar Dari Semut

Alkisah, di sebuah gurun pasir nan terik, seorang arab badui tengah terduduk lesu setelah melalui perjalanan yang sangat jauh. Perbekalannya habis dan dirinya hampir saja merasa kalah dan pasrah tanpa lagi bersusah payah. Hingga ketika ia hampir menyerah, dilihatnya seekor semut tengah bersusah payah menaiki sebuah batu. Diamatinya semut itu. Semut itu terjatuh begitu hampir sampai ke puncak batu, tetapi ia mencoba bangkit dan kembali bersusah payah menaikinya.Ketika puncak batu sudah dihadapan mata, ia kembali terjatuh. Semut itu kembali bangkit dan memulai mendaki, begitu peristiwa ini berulang-ulang terjadi hingga si semut berhasil sampai ke atas batu. Melihat jerih payah si semut, badui ini bangkit dan berujar, “Aku lebih berhak untuk terus berusaha tanpa menyerah ketimbang semut ini”. Hingga akhirnya badui ini sampai ke perkampungan yang ditujunya.

Kisah ini begitu populer dan inspiratif. Banyak dari ulama dan trainer kondang mengambil hikmah dari kisah ini. Sudah selayaknya pula kita mengambil contoh kegigihan dari seekor semut. Pernah melihat semut penuh ambisi, seperti yang dikisahkan di awal? Cobalah halangi jalur yang ingin dilewatinya dan lihatlah, akankah ia berbalik mundur? Tidak. Takkan pernah kau dapati ia berbalik. Ia akan mencoba memanjat dinding penghalang yang menghalanginya. Meski berulang kali terjatuh ia akan tetap mencoba melewatinya. Ketika ia merasa tak mampu melewatinya, ia akan memutar, mencari jalan lain untuk sampai ke tempat tujuannya. Tak akan kau temui ia berbalik arah dan kembali ke sarangnya.Bagaimana komentar kita melihat kegigihan ini? Semestinya, kita mengambil langkah yang sama dengan apa yang dipilih semut ini. Ketika ada masalah, teruslah melaju, cobalah daki gunung masalahmu itu. Naikilah meski harus terjatuh berulang kali. Ketika tak mungkin untuk menaikinya, maka memutarlah, carilah opsi-opsi lain untuk memecahkan masalah itu. Berbalik Ke belakang dan menyerah, bukanlah ciri dari muslim yang tangguh. Ingatlah, “manusia yang dikaruniai akal, lebih berhak untuk terus berjuang tanpa menyerah ketimbang semut yang hidup hanya dengan mengandalkan insting”.

Kuntum Khaira ummah
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (Q.S. Ali-Imran:11)

Masihkah merasa bahwa kamu sudah tidak mempunyai manfaat dan tidak bernilai lagi? Coba deh, renungi ayat di atas. Kamu dibilang sebagai umat terbaik lho!! Tapi dengan syarat, kamu itu menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan menyeru untuk beriman kepada Allah. Gimana, susah nggak sih untuk jadi umat terbaik? Sangat mudah, sungguh mudah. Coba baca kembali Firman Allah tersebut, ada nggak sih terms of condition bahwa kita harus berhasil dalam mengajak? Nggak kan?

Benar bro, Allah tak sedikitpun hendak melihat hasil dari usaha kita. Namun, proseslah yang dinilai oleh-Nya. Proses dari Jerih payah kita yang dinilai, bukan hasil akhir. Sekali lagi ingat,”Bukan Hasil Akhir yang dinilai!!!”

Seorang Ustadz pernah bernasehat kepadaku, beliau seorang alim yang ingin melepaskan cengkeraman dunia dari dalam hatinya, Setyadi namanya.

“Saudaraku, berhati-hatilah terhadap tawakkal kita. Banyak manusia berkata bahwa ia bertawakkal atas ikhtiar yang telah dilakukannya. Nyatanya, ketika hasil dari upayanya tak sesuai dengan harapan, ia kecewa dan mengeluh. Sungguh yang seperti ini tak bisa disebut tawakkal. Jika seperti ini keadaannya, maka kita tak lagi sedang bertawakkal kepada Allah melainkan Tawakkal kepada amal. Semestinya orang yang mengaku bertawakkal, ia tak lagi terpaku pada hasil akhir dari buah usahanya itu.”

Untaian nasehat yang dilontarkan sang ustadz, memang benar adanya. Kebanyakan dari kita mengaku telah bertawakkal pada Allah padahal sejatinya kita tengah bertawakkal atas amal-amal kita. Naudzubillahi min dzalik. 
Eh, tapi wajar dong sebagai manusia kita merasa tidak puas dengan hasil ikhtiar kita jika tidak sesuai harapan? Hehe, benar juga sih bro. Manusia dibekali syahwat oleh Allah dan dianugerahi akal yang menjadikannya paling mulia diantara makhluk yang lain, jadi rasa kecewa ataupun penyesalan pasti ada. Makanya, dengerin nih kelanjutan nasehat sang ustadz,

“Saudaraku, memang kita diwajibkan untuk terus berusaha, tetapi ingat hasil akhir dari jerih payah kita Allahlah yang menentukan. Ketika hasil yang kita peroleh tidak sesuai dengan harapan, pastilah ada kekecewaan dalam diri kita. Oleh karena itu cepat-cepatlah kembali memahami konsep takdir yang telah Allah tetapkan. Segeralah hapus kekecewaan. Pahami dan ikhlaskan bahwa semua yang telah berlalu, tengah berlangsung atau akan terjadi, Allah telah memiliki ilmu tentangnya dan ini sudah Allah tuliskan dalam sebuah catatan rapi, Lauhul Mahfuzh. Sesungguhnya, itulah yang tengah Allah ujikan pada Ummat-Nya.”

Tuh kan, kecewa boleh tapi ingat jangan berlarut-larut dalam kekecewaan. Segera ingat konsep Qadha dan Qadar Allah. Segera bangkit, dan songsonglah masa mendatang. 
  Pada akhir nasehatnya, sang ustadz berpesan, 
“Sabar dan Ikhaslah karena hidup ini adalah ujian ketabahan.”

Gimana? Masih malas-malasan jadi umat terbaik? Kita hanya perlu menyeru dan menyeru lho. Ingat, kita tidak pernah ditarget untuk bisa melakukan penjualan dalam jumlah tertentu. Target kita, hanyalah seberapa banyak kita menyeru manusia kepada jalan Allah. Masalah hasil, its not our business, let Allah do the rest!!! 
 
Blog 

0 Komentar:

Posting Komentar

Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..

Recent Post widget Inspirasi Rabbani

Menuju

Blog Tetangga

Blog Tetangga
Klik Gambar untuk Berkunjung

Luwuk Banggai SULTENG

Luwuk Banggai SULTENG
ebeeee......