Gambar : Google |
Siang tadi (Sabtu 3 Desember 2011), saya mengikuti acara Tatsqif
Kader Dakwah di Markaz Dakwah Gambiran, Yogyakarta. Ustadz Tulus
Musthafa menyampaikan tausiyah yang sangat mengena. Penjagaan terhadap
kader pada era dakwah di ranah publik harus semakin dikuatkan.
Sarananya, kata beliau, telah terangkum dalam Doa Rabithah yang rutin
kita baca setiap pagi dan petang.
Sembari mengikuti tausiyah beliau, ingatan saya menerawang jauh ke belakang…..
Suatu masa, di era 1980-an…..
Tigapuluh tahun yang lalu, beberapa orang aktivis dakwah, tidak
banyak, hanya beberapa orang saja, duduk melingkar dalam sebuah majelis.
Di ruangan yang sempit, diterangi lampu temaram, duduk bersila di atas
tikar tua, khusyu’, khidmat, tawadhu’.
Tidak banyak, hanya beberapa orang saja. Berbincang membelah
kesunyian, pelan-pelan, tidak berisik. Semua datang dengan berjalan
kaki, naik sepeda tua, atau naik kendaraan umum saja. Pakaian mereka
sangat sederhana, apa adanya, bersahaja. Hati mereka sangat mulia.
Tigapuluh tahun yang lalu, beberapa orang itu bercita-cita tentang
kejayaan sebuah peradaban. Cita-cita besar, mengubah keadaan,
menciptakan peradaban mulia. Wajah mereka tampak teduh, air wudhu telah
membersihkan jiwa dan dada mereka. Tidak ada yang berbicara tentang
fasilitas, materi, jabatan dan kekuasaan.
Mengakhiri majelis, mereka menundukkan wajah. Tunduk dalam
kekhusyukan, larut dalam kehangatan persaudaraan, hanyut dalam samudera
kecintaah. Doa Rabithah mereka lantunkan. Syahdu, menusuk kalbu.
Air mata berlinang, bercucuran. Akankah segelintir orang ini akan
bisa mengubah keadaan ? Akan beberapa orang ini akan mampu menciptakan
perubahan ? Hanya Allah yang mengetahui jawaban semua pertanyaan. Doa
telah dimunajatkan, dari hati yang paling dalam :
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini
telah berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa dalam ketaatan
kepada-Mu, telah bersatu dalam dakwah kepada-Mu, telah berpadu dalam
membela syari’at-Mu”.
“Maka kokohkanlah ya Allah, ikatannya, kekalkanlah kasih sayangnya,
tunjukilah jalan-jalannya, penuhilah hati-hati ini dengan cahaya-Mu yang
tiada pernah pudar”.
Gambar : Google |
“Lapangkanlah dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan
keindahan tawakkal kepada-Mu. Nyalakan hati kami dengan ma’rifat
kepada-Mu, matikanlah kami dalam syahid di jalan-Mu”.
“Sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Amin”.
Sejuk, menyusup sampai ke tulang, mengalir dalam darah. Meresap
hingga ke sumsum dan seluruh sendi-sendi tubuh. Merekapun berdiri,
berangkulan, bersalaman dengan erat. Masing-masing meninggalkan ruangan.
Satu per satu. Hening, tenang. Tidak ada kegaduhan dan kebisingan.
Sekumpulan aktivis dakwah, cukup banyak jumlahnya, berkumpul dalam
sebuah ruangan yang cukup luas. Ruang itu milik sebuah Yayasan, yang
disewa untuk kantor dan tempat beraktivitas. Mampu menampung hingga
seratus orang. Semua duduk lesehan, di atas karpet. Lampu cukup terang
untuk memberikan kecerahan ruang.
Sebuah Daurah Tarqiyah dilakukan. Para muwajih silih berganti datang
memberikan arahan. Taujih para masyayikh di seputar urgensi
bersosialisasi ke tengah kehidupan masyarakat, berinteraksi dengan
tokoh-tokoh publik, memperluas jaringan kemasyarakatan dengan pendekatan
personal dan kelembagaan. Semua aktivis diarahkan untuk membuka diri
dan berkiprah secara luas di tengah masyarakat. Membangun jaringan
sosial dan membentuk ketokohan sosial.
Sekumpulan aktivis dakwah, jumlahnya cukup banyak, datang dengan
mengendarai sepeda motor, beberapa tampak mengendarai mobil Carry dan
Kijang tua. Wajah mereka bersih, bersinar. Penampilan mereka tampak
intelek, namun bersahaja. Sebagian berbaju batik, sebagian lainnya
berpenampilan rapi dengan setelan kemeja dan celana yang serasi.
Acara berlangsung khidmat dan sederhana. Namun sangat sarat muatan
makna. Sebuah keyakinan semakin terhujamkan dalam jiwa, bahwa kemenangan
dekat waktunya. Kader dakwah terus bertambah, aktivitas dakwah semakin
melimpah ruah. Semua optimis dengan perkembangan dakwah.
Usai acara ditutup dengan doa. Hati mereka khusyu’, jiwa mereka
tawadhu’. Sekumpulan aktivis dakwah, cukup banyak jumlah mereka,
menengadahkan tangan, sepenuh harapan dan keyakinan. Munajat sepenuh
kesadaran :
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini
telah berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa dalam ketaatan
kepada-Mu, telah bersatu dalam dakwah kepada-Mu, telah berpadu dalam
membela syari’at-Mu”.
“Maka kokohkanlah ya Allah, ikatannya, kekalkanlah kasih sayangnya,
tunjukilah jalan-jalannya, penuhilah hati-hati ini dengan cahaya-Mu yang
tiada pernah pudar”.
“Lapangkanlah dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan
keindahan tawakkal kepada-Mu. Nyalakan hati kami dengan ma’rifat
kepada-Mu, matikanlah kami dalam syahid di jalan-Mu”.
“Sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Amin”.
Mereka berdiri, berangkulan, bersalaman dengan erat dan hangat. Hati
mereka tulus, bekerja di jalan kebenaran, pasti Allah akan memberikan
jalan kemudahan. Doa Rabithah mengikat hati-hati mereka, semakin kuat,
semakin erat.
Perlahan mereka meninggalkan ruangan, menuju tempat beraktivitas
masing-masing. Khidmat, hening, namun tetap terpancar wajah yang cerah
dan harapan yang terang benderang.
Masa terus mengalir, sampai ke era 2000-an….
Para aktivis dakwah berkumpul, jumlah mereka cukup banyak. Memenuhi
ruangan ber-AC, sebuah gedung pertemuan yang disewa untuk kegiatan.
Diterangi lampu terang benderang, dengan sound system yang memadai, dan
tata ruang yang tampak formal namun indah. Tampak bendera berkibar
dimana-mana, dan sejumlah spanduk ucapan selamat datang kepada peserta
dipasang indah di berbagai ruas jalan hingga memasuki ruangan.
Sebuah kegiatan koordinasi digelar untuk mempersiapkan perhelatan
politik tingkat nasional. Para aktivis datang dengan sepeda motor dan
mobil-mobil yang tampak memadati tempat parkir. Mereka hadir dengan
mengenakan kostum yang seragam, bertuliskan kalimat dan bergambarkan
lambang partai. Di depan ruang, tampak beberapa aktivis berseragam khas,
menjaga keamanan acara.
Para aktivis dakwah berkumpul, jumlah mereka cukup banyak. Mereka
duduk berkursi, tampak rapi. Pakaian mereka formal dan bersih, sebagian
tampak mengenakan jas dan dasi, bersepatu hitam mengkilap. Sebagian
datang dengan protokoler, karena konsekuensi sebagai pejabat publik. Ada
pengawal, ada ajudan, ada sopir, dan mobil dinas.
Para qiyadah hadir memberikan arahan dan taklimat, sesekali waktu
disambut gegap gempita pekik takbir membahana. Rencana Strategis
(Renstra) dicanangkan, program kerja digariskan, rancangan kegiatan
telah diputuskan, para kader siap melaksanakan seluruh keputusan. Acara
berlangsung meriah, diselingi hiburan grup nasyid yang tampil dengan
penuh semangat.
Acara selesai, diakhiri dengan doa. Seorang petugas maju ke mimbar,
memimpin doa, munajat kepada Allah dengan kerendahan hati dan sepenuh
keyakinan akan dikabulkan. Doa pun diumandangkan :
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini
telah berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa dalam ketaatan
kepada-Mu, telah bersatu dalam dakwah kepada-Mu, telah berpadu dalam
membela syari’at-Mu”.
“Maka kokohkanlah ya Allah, ikatannya, kekalkanlah kasih sayangnya,
tunjukilah jalan-jalannya, penuhilah hati-hati ini dengan cahaya-Mu yang
tiada pernah pudar”.
“Lapangkanlah dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan
keindahan tawakkal kepada-Mu. Nyalakan hati kami dengan ma’rifat
kepada-Mu, matikanlah kami dalam syahid di jalan-Mu”.
“Sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Amin”.
Acara resmi ditutup. Para aktivis berdiri, berjabat tangan,
meninggalkan ruangan dengan khidmat. Terdengar kebisingan suara sepeda
motor dan mobil yang mesinnya dihidupkan. Sepeninggal mereka, tampak
panitia sibuk membereskan ruangan.
Para aktivis dakwah berkumpul, jumlah mereka sangat banyak. Harus
menyediakan ruangan yang sangat besar untuk menampung jumlah tersebut.
Ruang kantor Yayasan sudah tidak bisa menampung, ruang pertemuan yang
sepuluh tahun lalu digunakan, sekarang sudah tampak terlampau kecil.
Harus menyewa gedung pertemuan yang memiliki hall besar agar menampung
antusias para aktivis dari berbagai daerah untuk datang.
Para aktivis dakwah berkumpul, jumlah mereka sangat banyak. Mereka
datang naik pesawat, berasal dari Aceh hingga Papua. Berseragam rapi,
semua mengenakan atribut dan jas berlambang partai. Peserta yang datang
dari wilayah setempat datang dengan mobil atau taksi. Semua tampak rapi
dan bersih.
Ruangan yang besar itu penuh diisi para aktivis dakwah yang datang
dari seluruh pelosok wilayah. Dakwah telah tersebar hingga ke seluruh
penjuru tanah air. Sebagian telah menempati posisi strategis sebagai
pejabat pemerintahan, baik di pusat maupun daerah, baik di eksekutif
maupun legislatif. Hadir dengan sepenuh keyakinan dan harapan akan
adanya perubahan menuju pencerahan.
Berbagai problem dan persoalan diutarakan. Berbagai ketidakpuasan
disampaikan. Banyak kritik dilontarkan. Banyak saran dan masukan
diungkapkan. Semua berbicara, mengevaluasi diri, mengaca kelemahan dan
kekurangan, memetakan arah tujuan, namun tetap dalam bingkai kecintaan
dan kasih sayang. Para aktivis sadar bahwa masih sangat banyak
kekurangan dan kelemahan yang harus terus menerus diperbaiki dan
dikuatkan. Semua bertekad untuk terus berusaha menyempurnakan.
Sang Qiyadah memberikan taujih dengan sepenuh kehadiran jiwa, “Nabi
telah berpesan, bahwa sesungguhnya kalian dimenangkan karena orang-orang
lemah di antara kalian. Maka tugas kita adalah selalu memberikan
perhatian terhadap masyarakat, terlebih lagi kelompok dhuafa. Termasuk
dhuafa di antara kader dakwah. Jangan pernah melupakan kerja para kader
yang telah berjuang di pelosok-pelosok daerah. Lantaran kerja merekalah
kita diberikan kemenangan oleh Allah”.
Lugas, tuntas. Arahan telah sangat jelas. Acara pun berakhir, ditutup
dengan doa. Seorang petugas maju ke mimbar, mengajak semua peserta
menghadirkan hati dan jiwa, dengan khusyu’ munajat kepadaNya agar
senantiasa diberikan pertolongan dan kekuatan. Doapun dilantunkan :
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini
telah berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa dalam ketaatan
kepada-Mu, telah bersatu dalam dakwah kepada-Mu, telah berpadu dalam
membela syari’at-Mu”.
“Maka kokohkanlah ya Allah, ikatannya, kekalkanlah kasih sayangnya,
tunjukilah jalan-jalannya, penuhilah hati-hati ini dengan cahaya-Mu yang
tiada pernah pudar”.
“Lapangkanlah dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan
keindahan tawakkal kepada-Mu. Nyalakan hati kami dengan ma’rifat
kepada-Mu, matikanlah kami dalam syahid di jalan-Mu”.
“Sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Amin”.
Ternyata, doa Rabithah telah menghiasi perjalanan panjang kami.
Bergerak melintasi zaman, dengan beragam tantangan, dengan aneka
persoalan. Para aktivis selalu setia dengan arah tujuan, bergerak pasti
menuju ridha Ilahi. Doa Rabithah tidak pernah lupa dimunajatkan, di
waktu pagi dan malam hari.
Kesetiaan telah teruji pada garis waktu yang terus bergerak. Lintasan
mihwar membawa para aktivis menuju kesadaran, bahwa kejayaan adalah
keniscayaan, selama isi Doa Rabithah diamalkan, bukan sekedar
diucapkan…..
Kabulkan permohonan kami, Ya Allah….
Gambar : Google |
nDalem Mertosanan, Yogyakarta, 3 Desember 2011
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..