Puasa Asyura
Puasa Asyura maksudnya adalah puasa sunnah pada tanggal 10 bulan Muharram. Hukum asalnya wajib, namun kemudian kewajibannya di-nasakh (dibatalkan) dengan kewajiban shaum Ramadhan, maka shaum tersebut berubah hukumnya menjadi sunnah.
Rasulullah SAW menganjurkan kepada umat Islam untuk melaksanakan shaum ‘Assyuraa
(shaum hari kesepuluh) dari bulan Muharram ditambah dengan shaum sehari
sebelumnya atau sesudahnya. Puasa sehari sebelumnya dinamakan Tasu’a,
berasal dari kata tis’ah yang artinya sembilan. Karena puasa itu
dilakukan pada tanggal 9 bulan Muharram.
Hal ini berdasarkan hadits-hadits yang diriwayatkan para sahabat. Antara lain:
Dari Humaid bin Abdir Rahman, ia mendengar Muawiyah bin Abi
Sufyan RA berkata: Wahai penduduk Madinah, di mana ulama kalian? Aku
mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Ini hari Assyura, dan Allah SWT
tidak mewajibkan shaum kepada kalian di hari itu, sedangkan saya shaum,
maka siapa yang mau shaum hendaklah ia shaum dan siapa yang mau berbuka
hendaklah ia berbuka.” (HR Bukhari 2003)
Hadits lainnya adalah hadits berikut ini:
Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: ketika Rasulullah SAW tiba di
kota Madinah dan melihat orang-orang Yahudi sedang melaksanakan shaum
assyuraa, beliau pun bertanya? Mereka menjawab, “Ini hari baik, hari di
mana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka lalu Musa shaum
pada hari itu.” Maka Rasulullah SAW menjawab, “Aku lebih berhak terhadap
Musa dari kalian”, maka beliau shaum pada hari itu dan memerintahkan
untuk melaksanakan shaum tersebut. (HR Bukhari 2004)
Juga ada hadits lainnya yang terkait dengan apa yang Anda tanyakan:
Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: pada saat Rasulullah SAW melaksanakan shaum Assyura dan memerintah para sahabat untuk melaksanakannnya, mereka berkata, “Wahai Rasulullah hari tersebut (assyura) adalah hari yang diagung-agungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Insya Allah jika sampai tahun yang akan datang aku akan shaum pada hari kesembilannya”. Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah SAW meninggal sebelum sampai tahun berikutnya” (HR Muslim 1134)
Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: pada saat Rasulullah SAW melaksanakan shaum Assyura dan memerintah para sahabat untuk melaksanakannnya, mereka berkata, “Wahai Rasulullah hari tersebut (assyura) adalah hari yang diagung-agungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Insya Allah jika sampai tahun yang akan datang aku akan shaum pada hari kesembilannya”. Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah SAW meninggal sebelum sampai tahun berikutnya” (HR Muslim 1134)
Rasulullah SAW bersabda, “Shaumlah kalian pada hari assyura dan
berbedalah dengan orang Yahudi. Shaumlah kalian sehari sebelumnya atau
sehari sesudahnya.” (HR Ath-Thahawy dan Baihaqy serta Ibnu Huzaimah 2095)
Adapun keutamaan shaum tersebut sebagaimana diriwayatkan dalam hadits
dari Abu Qatadah, bahwa shaum tersebut bisa menghapus dosa-dosa kita
selama setahun yang telah lalu (HR Muslim 2/819)
Imam Nawawy ketika menjelaskan hadits di atas beliau berkata: “Yang
dimaksud dengan kaffarat (penebus) dosa adalah dosa-dosa kecil, akan
tetapi jika orang tersebut tidak memiliki dosa-dosa kecil diharapkan
dengan shaum tersebut dosa-dosa besarnya diringankan, dan jika ia pun
tidak memiliki dosa-dosa besar, Allah akan mengangkat derajat orang
tersebut di sisi-Nya.
Amalan Lain
Dalam kitab I‘anatut Thalibin, salah satu kitab yang banyak
digunakan dalam mazhab Asy-Syafi‘iyyah, pada jilid 2 hal 267, disebutkan
bahwa memang banyak amal-amal yang sering dilakukan pada momentum bulan
Muharram.
Beliau –An-Nawawi- mengutip nazham yang disusun anonim (tanpa nama
pengarang) berkaitan dengan amalan di bulan Muharram itu yaitu:
Puasalah, Shalatlah, Silaturrahim-lah, mandilah (sunnah) kepala anak yatim usaplah, bersedekahlah dan pakailah celak mata.
Luaskan belanja, potonglah kuku, kunjungi ulama, tengoklah orang sakit, bacalah surat Ihklas 1000 kali.
Namun penyusun kitab ini mengatakan bahwa hanya dua saja yang
memiliki dasar kuat yaitu sunah puasa dan meluaskan belanja. Sedangkan
selebihnya kebanyakan haditsnya dahif dan sebagian lagi mungkar maudhu‘.
- Puasa Asyura dan Tasu’a
Yang berkaitan dengan puasa adalah puasa sunah yaitu pada hari
kesepuluh dan kesembilan di bulan itu. Sering juga disebut dengan
‘Asyuro dan Tasu‘a. Banyak sekali dalil yang menerangkan hal ini, antara
lain:
Dari Abu Hurairoh RA ia berkata: Rasulullah SAW telah bersabda:
“Shaum yang paling utama setelah shaum Ramadhan adalah shaum dibulan
Alloh Muharram. Dan sholat yang paling utama setelah sholat fardhu
adalah sholat malam” (HR Muslim 1162)
Dari Humaid bin Abdir Rahman, ia mendengar Muawiyah bin Abi
Sufyan RA berkata: “Wahai penduduk Madinah, di mana ulama kalian? Aku
mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Ini hari Assyura, dan Alloh tidak
mewajibkan shaum kepada kalian di hari itu, sedangkan saya shaum, maka
siapa yang mau shaum hendaklah ia shaum dan siapa yang mau berbuka
hendaklah ia berbuka” (HR Bukhari 2003)
Rasulullah SAW bersabda: “Shaumlah kalian pada hari ‘Assyura dan
berbedalah dengan orang Yahudi. Shaumlah kalian sehari sebelumnya atau
sehari sesudahnya” (HR Ath-Thahawy dan Al-Baihaqy serta Ibnu Khuzaimah 2095)
Sedangkan amal lainnya –selain puasa dan meluaskan belanja-
sebagaimana disebutkan oleh An-Nawawi, adalah amal yang dasar hukumnya
lemah.
- Meluaskan Belanja
Dari hadits Abi Said Al-Khudhri ra bahwa Rasulullah SAW
bersabda,”Siapa yang meluaskan belanja kepada keluarganya pada hari
Asyura, maka Allah akan meluaskan atasnya belanja selama setahun.
Oleh sebagian ulama hadits, hadits ini dilemahkan, namun sebagian
lainnya mengatakan hadits ini shahih, lalu sebagian lainnya mengatakan
hasan. Yang menshahihkan di antaranya adalah Zainuddin Al-Iraqi dan Ibnu
Nashiruddin. As-Suyuthi dan Al-Hafidz Ibnu Hajarmengatakan bahwa karena
begitu banyaknya jalur periwayatan hadits ini, maka derajat hadits ini
menjadi hasan bahkan menjadi shahih.
Sehingga Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya Al-Ikhtiyarat termasuk yang menganjurkan perbuatan ini di hari Asyura.
- Bersedekah
Siapa yang puasa hari Asyura, dia seperti puasa setahun. Dan
siapa yang bersedekah pada hari itu, dia seperti bersedekah selama
setahun.
Pada hari itu juga disunnahkan untuk bersedekah, menurut kalangan
mazhab Malik. Sedangkan mazhab lainnya, tidak ada landasan dalil yang
secara khusus menyebutkan hal itu dan kuat derajat haditsnya.Karena
mereka mendhaifkan hadits di atas.
Sebenarnya amal-amal itu semua baik-baik saja, selama tidak dikaitkan
dengan momentum tertentu. Sehingga yang jadi titik masalah adalah
dikaitkannya amal-amal itu dengan momen Muharram dengan keyakinan bahwa
bila dilakukan di waktu lain, tidak sebesar itu pahalanya. Karena dasar
haditsnya memang lemah, bahkan sebagian dhaif dan mungkar.
Namun kita harus pahami bahwa amaliyah seperti ini buat sebagain
kalangan umat sudah diajarkan dan dipraktekkan, meski sebagian haditsnya
dikritik oleh banyak kalangan. Dan selama masih ada kritik, sebenarnya
merupakan ikhtilaf di kalangan ulama hadits. Wallahu A‘lam bish Shawab.
Dinukil dari ustsarwat.com
from : www.fimadani.com
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..