“Ya Allah, lindungilah kami dari orang-orang bertaqwa yang lemah, dan tidak bertaqwa yang lemah dan tidak berdaya, dan lindungilah kami dari orang-orang jahat yang perkasa dan tangguh.”
Ilustrasi (inet) |
Terdapat tiga komponen utama di dalam bait kalimat tersebut.
Pertama, perlindungan
terhadap orang bertaqwa yang lemah. Kenapa kita harus memohon
perlindungan dari orang bertaqwa yang lemah? Bagaimana mungkin orang
bertaqwa dibilang sebagai seorang yang lemah? Secara logika, ketika
orang disebut sebagai hamba yang bertaqwa maka otomatis kedekatan
dirinya dengan Allah adalah hal yang menonjol. Namun ternyata, ia justru
disebut sebagai orang yang lemah oleh manusia di sekelilingnya.
Lemah di sini berarti bahwa ia tidak memiliki bargaining position (nilai
tawar) di dunia, di kehidupan sosial di mana dia berada. Da’i tidak
lagi didengar kata-katanya, tidak lagi dicontoh keteladanannya, apalagi
dihargai keberadaannya oleh masyarakat. Hal itu tidak lain adalah
lantaran masyarakat tidak lagi merasakan kemanfaatan dengan adanya kita
(da’i) di tengah mereka. Da’i, tidak semuanya mampu menunjukkan
prestasinya di hadapan publik. Secara kualitas ibadah vertikal (hablumminallah), dia mungkin mendapat grade mendekati sempurna. Akan tetapi, saat dihadapkan dengan masyarakat (hablumminannas), sang da’i pun mendadak ‘melempem’.
Dia kurang dapat srawung (bergabung)
dengan tetangga, mungkin dari segi keramahan dinilai kurang oleh
masyarakat; kurang rapi dalam manajemen kehidupannya; hingga pada taraf
lemahnya intelektualitas dan ekonomi sang da’i. Ya, kita semua menyadari
bahwa da’i bukan malaikat. Akan tetapi, hal ini sangat berpengaruh
terhadap citra da’i di hadapan publik. Bagaimana bisa da’i dipercaya
untuk mengurus urusan umat manakala urusan diri pribadinya pun
berantakan.
Kedua, bait kalimat di atas menuntun
kita untuk memohon perlindungan dari orang tidak bertaqwa yang lemah dan
tidak berdaya. Jika dibandingkan dengan aspek pertama, maka aspek kedua
ini jauh lebih parah. Ibarat kata, sudah lemah, tidak berdaya, ditambah
lagi tidak ada ketakwaan di dalamnya. Jika diumpamakan dengan kacang,
maka kualitas orang ini adalah kacang yang kosong tak berisi, ditambah
lagi kulitnya kusam dan tidak menarik. Sedikit pun tidak ada alasan yang
mampu membuat orang lain mau untuk melirik ke arah orang tersebut.
Lemah
daya dan lemah takwa ini menjadi masalah yang serius jika dihinggapi
oleh sebagian besar orang. Tatanan masyarakat yang akan lahir adalah
masyarakat yang jauh dari nilai peradaban islami yang didambakan.
Aspek
ketiga yakni
permohonan perlindungan terhadap orang jahat yang perkasa dan tangguh.
Pada masa sekarang ini sangat banyak orang yang memiliki kekuasaan
tinggi atas kehidupan dunia. Mereka menguasai sebagian besar
perekonomian dunia, memiliki kuasa penuh terhadap lalu lintas media,
pertahanan dan keamanan, hingga menjadi aktor utama jalannya hukum di
negara. Mereka kuat, sangat kuat. Namun kekuatan yang mereka miliki
tiada digunakan untuk kemanfaatan orang banyak. Mereka memperkaya diri
dengan memperbudak banyak orang. Mereka memainkan seenaknya hukum dengan
uang yang mereka punya, pun mereka mengatur arus media agar sesuai
dengan kepentingan mereka.
Sekali lagi, mereka kuat, bahkan sangat kuat. Namun tidak ada bargaining position mereka
di hadapan Allah. Ibarat mutiara, mereka baik pada polesan luarnya
saja. Di dalam tubuh mereka kosong tak berisi. Mereka menjadi trouble-maker di setiap lingkungan di mana mereka berada.
Orang
bertaqwa yang lemah, orang tidak bertaqwa yang lemah, maupun orang
jahat yang kuat, ketiganya adalah cerminan ketidakseimbangan dalam
kehidupan manusia. Allah telah memberikan garis merah yang jelas bagi
kita hamba-Nya tentang bagaimana menjalani kehidupan sebagai seorang
insan. Melalui Rasulullah, Allah memberikan sesempurnanya teladan dan
pengajaran bagi manusia seluruhnya untuk menjadi manusia seutuhnya.
Bagaimana Rasulullah tawazun dalam menjalankan hidupnya. Beliau adalah
pemimpin yang terbaik; disegani lawan dicintai kawan, beliau pula
seorang suami handal, ayah terbaik, kawan paling setia, dan guru paling
mempesona.
Prinsip seorang muslim, bahwa mereka yang terbaik
adalah mereka yang bermanfaat sebanyak-banyaknya bagi orang lain, bukan
mereka yang memiliki banyak hal pada dirinya sendiri. Bait kalimat di
atas merupakan penghayatan dalam dari seorang lelaki tangguh, cerdas nan
berbudi, Umar bin Khattab. Nampak jelas tersirat bahwa misi
sesungguhnya yang Islam ingin capai adalah melahirkan orang-orang baik
yang kuat dan orang-orang kuat yang baik. Dan itu semua mustahil tanpa
usaha dari setiap insan sebagai pilar kehidupan.
Mau jadi seperti apa kita??
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..