Oleh Rahmat Saptono
Nabi Ibrahim al-Khalil as, adalah model ideal
seorang pemimpin umat. Kepemimpinan umat manusia diberikan Allah SWT
kepada Nabi Ibrahim AS setelah melewati berbagai ujian dalam bentuk
perintah dan larangan.
QS. 2:124. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim AS diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim".
Menurut sebagian ulama, 'beberapa kalimat' di dalam ayat ini, berhubungan dengan perintah dan larangan Allah SWT dalam konteks ritual Haji (manasik) dan pensucian diri (thaharah). Kebersihan di sini berarti kebersihan lahiriah mencakup kebersihan dan kesucian 5 bagian kepala dan badan.
Secara implisit, kebersihan lahiriah adalah cermin dari kebersihan jiwa dan pikiran dari seseorang calon pemimpin. Secara umum, kebersihan dan kesucian berakar pada sebagai aqidah yang bersih dan lurus (Fitrah Allah). Dari penjelasan di atas, dapat diambil pelajaran bahwa 'kebersihan' adalah syarat pertama bagi seorang calon pemimpin.
Dalam konteks lebih luas, ujian kepemimpinan Ibrahim AS, sebagaimana dapat dipahami dari pendapat Ibnu Abbas RA, meliputi ujian intelektual, spiritual (keimanan), dan emosional (keberanian dan kesabaran).
Kematangan akal dan pikiran Ibrahim AS telah teruji dalam perjalanannya mencari Tuhan serta caranya berwacana dan beradu argumentasi. Keimanan Ibrahim AS adalah keimanan yang bulat dan utuh, yaitu aqidah yang lurus lagi bersih.
emuanya dicapai dengan mata telinga, akal sehat, dan hati jujur. Puncak keimanannya telah terbukti dalam bentuk penyerahan diri secara menyeluruh serta kepatuhannya terhadap (perintah dan larangan) Allah Tuhan Semesta Alam.
QS.2:131. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".
Keberanian Ibrahim AS telah terbukti dan teruji dari sikapnya terhadap kemapanan atau status quo. Dengan tegas ditolaknya ajakan orangtua, kaum, bahkan penguasa untuk mempersekutukan Allah SWT. Semua itu dilakukannya dengan cara-cara yang cerdas dan elegan, sebagaimana diabadikan dalam Al-Qur’an.
Kesabaran Ibrahim AS teruji saat ia dilemparkan ke dalam api. Ujian selanjutnya adalah saat Ibrahim AS harus berhijrah meninggalkan tanah airnya. Kesabaran Ibrahim AS lagi-lagi diuji saat harus meninggalkan anak dan istrinya di tengah lembah yang sepi dan tandus, tanpa dukungan logistik yang memadai.
Ujian lain bagi Ibrahim AS adalah kesabarannya dalam menjamu tamu-tamu, di tengah-tengah keterbatasannya secara finansial dan material. Puncak tertinggi ujian kesabaran bagi Ibrahim AS adalah saat ia diperintahkan untuk mengorbankan puteranya Ismail AS.
Kesabaran Ibrahim AS adalah kesabaran individu dengan dukungan solid dari keluarganya. Itu tercermin dari sikap Siti Hajar saat wanita mulia itu dan bayinya akan ditinggalkan di tengah lembah yang tak berpenduduk. Dukungan solid yang sama tercermin dari sikap Ismail saat diminta pendapat tentang mimpi ayah-nya.
Belajar dari ujian kepemimpinan Ibrahim AS, jelas bahwa ‘kebersihan’ adalah pra-sayarat bagi seorang pemimpin. Selanjutnya, kecerdasan intelektual, spiritual, dan emosional (keberanian dan kesabaran) adalah syarat penting bagi calon pemimpin umat. Semuanya harus terbukti dalam perkataan, sikap, dan perbuatan dan teruji oleh waktu.
Lebih jauh lagi, Ibrahim AS adalah seorang pemimpin yang memiliki visi masa depan, sebagaimana tercermin dalam doa dan harapannya, tentang negeri Mekah dan Ka’bah yang dibangunya bersama Ismail, tentang kiprah anak keturunannya di masa depan.
Semua itu di dalam bingkai “dakwah yang berkelanjutan”, bukan karena nafsu melanggengkan kekuasaan. Harapannya, saat Allah SWT mengangkatnya sebagai kalifah seluruh manusia, maka anak ketururannya akan terlahir pula pemimpin umat.
Doa Ibrahim AS dijawab langsung oleh Allah SWT, dengan syarat mereka tidak berlaku zalim (mempersekutukan Allah SWT dan/atau berbuat tidak adil). Sejarah mencatat bahwa dari anak keturunan Ibrahim AS, telah lahir para nabi dan rasul yang juga adalah pemimpin umat.
Di antaranya adalah Nabi dan Rasul kita, Muhammad SAW, Pemimpin umat manusia hingga akhir zaman. Di tengah-tengah kita kini, hidup pula Ulama pewaris nabi, para penjaga al-Qur'an dan as-Sunnah. Wallahu’a’lam.
QS. 2:124. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim AS diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim".
Menurut sebagian ulama, 'beberapa kalimat' di dalam ayat ini, berhubungan dengan perintah dan larangan Allah SWT dalam konteks ritual Haji (manasik) dan pensucian diri (thaharah). Kebersihan di sini berarti kebersihan lahiriah mencakup kebersihan dan kesucian 5 bagian kepala dan badan.
Secara implisit, kebersihan lahiriah adalah cermin dari kebersihan jiwa dan pikiran dari seseorang calon pemimpin. Secara umum, kebersihan dan kesucian berakar pada sebagai aqidah yang bersih dan lurus (Fitrah Allah). Dari penjelasan di atas, dapat diambil pelajaran bahwa 'kebersihan' adalah syarat pertama bagi seorang calon pemimpin.
Dalam konteks lebih luas, ujian kepemimpinan Ibrahim AS, sebagaimana dapat dipahami dari pendapat Ibnu Abbas RA, meliputi ujian intelektual, spiritual (keimanan), dan emosional (keberanian dan kesabaran).
Kematangan akal dan pikiran Ibrahim AS telah teruji dalam perjalanannya mencari Tuhan serta caranya berwacana dan beradu argumentasi. Keimanan Ibrahim AS adalah keimanan yang bulat dan utuh, yaitu aqidah yang lurus lagi bersih.
emuanya dicapai dengan mata telinga, akal sehat, dan hati jujur. Puncak keimanannya telah terbukti dalam bentuk penyerahan diri secara menyeluruh serta kepatuhannya terhadap (perintah dan larangan) Allah Tuhan Semesta Alam.
QS.2:131. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".
Keberanian Ibrahim AS telah terbukti dan teruji dari sikapnya terhadap kemapanan atau status quo. Dengan tegas ditolaknya ajakan orangtua, kaum, bahkan penguasa untuk mempersekutukan Allah SWT. Semua itu dilakukannya dengan cara-cara yang cerdas dan elegan, sebagaimana diabadikan dalam Al-Qur’an.
Kesabaran Ibrahim AS teruji saat ia dilemparkan ke dalam api. Ujian selanjutnya adalah saat Ibrahim AS harus berhijrah meninggalkan tanah airnya. Kesabaran Ibrahim AS lagi-lagi diuji saat harus meninggalkan anak dan istrinya di tengah lembah yang sepi dan tandus, tanpa dukungan logistik yang memadai.
Ujian lain bagi Ibrahim AS adalah kesabarannya dalam menjamu tamu-tamu, di tengah-tengah keterbatasannya secara finansial dan material. Puncak tertinggi ujian kesabaran bagi Ibrahim AS adalah saat ia diperintahkan untuk mengorbankan puteranya Ismail AS.
Kesabaran Ibrahim AS adalah kesabaran individu dengan dukungan solid dari keluarganya. Itu tercermin dari sikap Siti Hajar saat wanita mulia itu dan bayinya akan ditinggalkan di tengah lembah yang tak berpenduduk. Dukungan solid yang sama tercermin dari sikap Ismail saat diminta pendapat tentang mimpi ayah-nya.
Belajar dari ujian kepemimpinan Ibrahim AS, jelas bahwa ‘kebersihan’ adalah pra-sayarat bagi seorang pemimpin. Selanjutnya, kecerdasan intelektual, spiritual, dan emosional (keberanian dan kesabaran) adalah syarat penting bagi calon pemimpin umat. Semuanya harus terbukti dalam perkataan, sikap, dan perbuatan dan teruji oleh waktu.
Lebih jauh lagi, Ibrahim AS adalah seorang pemimpin yang memiliki visi masa depan, sebagaimana tercermin dalam doa dan harapannya, tentang negeri Mekah dan Ka’bah yang dibangunya bersama Ismail, tentang kiprah anak keturunannya di masa depan.
Semua itu di dalam bingkai “dakwah yang berkelanjutan”, bukan karena nafsu melanggengkan kekuasaan. Harapannya, saat Allah SWT mengangkatnya sebagai kalifah seluruh manusia, maka anak ketururannya akan terlahir pula pemimpin umat.
Doa Ibrahim AS dijawab langsung oleh Allah SWT, dengan syarat mereka tidak berlaku zalim (mempersekutukan Allah SWT dan/atau berbuat tidak adil). Sejarah mencatat bahwa dari anak keturunan Ibrahim AS, telah lahir para nabi dan rasul yang juga adalah pemimpin umat.
Di antaranya adalah Nabi dan Rasul kita, Muhammad SAW, Pemimpin umat manusia hingga akhir zaman. Di tengah-tengah kita kini, hidup pula Ulama pewaris nabi, para penjaga al-Qur'an dan as-Sunnah. Wallahu’a’lam.
sumber: REPUBLIKA
Penulis adalah sahabat Republika Online yang tengah menimba ilmu di Arlington, Texas
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..