Aktivis Yaman dan Peraih Nobel Perdamaian 2011, Tawakul Karman melakukan pembelaan terhadap Islam, melawan serangan kampanye-kampanye fitnah, menyusul bangkitnya partai-partai Islam dalam pemilu di masa Musim Semi Arab baru-baru ini, ia mengatakan bahwa Islam bukanlah ancaman bagi demokrasi.
"Semua agama, menghormati demokrasi," kata Karman, 32 tahun, yang
menjadi penerima Hadiah Nobel bersama dua perempuan lainnya dari
Liberia, President Ellen Johnson-Sirleaf dan Leymah Gbowee, dalam
pernyataannya kepada Reuters.
Tanggapan Karman ini menyusul serangan ganas yang menyatakan bahwa
kaum Islamis sebagai penentang demokrasi setelah mereka muncul sebagai
pemenang utama dalam pemilu Musim Semi Arab tahun ini.
Pada
pemilu pertama setelah Musim Semi Arab berlangsung di Tunisia, partai
moderat Ennahda keluar sebagai pemenang dengan raihan 41% kursi
parlemen.
Di Maroko, mengikuti jejak saudaranya di Tunisia, partai moderat
Islam yakni Partai Keadilan dan Pembangunan memenangkan pemilu parlemen
untuk membentuk pemerintahan baru.
Dalam tahap pertama pemilu
Mesir, Partai Kebebasan dan Keadilan yang berafiliasi ke Ikhwan serta
partai salafi An-Nur menjadi dua besar, membuat mereka menguasai
mayoritas kursi parlemen.
Karman menekankan bahwa masalahnya bukan pada agamanya itu sendiri, tapi pada penafsiran intoleran dari beberapa pengikutnya.
"Masalahnya
hanya kesalahpahaman dari orang-orang yang mengaku baik itu islam,
Kristen, Yahudi, atau agama lainnya, lalu seolah-olah mendaku 'inilah
yang sesuai menurut AGAMA'."
Harapan
Perempuan yang mendapat julukan "Ibu Revolusi" ini
mengatakan bahwa dia berharap proses kebangkitan yang sedang
berlangsung di Yaman akan mengubah citra negaranya yang dikenal di luar
negeri sebagai sarang teroris.
"Sebelum revolusi, reputasi Yaman begitu buruk... 99 persen dari
mereka berbicara soal terorisme dan (Osama) bin Laden," ujar Karman
kepada Reuters.
"Tetapi... setelah revolusi, Anda akan melihat
Yaman yang sesungguhnya, yang penuh kedamaian, negeri penuh impian dan
pencapaian," tambahnya.
Karman telah memainkan peran kunci dalam aksi unjuk rasa di Yaman
yang menyebabkan Presiden Ali Abdullah Saleh menyetujui langkah
pengunduran diri bulan lalu.
Oktober silam, Karman dianugerahi
Hadiah Nobel tahun 2011 bersama-sama dengan Presiden Liberia Ellen
Johnson-Sirleaf dan rekan senegaranya Leymah Gbowee.
Sinar bintang Karman memancar terang di Yaman setelah aktivis perdamaian ini ditahan selama hari-hari awal revolusi.
Dia
menjadi figur kunci di tengah-tengah aktivis muda karena memelopori
aksinya dengan berkemah di Alun-alun Perubahan (Change Square) di pusat
kota Sanaa pada Februari, menuntut diakhirinya tiga dekade kekuasaan
rezim keluarga Saleh.
Dia kerapkali menjadi corong suara aktivis jalanan yang tampil di
televisi-televisi Arab, menyampaikan laporan pandangan mata dari
lapangan seputar perkembangan situasi di luar kampus Universitas Sanaa,
tempat lusinan aktivis gugur ditembak pasukan pemerintah.
Ketiga orang peraih Nobel ini akan menerima hadiah di Oslo dalam
acara peringatan ke-115 meninggalnya sang donatur Alfred Noble, dan
berbagi hadiah uang senilai 1,5 juta US dollar.
Sumber: OnIslam
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..