Apa
yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah (QS. 59:7)
Kisah
ini dituturkan oleh saudaraku Ustadz Firdaus yang berdomisili di
Lampung. Saat kami berada di ruang lobby bandara Fatmawati Soekarno,
Bengkulu sambil menunggu waktu gate pesawat terbuka. Beliau menyampaikan
kisah iman yang luar biasa saat itu dan saya ingin sekali membaginya
kepada Anda sekalian lewat tulisan ini.
Ada seorang pria yang menjalani tugas dakwah ke New York, Amerika Serikat. Pria ini bernama Dhiya ul-Islam asal Bangladesh.
Sebagaimana
tugas da'i lainnya. Dhiya mengajak masyarakat Amerika untuk mengenal
Allah dan agama yang hanif ini, yaitu Islam. Ia datangi rumah-rumah
warga di kota New York. Ia sambangi tempat orang-orang berkumpul. Ia
begitu bersemangat meski hanya sedikit orang yang mau mendengarnya.
Dari
pagi, siang, sore, malam, ia terus berdakwah penuh semangat. Ia begitu
percaya kepada sabda Rasulullah Saw kepada Ali Ra yang berbunyi, "Andai
Allah Swt memberi hidayah kepada seseorang lewat jasamu, maka itu
lebih baik bagimu daripada unta merah yang mahal harganya." HR. Bukhari & Muslim.
Dan Dhiya percaya bahwa Allah Swt akan memberi anugerah terbaik bagi mereka yang mau berjuang di jalan-Nya.
Hingga
saat pagi hari di New York. Dia ingat betul saat ia sedang berceramah
di hadapan beberapa orang warga Amerika. Hari itu adalah 11 September
tahun 2001. Dhiya begitu berapi-api menceritakan kebenaran Islam dan
kebesaran Allah. Ia menyampaikan bahwa dunia hanya sementara, sedang
akhirat selamanya. Tidak ada yang kuat selain Allah. Tidak ada yang
kekal selain Allah. Bahkan untuk meyakinkan orang atas ucapannya, dia
menegaskan, "Coba sebutkan kepadaku bangunan apa yang paling kokoh di
negeri ini? Apakah Gedung WTC, Pentagon, dll...?! Kalau Allah Swt
berkehendak untuk menghancurkannya, maka dalam waktu singkat semua yang
dianggap manusia kekal dan hebat bisa hancur tak bersisa....!"
Dhiya
menutup uraian dakwahnya dengan bertahmid memuji Allah Swt. Ia pun
melanjutkan dakwahnya di sekeliling kota New York. Namun tidak disangka
olehnya dan oleh kebanyakan orang di sana bahwa kota New York
digemparkan oleh sebuah peristiwa yang terkenal dengan nine-eleven.
Celakanya, seperti ijabah dari ucapan Dhiya, gedung WTC dan Pentagon hancur dengan serangan teror.
Tak
ayal, seluruh aparat keamanan segera mencari pelaku teror. Sialnya
lagi orang-orang yang mendengarkan dakwah Dhiya tadi pagi melaporkan ke
polisi bahwa ada seorang pria da'i Islam bernama Dhiya ul-Islam asal
Bangladesh mengetahui secara rinci bahwa gedung WTC dan Pentagon akan
dihancurkan hari ini. Maka polisi pun segera mencari Dhiya dan dengan
mudah mereka dapatkan.
---
"Saat
itu saya sedang ikut sebuah halaqah pengajian di Bangladesh tentang
yakin akan kebesaran Allah" tutur ustadz Firdaus kepada saya. "Dan
kebetulan yang menyampaikan materi ini adalah Dhiya ul-Islam tadi..."
lanjut beliau.
"Seolah
tak percaya, saya larut dalam kisah yang diutarakan Dhiya... Rasanya
saya gak mau berpindah tempat sebelum mengetahui kisah ini hingga
akhirnya" ustadz Firdaus menambahkan.
---
Tidak
sulit bagi aparat keamanan Amerika untuk menangkap Dhiya. Apalagi
memang Dhiya tidak berusaha lari atau menyembunyikan diri sebab ia
merasa tidak bersalah dalam hal apapun.
Saat
ia ditangkap oleh pasukan bersenjata bak seorang kriminal kelas kakap,
Dhiya menyerahkan diri dengan damai dan menunjukkan sikap kooperatif.
Ia
pun dibawa ke satu tempat yang entah dimana. Sebab selama perjalanan
matanya ditutup oleh polisi. Saat matanya dibuka, ia sadari kini ia
berada di sebuah ruang interogasi.
Berjam-jam
Dhiya diinterogasi oleh beberapa polisi dan detektif. Ada yang
membentak, menggertak, menghentak bahkan memukul keras meja
dihadapannya.
Menanggapi
itu semua Dhiya terus berdzikir menyebut nama Allah Ta'ala. Dan ia
memperbanyak doa yang dibaca Ibrahim As dan Muhammad Saw di saat-saat
genting
Hasbiyallah wa ni'mal wakil. Ni'mal mawla wa ni'man nashiir (Cukuplah bagiku Allah sebaik-baik penolong. Dialah sebaik-baik pemberi pertolongan yang membantu segala kesulitan).
Dhiya
menjawab semua pertanyaan polisi sekuat dan sebisanya. Namun selama
interogasi polisi belum menemukan apapun yang berkaitan dengan teror
pada diri Dhiya. Bahkan mereka semua menggeledah barang bawaan Dhiya,
juga apartemen dimana Dhiya menginap. Namun hasilnya nihil. Mereka tidak
temukan apa-apa!
----
"Saat mendengar uraian kisah itu kami semua di majlis menjadi tegang dibuatnya" jelas ustadz Firdaus.
"Setiap
detik dari penjelasannya. Setiap kalimat yang ia ucapkan membuat kami
tambah penasaran. Kami bertanya-tanya dalam hati bagaimana cara ia bisa
keluar dari tuduhan yang tak beralasan itu...?" imbuh ustadz Firdaus.
Tapi
semua orang di majlis itu keheranan termasuk Ustadz Firdaus saat
melihat sinar wajah Dhiya yang tersenyum sambil berkata dengan lantang,
"Dalam mengamalkan sunnah Nabi Saw ada kejayaan... Ada kemenangan...
Ada keselamatan!!!"
----
Berjam-jam
menginterogasi Dhiya, polisi tidak menemukan apa yang dicari. Mereka
kehabisan akal! Semua sudah diperiksa. Semuanya sudah digeledah.
Namun
seorang officer melihat sebuah benda aneh di saku baju Dhiya. Benda
itu berwarna cokelat dan seperti kayu. Ia mengambilnya dari saku Dhiya
tanpa pamit.
Ia
perhatikan tangkai kayu berwarna cokelat itu dengan seksama. Di-scan
dengan alat detektor logam, diendus-endus oleh anjing pelacak. Mereka
menaruh curiga dengan barang aneh ini.
"Could you explain what the hell is this..?" tanya seorang officer.
"It's
SIWAK..." jawab Dhiya sambil tersenyum. Para officer tadi tidak tahu
sama sekali tentang siwak dan mereka meminta Dhiya untuk menjelaskan.
Dhiya
mengatakan bahwa siwak itu adalah salah satu sunnah Nabi Saw. Ia
digunakan untuk membersihkan gigi. Ini menjadi salah satu benda
kesayangan Nabi.
"It's
just like a tooth brush for you in America. We do also use a tooth
brush. But the different between tooth brush and siwak, you'll get a
reward in hereafter because you follow the traditions of the prophet"
jelas Dhiya.
Mendapatkan
penjelasan tentang siwak dari Dhiya. Para polisi tadi keheranan.
Mereka tidak menyangka ada orang yang mau sikat gigi dengan barang yang
kotor dan menjijikkan seperti ini. Dalam benak mereka bergumam,
pastilah orang ini amat miskin. Untuk membeli sikat gigi saja rupanya
ia tidak mampu. Kalau sikat gigi saja tidak mampu beli, mana mungkin ia
bisa merakit bom dan meledakkannya yang itu membutuhkan biaya mahal.
Terlihat para polisi tadi berdiskusi sejenak dan akhirnya mereka memutuskan untuk membebaskan Dhiya.
“Alhamdulillah….!”
Dhiya memekik berucap syukur kepada Allah Swt atas karunia ini. Namun
ia masih belum mengerti hal apa yang membuatnya terbebas dari tuduhan
teroris.
Saat
ia digiring dari ruang interogasi menuju pintu keluar barulah Dhiya
mengerti bahwa ia dilepaskan dari tuduhan dan penahanan karena menjalani
sunnah Nabi Saw yang bernama siwak.
Officer
yang melepaskan borgol dari tangan Dhiya berkata, “Kami mohon maaf
atas kekeliruan penangkapan ini. Anda akan diantar hingga apartemen
Anda menginap. Dan ini saya kembalikan batang kayu anda, apa tadi
namanya saya lupa…. ?! Ya pokoknya ini yang Anda ceritakan berfungsi
sebagai sikat gigi Anda!”
Dan
mobil yang mengantar Dhiya pun mulai berjalan. Sang officer tersenyum
sambil melambaikan tangan ke arah Dhiya. Ia pun membalas lambaian
tangan dari balik jendela mobil sambil mengulas sebuah senyum
cemerlang. Senyuman yang cemerlang sebab terus diasah oleh siwak!
---
“Usai
Dhiya menamatkan kisah pengalamannya, kami semua berteriak memekik
kalimat, Allahu Akbar….!” ujar ustadz Firdaus bersemangat.
“Kami
melihat wajah Dhiya bersinar-sinar memancarkan aura bahagia. Ia
tersenyum begitu indah dan kami dapati seluruh giginya putih-bersih
terjaga” tambah beliau.
“Setelah
mendengarkan penuturannya kami semua tersadarkan bahwa semua sunnah
yang dicontohkan oleh Nabi Saw adalah agung dan amat sayang bila
ditinggalkan.”
---
“Sesungguhnya
Islam berawal dengan keasingan dan akan kembali kepada keasingan
sebagaimana awalnya maka maka bergembiralah bagi orang-orang yang
asing.” Rasulullah ditanya: “Siapa mereka wahai Rasulullah?” Jawab
beliau: “Yaitu yang melakukan perbaikan ketika manusia rusak.” (Shahih HR Abu Amr Ad Dani dari sahabat Ibnu Mas’ud, lihat Silsilah Ash Shahihah no. 1273)
---
Pembicaraan antara kami pun terputus saat semua penumpang dipersilakan untuk naik ke pesawat.
Hari itu menjadi hari kenangan bagi saya yang tak akan terlupa. Saya
mendapat pelajaran berharga dari pembicaraan bersama ustadz Firdaus.
Satu kalimat yang masih erat terekam di otak, “Dalam sunnah ada
kemuliaan, dalam sunnah ada keagungan!”
Yuk, temans mari kita amalkan sunnah!!!
Salam,
Bobby Herwibowo
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..