Dengan kepintarannya, si pintar bisa belajar dari kesalahan dan
kebodohan yang dilakukan si bodoh. Sebab si pintar itu orang yang gemar
belajar, tak peduli sumbernya, yang dipedulikan hanya nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya.
“Undzur maa qoola, wa laa tandzur man qoola...” Perhatikan apa yang
dikatakan, bukan siapa yang mengatakan. Itulah prinsip mendasar cara
belajar si pintar.
Si pintar bisa serta-merta menangkap makna dari seluruh yang ada di dunia, benda-benda, bumi, langit, batu, air, udara, alam sekitar, peristiwa, kejadian, berita, perilaku binatang, manusia, bahkan dari si iblis dengan kesombongan dan kebodohannya.
Si pintar hanya punya kaidah, “Hikmah adalah khazanah yang tersembunyi bagi orang mukmin, maka di manapun engkau temukan dia, ambillah, karena itu hakmu...”
Si pintar selalu sadar, bila ada sebuah pesan kebaikan, ia mengambilnya, dan bila itu suatu keburukan, ia mencampakkannya, habis perkara, tak peduli apakah si penyampai pesan itu baik atau buruk, sudah mempraktekkannya atau hanya menyampaikan semata.
Si pintar selalu mendapat kebaikan di setiap hal dengan kepintarannya. Hingga akhirnya si pintar selalu memperoleh keuntungan dalam setiap keadaan.
Sedang si bodoh, dengan kebodohannya, jangankan belajar dari kepintaran si pintar, sedang dari kebodohannya sendiripun dia gagal untuk mengambil pelajaran berharga. Terlebih parah si bodoh yang merasa telah pintar, orang bilang sok pintar, ia selalu gagal untuk belajar, jangankan pada dunia luar, sedang dari dirinya sendiripun ia belum tentu sadar.
Si bodoh melihat peristiwa bukan pada haknya. Ketika orang berpesan, ia akan mencari celah dan kesalahan lafazhnya. Ketika lafazh sudah benar ia akan menyoal dalil dan hujjahnya. Ketika dalil sudah lengkap dia akan menggugat keshohihan dan validitasnya.
Bila semua sudah sempurna, ia masih akan bertanya, "Sudahkah Anda sendiri mengamalkannya? Amalkan saja untuk diri Anda, baru kemudian Anda menyampaikan pada saya."
Bagi si bodoh pesan dan berita selalu salah di matanya, yang benar hanya yang ada dalam sudut pandangnya. Maka sibodoh senantiasa memicu konflik dan permusuhan, merusak suasana persahabatan dan persaudaraan, menghilangkan isi dan substansi makna dari sebuah pesan.
Si bodoh akan selalu menderita kerugian, hidup dalam kerumitan dan kegelapan, seperti katak terkurung dalam tempurung, selalu bingung dan berwajah murung.
Pintar dan bodoh sesungguhnya hanya tergantung dari penyikapan. Kita semua bisa menjadi pintar, sekaligus juga bisa menjadi bodoh. Sikap yang baik, positif, dan percaya membawa kepintaran menghampiri kita. Sedang sikap yang buruk, negatif dan curiga membawa kebodohan mengubur kita. Pilihan ada pada diri kita, mau pintar, atau bodoh, kita sendiri yang memetik hasilnya. Bagaimana???
Si pintar bisa serta-merta menangkap makna dari seluruh yang ada di dunia, benda-benda, bumi, langit, batu, air, udara, alam sekitar, peristiwa, kejadian, berita, perilaku binatang, manusia, bahkan dari si iblis dengan kesombongan dan kebodohannya.
Si pintar hanya punya kaidah, “Hikmah adalah khazanah yang tersembunyi bagi orang mukmin, maka di manapun engkau temukan dia, ambillah, karena itu hakmu...”
Si pintar selalu sadar, bila ada sebuah pesan kebaikan, ia mengambilnya, dan bila itu suatu keburukan, ia mencampakkannya, habis perkara, tak peduli apakah si penyampai pesan itu baik atau buruk, sudah mempraktekkannya atau hanya menyampaikan semata.
Si pintar selalu mendapat kebaikan di setiap hal dengan kepintarannya. Hingga akhirnya si pintar selalu memperoleh keuntungan dalam setiap keadaan.
Sedang si bodoh, dengan kebodohannya, jangankan belajar dari kepintaran si pintar, sedang dari kebodohannya sendiripun dia gagal untuk mengambil pelajaran berharga. Terlebih parah si bodoh yang merasa telah pintar, orang bilang sok pintar, ia selalu gagal untuk belajar, jangankan pada dunia luar, sedang dari dirinya sendiripun ia belum tentu sadar.
Si bodoh melihat peristiwa bukan pada haknya. Ketika orang berpesan, ia akan mencari celah dan kesalahan lafazhnya. Ketika lafazh sudah benar ia akan menyoal dalil dan hujjahnya. Ketika dalil sudah lengkap dia akan menggugat keshohihan dan validitasnya.
Bila semua sudah sempurna, ia masih akan bertanya, "Sudahkah Anda sendiri mengamalkannya? Amalkan saja untuk diri Anda, baru kemudian Anda menyampaikan pada saya."
Bagi si bodoh pesan dan berita selalu salah di matanya, yang benar hanya yang ada dalam sudut pandangnya. Maka sibodoh senantiasa memicu konflik dan permusuhan, merusak suasana persahabatan dan persaudaraan, menghilangkan isi dan substansi makna dari sebuah pesan.
Si bodoh akan selalu menderita kerugian, hidup dalam kerumitan dan kegelapan, seperti katak terkurung dalam tempurung, selalu bingung dan berwajah murung.
Pintar dan bodoh sesungguhnya hanya tergantung dari penyikapan. Kita semua bisa menjadi pintar, sekaligus juga bisa menjadi bodoh. Sikap yang baik, positif, dan percaya membawa kepintaran menghampiri kita. Sedang sikap yang buruk, negatif dan curiga membawa kebodohan mengubur kita. Pilihan ada pada diri kita, mau pintar, atau bodoh, kita sendiri yang memetik hasilnya. Bagaimana???
sumber: http://antonwardoyo.blogspot.com/2012/08/si-pintar-dan-si-bodoh-pilih-mana.html
Pilih si Pintar aja, deh!
BalasHapuswww.qalamediaonline.co.cc