(ilustrasi-inet)L |
Tidak bermaksud menganjurkan atau mendorong poligami, meski
jelas-jelas dibolehkan, tulisan ini hanya mencoba menemukan alasan
dibolehkannya dengan mencoba mencari rahasia dibalik syariat iddah
seorang wanita ketika dicerai atau ditinggal mati oleh suaminya.
Prinsip dasar dalam syariat Islam, tuntutan apapun harus dipatuhi tanpa tawar menawar. Baik diketahui illah
(alasan, penyebab dan tujuan) ajaran tersebut diketahui atau tidak.
Hukumnya tidak akan berubah sampai kapanpun. Sebagai contoh pengharaman
babi, tidak akan berubah baik diketahui alasannya atau tidak. Karenanya,
jika ternyata dunia medis mengklaim bahwa babi diharamkan karena ada
cacing di dalamnya yang berbahaya bagi manusia, kemudian cacing pita itu
bisa dihilangkan,misalnya, maka hukum keharaman babi tidak akan
berubah. Dia tetap haram.
Sebab klaim ilmu pengetahuan dan penemuan dalam penelitian medis,
bisa benar bisa salah. Sementara syariat Islam yang bersumber dari Allah
tidak mengenal salah dan keliru. Atau karena memang dalam satu hukum
dan syariat tertentu memiliki multi tujuan, alasan, dan hikmahnya.
Demikian halnya dengan syariat pembolehan poligami (taaddud zaujaat)
dan larangan poliandri. Kenapa seorang wanita hanya boleh dibuahi oleh
satu pria saja sementara pria boleh membuahi lebih dari satu wanita yang
sah dinikahinya. Hukum pembolehan ini harus diterima, baik diketahui
alasannya atau tidak.
Sebelum langsung membahas itu, para ulama menjelaskan alasan masa
iddah (masa tunggu wanita setelah dicerai atau ditinggal mati suaminya
sebelum dibolehkan dinikahi pria lain) yang sudah ditentukan Al-Quran
adalah karena bertujuan agar rahim wanita itu benar-benar bersih dari
janin suaminya. Masa tunggu itu juga sebagai masa kesempatan antara
kedua pihak untuk memperbaiki hubungan dan melanjutkan bahtera rumah
tangga mereka.
Masa tunggu itu bagi perempuan yang dicerai menunggu selama tiga kali
suci. Sementara untuk wanita yang suaminya meninggal dunia selama empat
bulan 10 hari.
Janin dalam rahim wanita (ilustrasi-inet) |
Jadi ternyata ulama pun mengakui bahwa tujuan dan hikmah masa iddah
itu lebih dari satu. Sebagian ulama lagi menegaskan, tujuannya untuk
memberikan penekanan tentang pentingnya urusan nikah dan tidak boleh ada
percampuran nasab dan keturunan.
Karena itu tidak menutup kemungkinan adanya rahasia dan tujuan lain
yang diungkap oleh ilmu pengetahuan modern sekarang dalam bidang medis.
Para pakar ulama I’jaz Al-Quran dan As-Sunnah mengklaim, sekelompok
pakar dari China menemukan bahwa perempuan-perempuan yang melacur
semuanya menderita kanker rahim. Inilah penyebab utama pengharaman
wanita untuk poliandri.
Karenanya, masa iddah wanita bukan sekadar membersihkan rahim dari
janin atau memberikan kesempatan berdamai namun ada penyebab lain yang
dijelaskan oleh pakar medis belakangan ini; bahwa sperma seorang
laki-laki berbeda dengan sperma laki-laki lain. Sebagaimana sidik jari
manusia berbeda-beda dengan sidik jari lain. Masing-masing orang
memiliki kode khusus. Nah, dalam jasad wanita ada semacam organ ‘micro
komputer’ yang menyimpan kode laki-laki yang membuahinya.
Jika dalam micro komputer itu sudah masuk satu kode satu laki-laki,
maka jika ada kode laki-laki lain masuk maka kode itu akan menjadi virus
terhadap micro computer di dalam jasad wanita tersebut. Maka terjadilah
eror dan chaos dalam bentuk penyakit mematikan. Seorang wanita dengan
masa iddahnya, membutuhkan waktu tunggu sebagaimana yang disyariatkan
Islam sampai dia siap menerima “pembuahan baru” dank kode baru tanpa
terkena oleh penyakit dan virus apapun.
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’ (haid atau suci).” (Al-Baqarah: 228)
Di sinilah rahasia kenapa seorang wanita dilarang poliandri dan
lelaki dibolehkan poligami. Lantas kenapa laki-laki juga terkena virus
HIV atau penyakit seksual lainnya? Karena, dia tertular dengan virus
yang sudah terjangkit di tubuh wanita yang sudah terjangkit virus
tersebut.
Lantas kenapa masa iddah wanita yang dicerai dengan yang ditinggal
suaminya meninggal berbeda? Kenapa yang pertama selama tiga bulan dan
yang kedua empat bulan 10 hari?
Setelah dilakukan penelitian, janda yang ditinggal mati suaminya
lebih membutuhkan waktu lebih lama dibanding wanita yang dicerai untuk
menghilangkan bekas kode suaminya. Hal itu karena dipengaruhi kondisi
psikisnya yang didominasi rasa sedih karena ditinggal suaminya meninggal
dunia.
Kembali ke prinsip di awal, jika ada teknologi masa kini yang bisa
menghilangkan kode laki-laki dari jasad wanita yang dibuahinya, maka
tetap masa tunggunya adalah yang sudah ditentukan syariat, tidak berubah
dan poliandri tetap dilarang, apapun kondisinya. Wallahu a’lam. (islamstory/islamemomo/spiritsislam.net/A. Tirmidzi)
sumber: http://spiritislam.net
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..