Koleksi pribadi Yahya Ayyasy ( Ilustrasi) |
Pembaca setia. Ada satu hal yang hampir tidak disadari oleh para
orang tua bahwa ternyata, kita terlalu berlebihan dalam memperlakukan
anak. Berbagai keinginannya selalu dipenuhi, rengekannya selalu diikuti,
setiap permasalahan yang dihadapi anak hampir selalu ditolong secara
pragmatis, dll. Bahkan bila ada satu ketidaknyamanan sedikitpun pada
diri anak, secepat kilat kita menangkisnya.
Banyak dampak negatif yang akan muncul dari akibat terlalu memanjakan
anak. Salah satunya, anak yang terlalu dmanjakan memiliki peluang besar
untuk tampil sebagai pribadi yang penakut. Bahkan pada titik ekstrim,
anak akan sangat bergantung pada orang lain dan tidak memiliki
kepercayaan diri untuk sekadar menyatakan dirinya “mampu” berbuat
sesuatu. Sehingga sangat wajar jika kemudian timbul beberapa perilaku
yang yang sangat tidak diharapkan seperti;
- Tidak mampu menyelesaikan masalah
- Tidak memiliki second opinion
- Egois
- Semua keinginannya harus selalu terlayani dan terpenuhi
- Harus selalu sempurna
- Keras kepala
- Emosi tidak stabil
- Kurang peka terhadap kondisi atau permasalahan yang ada
- Tidak percaya diri
- Kurang mampu bergaul dengan baik
- Penakut
Profil yang cukup dominan pada diri anak yang diakibatkan oleh pola
asuh yang memanjakan adalah sifat PENAKUT. Dalam hal ini, takut salah,
takut dengan ketidaknyamanan, takut dengan bahaya yang mengancam, takut
tidak mampu menyelesaikan masalah, dan lian-lain. Namun walau
bagaimanpun, sifat penakut harus dihindari. Karena semakin ia dibiarkan
bersama sifat penakutnya, maka ia akan semakin merepotkan kita sebagai
orangtuanya.
Berikut beberapa tips dan trik yang wajib Anda pelajari supaya Anda tidak kebablasan memanjakan anak;
1. Hindari Kebiasaan Mendramatisir Kesulitan
Yakinkan pada anak bahwa segala sesuatu bisa ditempuh dengan mudah.
Pernyataan Anak | : | “Kakak nggak sekolah Ma… Habis teman-temannya pada nakal semua. Kakak nggak mau sekolah lagi.” |
Tanggapan yang harus dihindari | : | “Ooo gitu ya Nak ya? Ya udah, hari ini boleh Kakak libur dulu. Nanti Mama dating ke sekolah. Mama mau bilang sama Bu guru.” |
Tanggapan yang sebaiknya diungkapkan | : | “Memang siapa aja yang nakal sama Kakak? Pertemanan itu biasa Nak… Kakak juga harus belajar berteman yang baik, biar Kakak lebih nyaman di sekolah.” |
2. Jangan Pernah Mengafirmasi Traumatik
Kadang-kadang para orang tua sering mengulang-ulang, mengomentari,
mengingat kembali kejadian pahit atau pengalaman tidak nyaman yang
sempat dialami anak seperti kecelakaan dan lai-lain yang pada akhirnya
anak menjadi lemah dan mngingat-ingat terus pengalaman pahitnya. Padahal
traumatik itu bisa disembuhkan.
Pernyataan Anak | : | “Bunda, pokoknya aku nggak mau ikut outbound lagi. Takut jatuh kayak dulu.” |
Tanggapan yang harus dihindari | : | “Mmmm… Kakak masih ingat terus ya sama kejadian tempo hari. Ya udah nggak apa-apa. Kalau Kakak masih takut nggak usah ikut aja.” |
Tanggapan yang sebaiknya diungkapkan | : | “Ooo gitu ya? Tapi khan sekarang belum tentu jatuh. Lebih hati-hati aja. Teman-teman juga pada mau ikut semua kok. Gimana? Berani ya…?” |
3. Revisi Semua Pernyataan “Keraguan”
Jangan pernah berhenti membujuk sampai anak merevisi pernyataan
keraguan atau ketakutannya. Misalnya, kita belum berhasil memujuk anak
(anak laki-laki) sehingga ia mau dikhitan. Ada saja alasan yang
diungkapkannya sehingga rencana untuk pelaksanaan khitan tertunda dan
tertunda lagi. Nah, sebagai orang tua cerdas, pastika bahwa setiap anak
kita memunculkan kalimat-kalimat keraguan, segera tangkis dan luruskan
dengan kalimat-kalimat yang lebih optimistis. Ingat, setiap anak itu
bisa dikondisikan.
4. Berikan hanya kalimat-kalimat positif yang membangun
Ingat, kalimat-kalimat negatif itu melemahkan. Kalimat-kalimat negatif itu justru membuat anak tak berdaya.
5. Terbukalah untuk menjadi orangtua yang selalu memberi kesempatan.
Pada umumnya, karena alasan ingin segera rapi dan atau dikejar waktu,
banyak orang tua yang akhirnya menyelesaikan hal-hal yang sebetulnya
bisa dijadikan sebagai media pembelajaran anak. Misalnya merapikan
tempat tidur, memakai sepatu, menyiapkan bekal, dll. Bila hal-hal
demikian pada akhirnya serba ditangani orang tua, dan kesempatan anak
untuk mencoba semakin tipis, maka berpotensilah untuk tampil sebagai
pribadi yang serba bergantung.
6. Hindari pencegahan yang berlebihan
Perlu disadari bahwa semakin dicegah apalagi ditekan, maka ada satu
ketidakpuasan pada diri anak yang tidak terekspresikan yang sebenarnya
bisa ia ledakkan atau lampiaskan pada tempat, waktu, kondisi atau
kesempatan yang lain.
7. Berikan Peluang untuk Berkompetisi
Jangan pernah membiarkan anak kita merasa cukup dan merasa puas
dengan kemampuan yang dimilikinya. Dan disinilah salah satunya mengapa
anak perlu bergaul, bersekolah, mengenal komunitas, dll.
8. Ajak ia beradaptasi di medan yang Menantang
Kehidupan itu, belajar menghadapi tantangan. Dan ini berlaku secara
fitrah bagi setiap manusia sejak lahir ke dunia hingga kematian tiba.
Semakin anak berada di zona aman dan terus-menerus berada pada kondisi
super nyaman, sesungguhnya akan semakin menyulitkan dirinya untuk
menghadapi tantangan hidup dan memiliki imunitas yang sangat lemah.
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..