Ada yang serius
 untuk menikah? Ya, serius! Sebagaimana ibadah lainnya, menikah 
memerlukan persiapan. Membutuhkan upaya serius untuk melakoninya. Tidak 
asal-asalan atau berpikiran “menggampangkan”. Tidak. Menikah itu butuh 
keseriusan. Sebab, nikah itu bukan hanya untuk didiskusikan atau 
diobrolkan sampai berbusa-busa yang sekadar wacana dan retorika belaka. 
Nikah adalah sebuah aksi. Sehingga, jika kita hanya terus menerus 
membicarakan nikah sebagai teori semata (tanpa dipraktikkan), itu 
artinya belum siap, dan mungkin tidak akan pernah siap jika kita tidak 
bertekad untuk mempersiapkannya. Karena, nikah bukan semata untuk 
dibicarakan dengan sangat bahagia dan berapi-api, tapi seharusnya 
dilaksanakan dengan penuh tanggung-jawab dan meminggirkan segala rasa 
khawatir dan ragu.
Jika kita sudah serius ingin menikah, maka kita harus menyiapkan 
segalanya untuk melaksanakan ibadah tersebut. Itu artinya, jika kita 
hanya berdiam diri, melamun, mengangankan merenda
 bahagia bersama kekasih impian kita, belum dikatakan berpikir serius. 
Itu baru melamun bahkan mimpi. Sama sekali tidak produktif. Karena waktu
 akan terus berjalan. Waktu tak akan peduli apakah orang-orang 
mengisinya dengan baik atau buruk. Waktu pun tak pernah kompromi dan 
memaafkan andaikata kita melakukan kesalahan atau kegiatan yang tidak 
produktif. Itu sebabnya, daripada berbincang dengan teman bagaimana 
rasanya punya pendamping hidup, lebih baik menyiapkan diri untuk merenda
 bahagia dengan kekasih kita dalam ikatan pernikahan. Nyata. Bukan 
melamun.
Persiapan untuk menikah itu adalah wujud nyata, bentuk peduli dan 
serius kita untuk menuju pernikahan. Itu sebabnya, menentukan target 
adalah sebuah keputusan penting yang akan mempengaruhi cara pandang, usaha, dan doa
 kita. Ketika menentukan target waktu tertentu untuk menikah, maka cara 
pandang kita tentang kehidupan yang sedang dijalani juga akan berporos 
pada target tersebut. Kita tidak akan pernah merasa santai untuk waktu 
yang lama, apalagi
 tidak jelas. Cara pandang seperti ini akan menggerakkan usaha kita dan 
tak lupa memolesnya dengan doa agar apa yang kita lakukan mendapat 
barokah dari Allah Swt.
Itu sebabnya pula,
 rasa-rasanya sudah saatnya kita melepaskan belenggu pikiran yang tidak 
produktif. Pernikahan tidak bisa dicapai hanya dengan mimpi. Indahnya 
pernikahan tidak bisa dilukiskan hanya dengan cerita menyenangkan yang 
terus menerus diobral dalam obrolan dengan teman di saat senggang. 
Karena pernikahan itu nyata. Bukan khayalan (kecuali di film, 
barangkali), maka usaha untuk menuju ke arah sana juga nyata. Dan, 
sangat membutuhkan keseriusan. Baik pemikiran, usaha, dan juga doa.
Oya, ketika kita berpikir serius bukan berarti kita harus kaku atau 
tak boleh sama sekali memikirkan yang ringan-ringan. Tidak. Bukan itu 
maksudnya. Karena arti keseriusan berpikir adalah adanya tujuan dan 
usaha untuk merealisasikan tujuan tersebut, di samping tentunya harus 
adanya gambaran yang baik tentang fakta yang akan dipikirkan.
Sebagai contoh, jika kita berpikir tentang bahaya, seharusnya bukan 
membahas tentang bahaya, akan tetapi bagaimana upaya kita untuk 
menjauhinya. Jadi, kalau kita tahu bahwa api itu jika kecil jadi 
‘sahabat’, tetapi jika sudah besar menjadi musuh (baca: kebakaran), maka
 kita harus berpikir tentang bahaya yang sudah jelas dari sebuah 
kebakaran, lalu kita memikirkan bagaimana caranya supaya jangan sampai 
terjadi dan menimpa kita. Bisa saja kemudian serius berpikir untuk 
mencari model pengamanan, memikirkan juga bagaimana caranya agar tidak dekat-dekat dengan segala macam yang bisa memunculkan bahaya kebakaran.
Begitu pun, jika kita mulai serius memikirkan tentang nasib kita di 
dunia dan di akhirat, itu karena kita ingin agar kehidupan kita di dunia
 selamat dan sejahtera, begitu pula untuk kehidupan di akhirat. Akhirnya
 kita jadi berusaha berbuat untuk mendapatkan tujuan hidup kita itu. Iya
 kan? Itu namanya sudah berpikir serius. Jadi, jika sekarang kita mulai 
serius, itu tentunya dalam tindakakan pun kita harus membuktikan dengan 
antimalas dalam meraih dunia dan berusaha agar akhirat pun bisa kita 
gapai dengan baik. Berpikir dan bertindak.
Dalam kaitannya dengan pernikahan, maka seseorang yang dikatakan 
berpikir serius tentang pernikahan, bisa dilihat dan dibuktikan dari 
aksinya. Yakni, ia akan berusaha untuk merealisasikan target 
pernikahannya sebaik mungkin. Mempersiapkan kondisi pribadi: keuangan, 
ilmu, mental, dan juga fisik. Kemudian mencari calon pendamping hidup: 
baik bergerilya sendiri maupun mencari bantuan lewat teman atau guru 
ngaji. Ini namanya sudah taraf berpikir dan bertindak (berusaha) dengan 
serius.
Itu sebabnya, tidak dikatakan berpikir dan berusaha serius jika hanya
 menjadikan pernikahan itu sebagai obrolan santai dengan teman sambil 
mengkhayal. Bukan pula pernikahan itu hanya menjadi wacana dan retorika 
tanpa aksi. Dan, pernikahan itu harus dikondisikan untuk disiapkan. 
Jangan menunggu siap. Tapi
 harus disiapkan. Sebagaimana halnya ketika ingin lulus kuliah, tapi 
kita tidak pernah memberi tenggat dan target waktu untuk kelulusan, maka
 akibatnya kita akan abai terhadap kelulusan. Itu sebabnya, bagaimana 
mungkin bisa menyiapkan kelulusan, karena memikirkan untuk lulus saja 
tidak, belajar pun semaunya. Berbeda dengan mereka yang sudah mematok 
tenggat dan target waktu tertentu. Ia akan berusaha untuk meraihnya. 
Akan terus bersemangat dan mengobarkan semangat di hati dan pikirannya. 
Bagaimana kawan, apakah sudah serius menyiapkan diri untuk menikah?
Salam,
O. Solihin
 
 
 
 
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..