”Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita yang
 besar, yang mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali tidak; kelak 
mereka akan mengetahui, Kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka 
mengetahui. Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? 
Dan gunung-gunung sebagai pasak? Dan Kami jadikan kamu 
berpasang-pasangan, Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, Dan Kami 
jadikan malam sebagai pakaian. Dan Kami jadikan siang untuk mencari 
penghidupan, Dan Kami bina di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, 
Dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), Dan Kami turunkan 
dari awan air yang banyak tercurah, Supaya Kami tumbuhkan dengan air itu
 biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, Dan kebun-kebun yang lebat? 
Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan, Yaitu 
hari ( yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang 
berkelompok-kelompok, Dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa 
pintu, Dan dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia. 
Sesungguhnya neraka Jahannam itu (padanya) ada tempat pengintai, Lagi 
menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas, Mereka 
tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya, Mereka tidak merasakan 
kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, Selain air yang
 mendidih dan nanah, Sebagai pambalasan yang setimpal. Sesungguhnya 
mereka tidak berharap (takut) kepada hisab, Dan mereka mendustakan 
ayat-ayat Kami dengan sesungguh- sungguhnya. Dan segala sesuatu telah 
Kami catat dalam suatu kitab. Karena itu rasakanlah dan kami sekali-kali
 tidak akan menambah kepada kamu selain daripada azab. Sesungguhnya 
orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan 
buah anggur, Dan gadis-gadis remaja yang sebaya, Dan gelas-gelas yang 
penuh (berisi minuman). Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan 
yang sia-sia dan tidak (pula) perkataan dusta. Sebagai pembalasan dari 
Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak, Tuhan yang memelihara langit 
dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; yang Maha Pemurah. Mereka 
tidak dapat berbicara dengan Dia. Pada hari, ketika ruh dan para 
malaikat berdiri bershaf- shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa
 yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan yang Maha Pemurah; dan ia 
mengucapkan kata yang benar. Itulah hari yang pasti terjadi. Maka 
barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada 
Tuhannya. Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang 
kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah 
diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata:”Alangkah 
baiknya sekiranya dahulu adalah tanah”.
Pengantar
Juz ini seluruhnya termasuk surat ini memiliki karakter yang umum 
surat Makkiyah, kecuali dua surat yaitu surat Al-Bayyinah dan An-Nashr. 
Semuanya merupakan surat-surat pendek yang berbeda beda satu lama 
lain. Dan yang terpenting dalam hal ini adalah karakter khususnya yang 
menjadikannya sebagai satu kesatuan saling berdekatan tema dan arahnya, 
kesannya, gambarannya, ba yang -ba yang nya, dan uslub nya ‘metodenya’ 
secara umum.
Juz ini merupakan ketukan-ketukan beruntun yang keras, kuat, dan 
tinggi nadanya terhadap perasaan. Juga teriakan terhadap orang-orang 
yang tidur lelap atau orang-orang yang mabuk kepayang . Atau, terhadap 
orang-orang yang bermain-main sambil begadang dan menari-nari dengan 
hiruk-pikuk, bersiul-siul, dan bertepuk tangan. hati dan perasaan mereka
 terus-menerus diketuk dengan ketukan-ketukan dan teriakan-teriakan dari
 surat-surat dalam juz ini, yang semuanya dengan nada dan peringatan 
tunggal, “Ingatlah! Sadarilah! Lihatlah! Perhatikanlah! Pikirkanlah! 
Renungkanlah bahwa di sana ada Tuhan, di sana ada pengaturan, di sana 
ada takdir, di sana ada ketentuan, di sana ada ujian, di sana ada 
tanggung jawab, di sana ada perhitungan, di sana ada pembalasan, dan di
 sana ada azab yang pedih dan nikmat yang besar. Ingatlah, sadarilah, 
lihatlah, perhatikanlah, pikirkanlah, renungkanlah. Demikianlah pada 
kali lain, pada kali ketiga, keempat, kelima, dan kesepuluh.”
Di samping ketukan-ketukan, seruan- seruan, dan teriakan-teriakan 
itu, ada tangan kuat yang mengguncang orang-orang yang tidur, mabuk, dan
 terlena, dengan guncangan yang keras. Seakan-akan mereka sedang membuka
 matanya dan melihat dengan ter bingung-bingung, lalu kembali kepada 
keadaannya semula. Maka, kembalilah tangan kuat itu mengguncang mereka 
dengan guncangan yang keras, teriakan keras terdengar kembali, dan 
ketukan-ketukan keras pun mengenai pendengaran dan hati mereka lagi. 
Kadang-kadang orang-orang yang tidur tadi terbangun sedikit dan berkata 
dalam kebandelan dan kekerasan hatinya, ‘Tidak…!” Kemudian melempari 
orang yang berseru dan memberi peringatan itu dengan batu dan caci 
maki, lalu mereka kembali kepada keadaan semula lagi. Kemudian mereka 
diguncang dengan guncangan baru lagi.
Demikianlah yang dirasakan ketika membaca surat Ath-Thaariq ayat 5, Al-Ghaasyiyah ayat 17-20, An-Naazi’aat
 ayat 27-33, An-Naba’ ayat 6-16, ‘Abasa ayat 24-32, Al-Infithaar ayat 
6-8, Al A’1aa ayat 1-5, At-Tiin ayat 4-8, At-Takwiir ayat 1-14, 
Al-Infithaar ayat 1-5, Al-Insyiqaaq ayat 1-5, dan Al-Zalzalah ayat 1-5.
 Juga ketika membaca isyarat-isyarat Ialam pada permulaan dan 
pertengahan 1-8, dan Adh-Dhuhaa ayat 1-2.
Juz ini secara keseluruhan menekankan pembicaraan tentang kejadian 
pertama manusia dan makhluk-makhluk hidup lainnya di muka bumi seperti 
tumbuh-tumbuhan dan binatang. Juga menekankan pembicaraan tentang 
pemandangan-pemandangan alam; ayat-ayat Allah yang terbuka; 
pemandangan-pemandangan hari kiamat yang keras, mengerikan, 
mengagetkan, menggemparkan, dan menakutkan; dan pemandangan-pemandangan
 yang berupa hisab dan pembalasan dengan kenikmatan dan azab dalam 
gambaran-gambaran yang mengetuk hati, membingungkan, dan mengguncangkan,
 seperti pemandangan kiamat nya semesta raya yang amat besar dan 
menakutkan.
Semua itu menjadi bukti adanya penciptaan, pengaturan, dan 
penciptaan ulang dengan timbangan-timbangan dan ukuran-ukurannya yang 
pasti, di samping untuk mengetuk, menakut-nakuti, dan memperingatkan 
hati manusia. Kadang-kadang paparan-paparan ini diiringi dengan 
menampilkan kisah-kisah dan pemandangan-pemandangan orang dahulu yang 
mendustakan ayat-ayat Allah dengan segala akibatnya. Seperti itulah 
kandungan juz ini seluruhnya, tetapi kami hanya ingin menunjuk beberapa 
contoh saja di dalam pengantar ini.
Surat An-Naba’ secara keseluruhan merupakan contoh yang sempurna bagi
 penekanan pembicaraan terhadap hakikat-hakikat dan 
pemandangan-pemandangan ini. Surat semacam surat An-Naazi’aat dan surat 
‘Abasa, bagian permulaannya mengandung isyarat mengenai suatu peristiwa
 tertentu di antara peristiwa-peristiwa dakwah. Sedangkan, sisanya 
secara keseluruhan merupakan pembahasan tentang kehidupan manusia dan 
tumbuh-tumbuhan. Setelah itu, diceritakan tentang datangnya suara yang 
memekakkan telinga (yaitu ditiup nya sangkakala kedua),
“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, ibu dan bapaknya,
 istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu 
mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. Banyak muka pada hari itu 
berseri-seri, tertawa dengan gembira ria. Banyak (pula) muka pada hari 
itu tertutup debu, dan ditutup lagi oleh kegelapan.” (‘Abasa: 34-41)
Surat At-Takwiir menggambarkan pemandangan tentang ter bolak-baliknya
 alam semesta secara dahsyat dan menakutkan pada hari itu, disertai 
dengan menampilkan pemandangan-pemandangan alam dalam bentuk-bentuk 
sumpah yang menunjukkan hakikat wahyu dan kebenaran Rasul. Demikian juga
 surat Al-Infithaar yang menampilkan pemandangan tentang ter 
bolak-baliknya alam beserta pemandangan tentang nikmat dan azab, dan 
mengguncang hati manusia di depan semua itu,
‘Hai manusia, apakah yang memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah ?” (Al Infithaar: 6)
Pemandangan alam dan pemandangan-pemandangan hari itu dengan menunjuk
 penyiksaan yang dilakukan orang-orang kafir terhadap segolongan kaum 
mukminin di dunia dengan api, dan bagaimana Allah akan menyiksa mereka 
(orang-orang kafir) itu di akhirat dengan api neraka yang lebih dahsyat 
dan lebih menyakitkan.
Surat Ath-Thaariq memaparkan pemandangan-pemandangan alam di samping 
tentang penciptaan manusia dan tumbuh-tumbuhan dengan menggunakan 
sumpah bagi semuanya, 
“Sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar firman
 yang memisahkan antara yang hak dan yang batil, dan sekali-kali 
bukanlah dia senda gurau. “(Ath Thaariq:13-14)
Surat Al-A’laa membicarakan penciptaan, penyempurnaan ciptaan, 
takdir, hidayah, dan penumbuhan tumbuh-tumbuhan dan perkembangannya 
sebagai pengantar bagi pembicaraan tentang peringatan, akhirat, hisab, 
dan pembalasan. Surat Al-Ghaasyiyah menggambarkan 
pemandangan-pemandangan tentang kenikmatan dan azab, kemudian mengarah 
kepada penciptaan unta, langit bumi, dan gunung-gunung. Hingga akhir juz
 gambaran pemandangan-pemandangan seperti itu diberikan.
Namun, ada beberapa surat yang membicarakan hakikat aqidah dan manhaj iman,
 seperti surat Al-Ikhlash, surat Al-Kaafiruun, surat Al-Maa’uun, surat 
Al-’Ashr, surat Al-Qadr, dan surat An-Nashr. Atau, beberapa surat yang 
menggembirakan hati Rasulullah saw, menenangkannya, dan mengarahkannya 
untuk memohon perlindungan kepada Tuhannya dari semua kejelekan dan 
kejahatan, seperti surat Adh-Dhuhaa, Al-Insyirah (Alam Nasyrah), 
Al-Kautsar, Al-Falaq, dan surat An-Naas, yang merupakan surat-surat 
pendek.
Di sana terdapat fenomena lain di dalam menyampaikan 
ungkapan-ungkapan dan kalimat-kalimatnya dalam juz ini. Ada keelokan 
yang jelas di dalam pengungkapan nya yang disertai dengan 
sentuhan-sentuhan yang dituju di tempat-tempat yang indah di alam dan di
 dalam jiwa. Juga ada kemasan bahasa yang indah di dalam 
lukisan-lukisannya, bayang-ba yangnya, kesan-kesan musikalnya, rima 
(persamaan bunyi) dan iramanya, dan pembagian segmen nya yang sangat 
selaras dengan karakternya di dalam berbicara kepada orang-orang yang 
lengah, tidur, dan tidak ambil peduli. Tujuannya untuk menyadarkan 
mereka dan menarik perasaan dan indra mereka dengan bermacam-macam 
warna, kesan, dan pengaruh.
Semua ini tampak jelas dalam gambaran yang terang benderang seperti 
dalam pengungkapan nya yang halus tentang bintang-bintang yang beredar 
dan bersembunyi (tenggelam) seperti kijang yang bersembunyi dalam 
persembunyiannya lalu muncul keluar. Juga tentang malam yang seakan-akan
 ia itu makhluk hidup yang meronda dalam kegelapan, dan waktu fajar yang
 seakan-akan makhluk hidup yang bernafas dengan cahaya,
“sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang yang beredar dan 
terbenam, demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan 
demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing.”(At Takwiir: 15-18)
Di dalam menampilkan pemandangan saat terbenamnya matahari, malam, dan rembulan, dilukiskan,
Maka Sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu 
senja, Dan dengan malam dan apa yang diselubunginya, Dan dengan bulan 
apabila jadi purnama, (Al Insyiqaaq: 16-18)
Atau, pemandangan-pemandangan tentang fajar dan malam hari yang terus berjalan dan berlalu,
‘Demi fajar, malam yang sepuluh, yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu. ” (Al Fajr: 1-4)
“Demi waktu Dhuha, dan malam bila gelap gulita. ” (Adh Dhuhaa: 1-2)
Di dalam firman Nya yang diarahkan kepada hati manusia, dikatakan,
‘Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat 
durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah. yang telah menciptakan 
kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu 
seimbang “(Al Infithaar: 6-7)
Kemudian dalam menyifati surga, Dia berfirman,
‘Banyak muka pada hari itu berseri-seri, merasa senang karena 
usahanya, dalam surga yang tinggi. Tidak kamu dengar di dalamnya 
perkataan yang tidak berguna. “(Al Ghaasyiyah: 8-11)
Dalam menyifati neraka, Dia berfirman,
‘Adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka 
tempat kembalinya adalah neraka hamiyah. Tahukah kamu apakah neraka 
hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas. (Al Qaari’ah: 8-11)
Keindahan ungkapannya begitu jelas, sejelas maksud sentuhannya yang 
indah terhadap pemandangan-pemandangan alam dan relung-relung jiwa. 
Kadang-kadang tidak dipergunakan perkataan yang lugas, tetapi 
dipergunakannya kata konotasi, kata kiasan. Kadang-kadang tidak 
dipergunakan kata-kata yang dekat dengan objek pembicaraan, melainkan 
digunakan bentukan kata yang jauh. Tujuannya untuk mewujudkan nada-nada 
instrumental yang dimaksud dan menegaskan peralihan di celah-celah juz 
ini dengan mendekatkan satu sama lain.
Surat An-Naba’ adalah sebuah contoh bagi arah juz ini dengan 
tema-tema nya, hakikat-hakikatnya, kesan-kesannya, lukisan-lukisannya, 
bayang -bayang nya, nuansa musikalnya, sentuhan-sentuhannya pada alam 
dan jiwa serta dunia dan akhirat, dan pilihan kata dan 
kalimat-kalimatnya untuk menguatkan kesan dan pengaruhnya di dalam 
perasaan dan hati.
Surat ini dimulai dengan pertanyaan yang mengisyaratkan dan 
mengesankan besar dan agungnya hakikat yang mereka perselisihkan. Yaitu,
 persoalan besar yang tidak ada keraguan padanya dan tidak ada syubhat. 
Pertanyaan ini diakhiri dengan mengemukakan ancaman kepada mereka 
terhadap hari yang kelak akan mereka ketahui hakikatnya,
‘Tentang apakah mereka saling bertanya? Tentang berita yang 
besar, yang mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali tidal kelak 
mereka akan mengetahui. Kemudian sekali-kali tidal kelak mereka akan 
mengetahui. ” (An Naba’: 1-5)
Dari sana kemudian segmen berikutnya beralih dari makna pembicaraan 
itu, dari berita ini, dan dibiarkannya ia hingga waktunya kemudian 
dibawanya mereka beralih kepada sesuatu yang terjadi di hadapan mereka 
dan di sekitar mereka, mengenai diri mereka sendiri dan alam semesta 
yang padanya terdapat persoalan yang besar juga. Alam itu menunjukkan 
sesuatu yang ada di baliknya dan mengisyaratkan kepada apa yang akan 
dibacanya,
Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan, 
gunung-gunung sebagai pasak, Kami jadikan kamu berpasang-pasangan, Kami 
jadikan tidurmu untuk istirahat, Kami jadikan malam sebagai pakaian, 
Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan, Kami bangun atas kamu 
tujuh buah (langit) yang kokoh, Kami jadikan pelita yang amat terang 
(matahari), dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya
 Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan 
kebun-kebun yang lebat?” (An Naba’: 6-16)
Dari kumpulan hakikat-hakikat, pemandangan-pemandangan, 
lukisan-lukisan, dan kesan-kesan ini mereka dibawa kembali kepada berita
 besar yang mereka perselisihkan dan yang diancamkan kepada mereka pada 
hari mereka mengetahuinya, untuk dikatakan kepada mereka apakah ia dan 
bagaimana terjadi.
‘Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan, 
yaitu hari ( yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang 
berkelompok-kelompok. Dibukakan langit, maka terdapatlah beberapa pintu;
 dan Dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia.” (An Naba’: 17-20)
Kemudian dibentangkan lah pemandangan azab dengan segala kekuatan dan kekerasan nya,
‘Sesungguhnya neraka, jahanam itu (padanya) ada tempat pengintai,
 lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas. 
Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. Mereka tidak merasakan
 kesejukan di dalamnya dan (tidak pula) mendapat minuman selain air yang
 mendidih dan nanah, sebagai pembalasan yang setimpal. Sesungguhnya 
mereka tidak takut kepada hisab, dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami 
dengan sesungguh-sungguhnya. Segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu
 kitab. Karena itu, rasakanlah. Kami sekali-kali tidak akan menambah 
kepada kamu selain dari azab.”(An Naba’: 21-30)
Kemudian ditunjukkan pula pemandangan nikmat yang memancar demikian derasnya,
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan, 
(yaitu) kebun-kebun, buah anggur, gadis-gadis remaja yang sebaya, dan 
gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). Di dalamnya mereka tidak 
mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan) dusta. 
Sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak.” (An Naba’: 31-36)
Kemudian surat ini ditutup dengan memberikan kesan yang luhur 
mengenai hakikat hari itu di dalam pemandangan yang ditampakkan padanya.
 Juga dengan memberikan peringatan kepada manusia sebelum datangnya hari
 yang padanya terdapat pemandangan yang agung ini,
‘Tuhan yang Memelihara langit dan bumi serta apa yang ada di 
antara keduanya, yang Maha Pemurah. Mereka tidak dapat berbicara dengan 
Dia. Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, 
mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin 
kepadanya oleh Tuhan yang Maha Pemurah, dan ia mengucapkan kata yang 
benar. Itulah hari yang pasti terjadi. Karena itu, barangsiapa yang 
menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya. 
Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) 
dengan siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah 
diperbuat oleh kedua tangannya, dan orang kafir berkata, Alangkah 
baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah. “‘ (An Naba’: 37-40)
Itulah berita besar yang mereka pertanyakan. Itulah berita besar yang kelak akan mereka ketahui.
Berita Besar
“Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita yang besar, yang mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali tidal kelak mereka akan mengetahui. Kemudian sekali-kali tidak, kelak mereka akan mengetahui. ” (An Naba’: 1-5)
Inilah bagian permulaan yang mengandung pertanyaan bernada ingkar 
terhadap persoalan yang mereka pertanyakan dan mengandung keheranan 
mengapa persoalan seperti itu mereka pertanyakan. Mereka mempertanyakan 
hari kebangkitan dan berita tentang kiamat. Inilah persoalan yang mereka
 perdebatkan dengan sengit, dan hampir-hampir mereka tidak pernah 
membayangkan terjadinya, padahal inilah yang paling utama mereka 
lakukan.
‘Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya ? ” (An Naba’: 1)
Persoalan apakah yang mereka perbincangkan? Kemudian dijawab. 
Pertanyaan itu tidak dimaksudkan untuk mengetahui jawabannya dari 
mereka, tetapi hanya untuk menunjukkan keheranan terhadap keadaan mereka
 dan untuk mengarahkan perhatian terhadap keganjilan pertanyaan mereka. 
Diungkaplah persoalan yang mereka pertanyakan dan dijelaskanlah hakikat
 dan tabiatnya,
‘Tentang berita yang besar, yang mereka perselisihkan tentang ini.” (An Naba’: 2-3)
Tidak disebutkan batas tentang sesuatu yang mereka pertanyakan itu 
dengan menyebutkan wujudnya, melainkan hanya disebutkan sifatnya saja. 
Penyebutan sifatnya ini untuk menyampaikan berita yang besar dengan 
menunjukkan ketakjuban. Juga untuk mengagungkan dan menunjukkan 
perbedaan sikap terhadap hari itu antara orang-orang yang mengimaninya 
dan orang-orang yang tidak mempercayai terjadinya. Adapun yang 
mempertanyakannya hanyalah mereka saja. Kemudian tidak diberikan jawaban
 tentang apa yang mereka pertanyakan itu. Tidak dipaparkan pula hakikat 
sesuatu yang mereka pertanyakan itu, melainkan dibiarkan dengan 
sifatnya saja yang besar. Kemudian pembicaraan beralih kepada ancaman 
yang ditujukan kepada mereka. Hal ini lebih mengena daripada jawaban 
secara langsung, dan lebih mendalam ketakutan yang ditimbulkannya,
“Sekali-kali tidak, kelak mereka akan mengetahui. Kemudian, sekali-kali tidal kelak mereka akan mengetahui. ” (An Naba’: 4-5)
Lafal “kallaa” sekali-kali tidak!’ diucapkan untuk membentak
 dan menghardik. Karena itu, lafal ini sangat tepat dipakai di sini 
sesuai dengan bayangan yang perlu disampaikan. Diulangnya lafal ini 
beserta kalimatnya adalah untuk mengancam.
Fenomena Alam yang Perlu Diperhatikan
Kemudian, di luar tema berita besar yang mereka perselisihkan itu, di
 bawalah mereka untuk melakukan perjalanan yang dekat di alam semesta 
yang terlihat ini bersama sejumlah benda-benda yang berwujud, 
fenomena-fenomena, hakikat-hakikat, dan pemandangan-pemandangan yang 
menggetarkan hati yang mau merenungkannya,
‘Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan, gunung-gunung sebagai pasak, Kami jadikan kamu berpasang-pasangan, Kami jadikan tidurmu untuk
 istirahat, Kami jadikan malam sebagai pakaian, Kami jadikan siang untuk
 mencari penghidupan, Kami bangun atas kamu tujuh buah (langit) yang 
kokoh, Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), dan Kami 
turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan 
dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang 
lebat?” (An Naba’: 6-16)
Perjalanan di hamparan alam semesta yang luas dengan lukisan-lukisan 
dan pemandangan-pemandangan nya yang besar, dikemas dengan kata-kata dan
 kalimat kalimat singkat sehingga, memberikan kesan yang tajam, berat, 
dan mengena. Ia seakan akan alat pengetuk yang mengetuk bertalu-talu dengan nada berhenti dan nada putusnya.
Kalimat tanya yang diarahkan kepada lawan bicara, yang menurut ilmu 
bahasa menunjukkan penetapan, memang merupakan bentuk kalimat yang 
sengaja dibuat demikian. Seakan-akan ia merupakan tangan kuat yang 
mengguncangkan orang-orang lalai. Yakni, orang-orang yang mengarahkan 
pandangan dan hali mereka kepada himpunan makhluk dan fenomenafenomena 
yang mengisyaratkan adanya pengaturan dan penentuan di belakangnya. Juga
 mengisyaratkan adanya kekuasaan yang mampu menciptakan dan mengulang 
penciptaan itu kembali, dan mengisyaratkan adanya hikmah yang tidak 
membiarkan makhluk (manusia) tanpa pertanggungjawaban, tanpa dihisab, 
dan tanpa diberi pembalasan. Di sini, bertemulah ia dengan berita besar
 yang mereka perselisihkan itu.
Sentuhan pertama dalam perjalanan ini adalah tentang bumi dan gunung-gunung,
‘Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan .dan gunung-gunung sebagai pasak?” (An Naba’: 6-7)
‘Al-mihaad’ berarti dihamparkan untuk tempat berjalan di 
atasnya, dan hamparan yang lunak bagaikan buaian. Kedua makna ini 
saling berdekatan. Ini adalah hakikat yang dapat dirasakan manusia apa 
pun tingkat kebudayaan dan pengetahuannya. Sehingga, tidak memerlukan 
pengetahuan yang banyak untuk memahaminya dalam bentuknya yang nyata.
Keberadaan gunung-gunung sebagai pasak bumi ini merupakan sebuah 
fenomena yang dapat dilihat oleh mata orang pedalaman sekalipun. Baik 
yang ini bumi dengan hamparannya maupun yang itu gunung yang menjadi 
pasak bumi) memiliki kesan tersendiri di dalam perasaan apabila jiwa 
manusia ter arahkan ke sana untuk merenungkannya. Akan tetapi, hakikat 
ini lebih besar dan lebih luas ,jangkauannya daripada apa yang 
diperkirakan oleh manusia badui (pedalaman) ketika ia semata-mata 
menerima dengan indra nya. Setiap kali meningkat dan bertambah 
pengetahuan manusia tentang tabiat dan perkembangannya, maka semakin 
besarlah kesannya terhadap ini di dalam jiwanya. Lalu, mengerti lah ia 
bahwa di balik itu terdapat kekuasaan Ilahi yang agung dan rencana-Nya 
yang halus penuh hikmah. Demikian juga dengan adanya kesesuaian antara 
anggota-anggota alam semesta ini dan kebutuhan-kebutuhannya, beserta 
disiapkan nya bumi ini untuk menerima kehidupan manusia dan mengaturnya.
 Juga disiapkan nya manusia untuk menyelesaikan diri dengan 
lingkungannya dan untuk saling mengerti.
Dihamparkan nya bumi bagi kehidupan, dan bagi kehidupan manusia 
secara khusus, menjadi saksi tak terbantahkan yang memberikan kesaksian 
akan adanya akal yang mengatur di balik alam wujud yang nyata ini. 
Karena itu, rusaknya salah satu kerelevanan penciptaan bumi dengan 
semua kondisinya, atau rusaknya salah satu kerelevanan penciptaan 
kehidupan untuk hidup di bumi, maka kerusakan di sini ataupun di sana 
tidak akan menjadikan bumi sebagai hamparan. Juga tidak akan ada lagi 
hakikat yang diisyaratkan oleh Al Qur’ an secara global, untuk 
dimengerti oleh setiap manusia sesuai dengan tingkat ilmu dan 
pengetahuannya.
Dijadikannya gunung sebagai pasak bagi bumi, dapat dimengerti oleh 
manusia dari segi bentuknya dengan pandangannya semata-mata, karena ia 
lebih mirip dengan pasak-pasak kemah yang diikatkan padanya. Adapun 
hakikatnya kita terima dari informasi Al Qur’an. Darinya kita 
mengetahui bahwa gunung-gunung itu memantapkan bumi dan menjaga 
keseimbangannya. Mungkin karena gunung-gunung itu menyeimbangkan antara
 kerendahan lautan dan ketinggian gunung-gunung; menyeimbangkan antara 
pengerutan rongga bumi dan pengerutan atapnya; dan menekan bumi pada 
titik tertentu hingga ia tidak lenyap dengan adanya gempa bumi, gunung 
meletus, dan guncangan-guncangan dalam perutnya. Atau, mungkin karena 
ada alasan lain yang belum terungkap hingga kini. Karena, banyak sekali 
aturan dan hakikat-hakikat yang tidak
diketahui manusia yang diisyaratkan oleh Al-Qur’an-Al-Karim, kemudian diketahui sebagiannya oleh manusia setelah beratus-ratus tahun berikutnya!
Sentuhan kedua adalah mengenai jiwa manusia, dalam beberapa segi dan hakikat yang berbeda-beda, “… Kami jadikan kamu berpasang pasangan…. ” (An Naba’: 8)
Ini juga merupakan satu fenomena yang perlu diperhatikan, yang dapat 
diketahui oleh setiap manusia dengan mudah dan sederhana. Allah telah 
menjadikan manusia terdiri dari laki-laki dan wanita, dan menjadikan 
kehidupan dan pelestarian nya dengan adanya perbedaan jenis kelamin 
yang berpasangan dan pertemuan antara kedua jenis kelamin yang berbeda 
itu. Setiap orang mengetahui fenomena ini dan merasakan adanya 
kegembiraan, kenikmatan, kesenangan, dan kebaruan suasana tanpa 
memerlukan ilmu yang banyak. Karena itu, Al Qur’an membicarakan hal ini 
kepada manusia di lingkungan manapun ia berada. Sehingga, ia 
mengetahuinya dan terkesan olehnya apabila ia mengarahkan pikirannya ke 
sana, dan merasakan adanya tujuan, kesesuaian, dan pengaturan padanya.
Di belakang perasaan-perasaan yang bersifat global terhadap nilai 
hakikat ini dan kedalamannya, terdapat -pemikiran lain ketika manusia 
itu meningkat pengetahuan dan perasaannya. Di sana terdapat pemikiran 
tentang kekuasaan yang menjadikan nutfah (mani) itu anak laki-laki dan 
nutfah ini anak wanita. Padahal, tidak ada sesuatu yang membedakan 
secara jelas di dalam nutfah ini atau itu, yang menjadikannya menempuh 
jalannya untuk menjadi anak laki-laki atau anak wanita.
Ya Allah, ini tidak lain kecuali karena adanya iradah kodrat yang 
menciptakan dengan rencana yang halus, dan pengarahan yang lembut. Juga 
pemberian ciri-ciri khusus yang dikehendaki-Nya pada nutfah ini dan 
itu, untuk menciptakan dari keduanya dua insan berpasangan, guna 
mengembangkan dan melestarikan kehidupan.
“…Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, Kami jadikan malam sebagai pakaian, Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan….”(An Naba’: 9-11)
Di antara pengaturan Allah terhadap manusia ialah menjadikan tidur 
sebagai istirahat dan menghentikan mereka dari berpikir dan 
beraktivitas. Dia menjadikan mereka dalam keadaan yang tidak mati dan 
tidak pula hidup, untuk mengistirahatkan fisik dan syaraf-syarafnya. 
Juga untuk memulihkan tenaga yang dikeluarkannya pada saat jaga, 
bekerja, dan sibuk dengan urusan kehidupan. Semua ini terjadi dengan 
cara menakjubkan yang manusia tidak mengerti caranya. Tidak ada andil 
sedikit pun iradah manusia di dalam hal ini, dan tidak mungkin ia 
mengetahui bagaimana hal ini berjalan dengan sempurna sedemikian rupa. 
Ketika dalam keadaan jaga pun, ia tidak mengetahui bagaimana cars 
kerjanya pada scat tidur. Apalagi dalam keadaan tertidur. Sudah tentu ia
 tidak mengetahui keadaan ini dan tidak dapat memperhatikannya.
Ini adalah salah satu rahasia bangunan makhluk hidup yang tidak 
diketahui kecuali oleh yang menciptakannya dan meletakkan rahasia itu 
padanya, serta menjadikan kehidupannya bergantung atasnya. Maka, tidak 
ada seorang pun yang mampu hidup tanpa tidur kecuali dalam waktu yang 
sangat terbatas. Kalau ia memaksakan diri dengan menggunakan sarana 
luar agar terus berjaga (tidak tidur), maka sudah tentu ia akan binasa. 
Di dalam tidur pun terdapat rahasia yang tidak berkaitan dengan 
kebutuhan fisik dan saraf yaitu, berhenti nya ruh dari melakukan 
pergulatan hidup yang keras. Ketenangan mengunjunginya sehingga ia 
meletakkan senjata dan meninggalkan kebunnya, senang ataupun tidak senang. Ia
 menyerah kepada saat kedamaian yang penuh keamanan, yang dibutuhkan 
setiap orang sebagaimana kebutuhannya terhadap makanan dan minuman.
Terjadilah sesuatu yang mirip mukjizat pada saat saat tertentu ketika
 rasa kantuk menimpa kelopak mata, ruh merasa berat, saraf-saraf telah 
letih, jiwa gelisah, dan hati merasa takut. Kantuk ini yang 
kadang-kadang hanya beberapa saat saja seakan akan membuat pembalikan 
(perubahan) total bagi keberadaan manusia dan memperbarui bukan hanya 
kekuatannya melainkan dirinya, sehingga ia seakan-akan sebagai wujud 
baru setelah bangun. Kemukjizatan (keluarbiasaan) ini pernah terjadi 
dalam bentuk yang jelas bagi kaum muslimin yang kelelahan dalam Perang 
Badar dan Perang Uhud. Allah memberi kenikmatan dan ketenteraman kepada
 mereka dengan kantuk ini sebagaimana yang terjadi pada banyak orang 
dalam keadaan keadaan yang mirip. Firman Nya,
“(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman dari-Nya. “(Al Anfaal: 11)
‘Kemudian setelah kamu berduka cita Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu.”(Ali Imran: 154)
Maka, istirahat yakni menghentikan berpikir dan beraktivitas dengan 
tidur ini merupakan suatu keharusan dari keharusan bangunan kehidupan. Ia
 merupakan satu rahasia dari rahasia-rahasia kekuasaan yang mencipta 
dan salah satu nikmat dari nikmat-nikmat Allah yang tidak ada seorang 
pun yang mampu memberikannya selain Dia. Adapun mengarahkan perhatian 
kepadanya sebagaimana yang dicontohkan Al Qur’an ini, mengingatkan dan 
menyadarkan hati kepada kekhususan-kekhususan Dzat-Nya. Juga kepada 
tangan yang mewujudkan eksistensinya dan menyentuh hati tersebut 
dengan sentuhan yang membangkitkannya untuk memikirkan dan merenungkan 
serta mengambil kesan darinya.
Di antara pengaturan Allah juga ialah Dia menjadikan gerakan alam 
ini selaras dengan gerakan makhluk-makhluk hidup. Sebagaimana Dia 
meletakkan pada manusia rahasia tidur dan istirahat sesudah bekerja dan
 melakukan aktivitas, maka Dia meletakkan pada alam ini fenomena malam 
sebagai pakaian penutup yang menjadikan istirahat dan pengenduran saraf 
itu berjalan dengan sempurna. Juga meletakkan fenomena siang untuk 
mencari penghidupan, yang dalam waktu siang inilah gerak dan aktivitas 
dapat berjalan dengan sempurna.
Dengan demikian, selaras dan serasi lah ciptaan Allah, dan alam ini 
pun sangat cocok bagi makhluk hidup dengan segala kekhususan nya. 
Makhluk-makhluk hidup itu dibekali dengan susunan yang cocok dengan 
gerak dan kebutuhan-kebutuhannya, sesuai dengan kekhususan dan 
kesesuaian yang diletakkan pada alam semesta. Semua ini keluar dari 
tangan kekuasaan yang mencipta dan mengatur dengan serapi-rapi nya.
Sentuhan ketiga adalah tentang penciptaan langit yang sangat serasi dan sesuai dengan bumi dan makhluk hidup,
‘Kami bangun di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, Kami 
jadikan pelita yang amat terang (matahari), dan Kami turunkan dari awan 
air yang banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu 
biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat?”(An Naba’: 12-16)
Tujuh buah langit yang kokoh yang dibangun Allah di atas bumi itu 
adalah langit yang tujuh, yaitu tujuh petala langit sebagaimana 
disebutkan di tempat lain. Dan, yang dimaksud dengannya dengan 
pembatasan ini hanya Allah yang mengetahuinya. Mungkin
 yang dimaksudkan adalah tujuh gugusan bintang, yang setiap satu gugusan
 nya bisa mencapai ratusan bintang. Ketujuh gugusan inilah yang 
mempunyai hubungan dengan bumi dan tata surya kita. Mungkin yang 
dimaksudkan bukan ini dan bukan itu. Allah Maha Mengetahui apa yang ada 
dalam susunan alam semesta ini, sedangkan yang diketahui oleh manusia 
hanya sedikit.
Sesungguhnya ayat ini hanya mengisyaratkan bahwa tujuh buah langit 
yang kokoh itu sangat kokoh dan kuat bangunannya, yang tidak mungkin 
retak dan berantakan. Inilah yang kita lihat dan kita ketahui dari 
tabiat tata surya dan benda-benda angkasa yang biasa kita sebut dengan 
langit, yang dapat diketahui oleh setiap orang. Di samping itu, ayat ini
 juga mengisyaratkan bahwa bangunan wajah langit yang kokoh itu serasi 
dengan planet bumi dan manusia. Karena itulah, ia disebutkan di dalam 
membicarakan pengaturan Allah dan penentuan Nya terhadap kehidupan 
bumi dan manusia, yang ditunjuki oleh ayat sesudahnya, ‘Kami jadikan pelita yang amat terang.”(An Naba’:13), yaitu,
 matahari yang bersinar terang benderang yang menimbulkan rasa panas 
untuk hidupnya bumi dan makhluk-makhluk hidup di atasnya. Juga 
menimbulkan pengaruh bagi terbentuknya awan yang membawa uap air dari 
lautan yang luas di bumi dan menyalaminya ke lapisan lapisan udara yang 
sangat tinggi. Itulah Al mu’shirat ‘awan’ sebagaimana disebutkan dalam ayat,
“… dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah.”(An Naba’: 14)
Ketika ia diperas, lalu turun dan berjatuhan yang berupa air. 
Siapakah yang memerasnya? Mungkin angin atau kehampaan aliran listrik 
pada beberapa tingkatan udara. Di balik semua itu terdapat tangan 
kekuasaan yang menimbulkan pengaruh-pengaruh pada alam semesta. Pada 
pelita terdapat penyalaan, panas dan cahaya, yang semuanya terdapat pada
 matahari. Karena itu, dipilihnya kata “siraj” ‘pelita’ di sini 
merupakan pilihan yang sangat cermat dan jeli. Dari pelita yang amat 
terang dengan segala cahaya terang dan panasnya, dan dari awan dengan 
air yang diperas darinya hingga banyak tercurah, tumbuhlah biji-bijian 
dan tumbuh-tumbuhan untuk dimakan, kebun-kebun yang lebat, serta 
pohon-pohon yang rimbun dan bercabang-cabang.
Keserasian dan keselarasan di alam ini tidak mungkin terjadi kecuali 
di baliknya ada tangan yang mengaturnya, ada kebijaksanaan yang 
menentukannya, dan ada iradah yang menatanya. 
Hal ini dapat diketahui 
oleh setiap insan dengan hati dan perasaannya ketika perasaannya 
diarahkan ke sana. Apabila ilmu dan pengetahuannya meningkat, maka akan 
terkuak lah keserasian dan kerapian ini sedemikian luas dengan 
tingkatan-tingkatannya yang menjadikan akal dan pikiran kebingungan dan 
terkagum-kagum. Juga menjadikan pendapat yang mengatakannya sebagai 
kebetulan adalah pendapat yang tidak berbobot dan tidak perlu 
ditanggapi, sebagaimana sikap orang yang tidak mau menghiraukan adanya 
tujuan dan pengaturan pada alam ini hanyalah sikap keras kepala yang 
tidak perlu dihormati.
Alam ini ada penciptanya. Di belakang alam ini, terdapat penataan, 
penentuan, dan pengaturan. Hakikat-hakikat dan pemandangan-pemandangan 
ini disebutkan secara beruntun di dalam nash Al Qur’an dengan urutan 
seperti ini. Yaitu, dijadikannya bumi sebagai hamparan, gunung sebagai 
pasak bagi bumi, manusia berpasang-pasangan, tidur mereka sebagai 
istirahat (sesudah bergerak, berpikir, dan melakukan aktivitas), malam 
sebagai pakaian untuk menutup dan menyelimuti, dan siang untuk mencari 
penghidupan, berpikir, dan beraktivitas. Kemudian dibangunnya rajah 
langit yang kokoh, dijadikannya pelita yang amat terang (matahari), dan 
diturunkannya air yang tercurah dari awan untuk menumbuhkan 
biji-bijian, tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun.
Keberuntungan hakikat-hakikat dan pemandangan-pemandangan yang 
seperti ini mengesankan adanya pengaturan yang cermat, mengisyaratkan 
adanya pengaturan dan penentuan, dan mengesankan adanya Sang Maha 
Pencipta yang Maha Bijaksana lagi Maha Kuasa. Disentuhnya hali dengan 
sentuhan-sentuhan yang mengesankan dan mengisyaratkan adanya maksud dan
 tujuan di belakang kehidupan ini. Dari sini, bertemulah konteks ini 
dengan berita besar yang mereka perselisihkan itu!
Hari Perhitungan dan Pembalasan
Semua itu adalah agar manusia bisa berbuat dan bersenang-senang, dan 
di belakangnya terdapat perhitungan dan pembalasan. Hari keputusan itu 
sudah ditentukan waktunya,
‘Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan, yaitu hari ( yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok. Dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu; dan dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia.” (An Naba’: 17-20)
Sesungguhnya manusia tidak diciptakan dengan sia-sia dan tidak 
dibiarkan tanpa pertanggungjawaban. Dzat yang telah menentukan 
kehidupan mereka dengan ketentuan sebagaimana telah disebutkan di muka 
dan menyerasikan kehidupan mereka dengan alam tempat hidup mereka, tidak
 mungkin membiarkan mereka hidup tiada guna dan mati dengan sia-sia, 
membiarkan mereka berbuat kebaikan atau kerusakan di bumi, lantas mereka
 pergi ke dalam tanah dengan sia-sia begitu saja. Tidak mungkin Dia 
membiarkan mereka mengikuti petunjuk jalan yang lurus dalam kehidupan 
atau mengikuti jalan yang sesat, lantas semuanya dipertemukan dalam satu
 tempat kembali. Tidak mungkin mereka berbuat adil dan berbuat zhalim, 
lantas keadilan atau kezhaliman itu berlalu begitu saja tanpa 
mendapatkan pembalasan.
Sungguh di sana akan ada suatu hari untuk memberikan ketetapan, 
membedakan (antara yang benar dan yang salah, yang adil dan yang zhalim,
 yang baik dan yang buruk), dan memberi keputusan terhadap segala 
sesuatu. Yaitu, hari yang sudah ditentukan dan ditetapkan waktunya oleh 
Allah,
“Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan. ” (An Naba’: 17)
Yaitu, hari yang ketika itu tatanan alam semesta sudah terbalik, 
ikatan-ikatan peraturannya sudah berantakan dan tidak berlaku lagi.
“Yaitu, hari ( yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok. ” (An Naba’: 18)
Ash-shuur artinya ‘sangkakala’. Kita tidak mengetahui nama 
lain selain itu. Kita tidak mengetahui kecuali akan ditiup. Kita tidak 
perlu menyibukkan diri untuk memikirkan bagaimana caranya. Karena, 
memikirkan cara peniupan nya itu tidak akan menambah keimanan kita dan 
tidak ada pengaruhnya terhadap peristiwa itu. Allah telah memelihara 
potensi kita agar tidak kita gunakan secara sewenang-wenang untuk 
membicarakan apa yang ada di balik perkara gaib yang tersembunyi ini. 
Dia telah memberikan kepada kita ukuran tertentu yang bermanfaat bagi 
kita, sehingga kita tidak menambah-nambahnya. Kita hanya membayangkan 
tiupan sangkakala yang membangkitkan dan mengumpulkan manusia untuk 
datang berkelompok-kelompok. Kita bayangkan pemandangan ini dan 
manusia-manusia yang telah hilang jati diri dan sosoknya dari generasi 
demi generasi, dan meninggalkan permukaan bumi untuk ditempati oleh 
orang-orang yang datang sesudahnya agar tidak menjadi sempit bagi mereka
 permukaan bumi yang terbatas ini.
Kita bayangkan pemandangan yang berupa manusia secara keseluruhan 
(sejak manusia pertama hingga manusia terakhir) bangun dan berdiri, lalu
 datang berbondong-bondong dari setiap lembah menuju ke tempat mereka 
dikumpulkan. Kita bayangkan kubur-kubur yang berserakan dan 
manusia-manusia yang bangun darinya. Kita bayangkan semuanya berkumpul
 menjadi satu dan ketika itu yang pertama tidak mengenal yang 
belakangan. Kita bayangkan ketakutan yang ditimbulkan oleh berkumpulnya 
manusia sedemikian rupa yang tidak pernah terjadi semua manusia 
berkumpul dalam satu waktu seperti yang terjadi pada hari ini. Di mana? 
Kita tidak tahu. Karena, di alam yang kita ketahui pernah terjadi 
berbagai peristiwa dan hal-hal menakutkan yang bersifat fisik itu, 
telah terjadi perubahan luar biasa,
‘Dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu; dan dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia.” (An Naba’: 19-20)
Langit yang dibangun dengan kokoh, dibuka lalu terdapat beberapa pintu. Ia
 pecah terbelah, sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat dan surat 
lain. Langit berubah keadaannya dengan keadaan yang belum pernah kita 
alami selama ini. Sedangkan, gunung-gunung yang menjadi pasak bumi 
dijalankan sehingga menjadi fatamorgana. Ia dihancur-lebur kan, 
berantakan, dan berhamburan ke udara, digerakkan oleh angin, sebagaimana
 disebutkan dalam ayat-ayat dan surat-surat lain. Karena itu, ia tidak 
ada wujudnya lagi bagaikan fatamorgana, atau ia yang telah menjadi debu
 itu diterpa cahaya sehingga menjadi seperti fatamorgana. Sungguh 
menakutkan dan mengerikan terjadinya ke-amburadul-an alam yang dapat 
dipandang mata itu, sebagaimana menakutkan nya ketika manusia 
dikumpulkan setelah ditiup nya sangkakala. Inilah hari keputusan yang 
sudah ditentukan bakal terjadinya itu, dengan hikmah dan rencana Allah.
Neraka Jahannam dan Penghuninya
Ayat-ayat berikutnya melanjutkan perjalanan ke belakang peniupan 
sangkakala dan pengumpulan manusia di padang mahsyar. Maka, dilukiskan 
lah tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas dan orang-orang
 yang bertaqwa. Pembahasan dimulai dengan membicarakan kelompok pertama 
yang mendustakan dan mempertanyakan berita yang besar itu,
Sesungguhnya neraka jahannam itu (padanya) ada tempat pengintai, lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang
 yang melampaui batas. Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. 
Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) 
minuman, selain air yang mendidih dan nanah, sebagai pembalasan yang 
setimpal. Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab, dan mereka 
mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya. Segala sesuatu 
telah Kami catat dalam suatu kitab. Karena itu, rasakanlah. Kami 
sekali-kali tidak akan menambah kepadamu selain azab. “( An Naba’: 21-30)
Sesungguhnya neraka Jahannam itu sudah diciptakan, sudah ada, dan 
padanya ada tempat pengintai bagi orang-orang yang melampaui batas. Ia 
menunggu dan menantikan mereka yang akan sampai juga ke sana, karena ia
 memang disediakan dan disiapkan untuk menyambut mereka. Seakan-akan 
mereka melakukan perjalanan (tour) di bumi, kemudian mereka kembali ke 
tempat asalnya. Mereka datang ke tempat kembalinya ini untuk menetap di 
sini dalam masa yang amat panjang, berabad-abad, ‘Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman.”(An Naba’: 24)
Kemudian dikecualikan, tetapi pengecualian ini lebih pahit dan lebih pedih,
“… selain air yang mendidih dan nanah. ” (An Naba’: 25)
Kecuali air yang panas mendidih, yang memanggang kerongkongan dan 
perut. Nah, inilah kesejukan itu. Juga kecuali nanah yang meleleh dan 
mengalir dari tubuh orang-orang yang dibakar itu. Maka, inilah 
minumannya!
‘:..sebagai pembalasan yang setimpal. ” (An Naba’: 26)
Setimpal dengan tindakan dan kelakuan mereka pada masa lalu sewaktu di dunia dulu.
“Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab. ” (An Naba’: 27)
Mereka tidak takut pada tempat kembalinya nanti.
“.. dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya….” (An Naba’: 28)
Tekanan keras pada lafal ini mengisyaratkan sangat kerasnya 
pendustaan dan kebandelan mereka. Allah menghitung atas mereka setiap 
sesuatunya dengan hitungan yang amat cermat dan tidak satu pun yang 
terluput,
“Segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. ” (An Naba’: 29)
Di sini datanglah ledekan yang memutuskannya dari segala harapan untuk mendapat perubahan atau keringanan,
“Karena itu, rasakanlah. Kami sekali-kali tidak akan menambah kepadamu selain dari azab!” (An Naba’: 30)
Keadaan Orang-rang yang Bertaqwa
Sesudah dibentangkan pemandangan orang-orang yang melampaui batas di
 dalam air yang mendidih, dibeberkan lah pemandangan sebaliknya. Yakni,
 pemandangan orang-orang bertaqwa yang ada di dalam surga,
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan, 
(yaitu) kebun-kebun dan buah anggur, gadis-gadis remaja yang sebaya, dan
 gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). Di dalamnya mereka tidak 
mendengarkan perkataan yang sia-sia dan tidak (pula perkataan) dusta. 
Sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak. ” (An Naba’: 31-36)
Apabila Jahannam itu menjadi pengintai dan tempat kembali bagi 
orang-orang yang melampaui batas, yang mereka tidak dapat lepas dan 
melintas darinya, maka orang-orang yang bertaqwa akan berkesudahan di 
tempat keberuntungan dan keselamatan yang berupa “kebun-kebun dan buah anggur”. Disebutkan
 nya buah anggur secara khusus dan tertentu di sini adalah karena anggur
 itulah yang populer di kalangan orang-orang yang mendengar firman ini.
 Juga gadis-gadis remaja yang sebaya “umur dan kecantikannya. ‘Dan, gelas gelas yang penuh” berisi minuman.
Ini adalah kenikmatan-kenikmatan yang lahirnya bersifat inderawi, 
untuk mendekatkannya kepada apa yang dibayangkan manusia. Adapun hakikat
 rasa dan kenikmatannya belum pernah dirasakan oleh penduduk dunia 
karena mereka terikat dengan batas-batas dan gambaran-gambaran duniawi. 
Di samping kenikmatan lahiriah yang demikian, mereka juga mengalami 
keadaan yang dirasakan oleh hati dan perasaan,
‘Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula perkataan) dusta. ” (An Naba’: 35)
Kehidupan surgawi adalah kehidupan yang terpelihara dari kesia-siaan
 dan kebohongan yang biasanya diiringi dengan bantahan dan sanggahan. 
Maka, hakikat (keadaan yang sebenarnya) di sini diungkapkan, tidak ada 
peluang untuk membantah dan mendustakan, sebagaimana tidak ada peluang 
untuk berkata sia-sia yang tidak ada kebaikan padanya. Inilah suatu 
keadaan dari keluhuran dan kesenangan yang cocok dengan negeri akhirat 
yang kekal.
“Sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak.”(An Naba’: 36)
Di sini kita menjumpai fenomena keindahan dalam ungkapannya dan 
kesamaan bunyi pada kata dan sebagaimana kita rasakan juga iramanya 
pada akhir setiap kalimatnya dengan bunyi yang hampir sama. Ini 
merupakan fenomena yang jelas di dalam juz ini seluruhnya secara global.
Malaikat pun Merasa Takut
Untuk melengkapi pemandangan-pemandangan hari yang padanya sempurna 
segala urusan itu, dan yang dipertanyakan oleh orang-orang yang 
mempertanyakan, serta diperselisihkan oleh orang-orang yang 
memperselisihkan, maka datanglah pemandangan terakhir dalam surat ini. 
Yakni, ketika malaikat Jibril dan malaikat-malaikat lainnya berdiri 
berbaris dengan khusyu di hadapan Allah yang Rahman, tanpa berkata 
sepatah kata pun kecuali yang diizinkan oleh yang Rahman di tempat yang 
menakutkan dan agung itu,
‘Tuhan yang Memelihara langit dan bumi serta apa yang ada di 
antara keduanya, yang Maha Pemurah. Mereka tidak dapat berbicara dengan 
Dia. Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, 
mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin 
kepadanya oleh Tuhan yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang 
benar.” (An Naba’: 37-38)
Pembalasan yang dijelaskan pada segmen di atas adalah pembalasan bagi
 orang-orang yang melampaui batas dan orang-orang yang bertaqwa. 
Pembalasan ini adalah “dari Tuhanmu, Tuhan yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, yang Maha Pemurah”.
Kalimat ini serasi benar dengan sentuhan dan hakikat yang besar ini. Hakikat rububiyah ‘pemeliharaan
 Tuhan’ yang Esa, meliputi seluruh manusia sebagaimana ia meliputi 
langit dan bumi serta dunia dan akhirat, dan memberikan balasan kepada 
perbuatan melampaui batas dan perbuatan takwa, serta berujung 
padanyalah urusan akhirat dan dunia Kemudian, Dia adalah ‘Maha Pemurah, Pemilik dan Pemberi rahmat”.
Karena rahmat-Nya inilah, maka diberikan balasan kepada mereka ini 
dan mereka itu. Sehingga, pemberian hukuman kepada orang-orang yang 
melampaui batas itu bersumber dari rahmat Tuhan yang Rahman ini. Karena
 rahmat ini pula, maka keburukan mendapatkan balasan yang tidak sama 
dengan balasan bagi kebaikan di tempat kembali nanti.
Di samping rahmat dan keagungan ini, “mereka tidak dapat berbicara dengan Dia” pada hari yang menakutkan ketika malaikat Jibril as dan malaikat-malaikat lain berdiri “bershaf–shaf tanpa berbicara sepatah kata pun’ kecuali dengan adanya izin dari yang Maha Pemurah untuk mengucapkan perkataan yang benar. Maka, tidak ada yang diizinkan oleh Ar-Rahman kecuali yang sudah diketahui bahwa ia benar.
Hari yang Pasti Terjadi
Sikap orang-orang yang didekatkan kepada Allah, yang bersih dari 
dosa-dosa dan kemaksiatan ini adalah diam tanpa berkata-kata sedikit 
pun kecuali dengan adanya izin dari Allah dan dengan perhitungan. 
Suasananya dipenuhi dengan ketakutan, kesedihan, keagungan, dan 
ketundukan. Di bawah bayang-bayang pemandangan ini terdengarlah seruan 
yang berisi peringatan dan mengguncang orang-orang yang tertidur dan 
mabuk kepalang ,
“Itulah hari yang pasti terjadi. Maka, barangsiapa yang menghendaki,
 niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya. Sesungguhnya Kami 
telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) dengan siksa yang dekat,
 pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua 
tangannya, dan orang kafir berkata, Alangkah baiknya sekiranya aku 
dahulu adalah tanah. ” (An Naba’: 39-40)
Inilah guncangan keras terhadap mereka yang hatinya dipenuhi keraguan
 dan selalu mempertanyakan “hari yang Pasti terjadi” itu. Maka, tidak 
ada peluang untuk mempertanyakan dan memperselisihkannya. Selagi masih
 ada kesempatan, “maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia 
menempuh jalan kembali kepada, Tuhannya “sebelum neraka Jahannam 
mengintai nya dan menjadi tempat kembalinya.
Inilah peringatan untuk menyadarkan orang-orang yang mabuk kepalang, “Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kamu siksa yang dekat”. Maka, Jahannam itu senantiasa menantikan dan mengintaimu seperti yang kamu ketahui. Dunia ini secara keseluruhan adalah perjalanan yang pendek dan usia yang singkat!
Inilah azab yang mengerikan dan menakutkan, sehingga orang kafir lebih memilih hilang eksistensinya daripada masih berwujud,
‘Pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua 
tangannya, dan orang kafir berkata, Alangkah baiknya sekiranya aku 
dahulu hanyalah tanah. ” (An Naba’: 40)
Tidaklah orang berkata seperti ini kecuali dia berada dalam 
kesempitan dan kesedihan yang sangat. Ini adalah kalimat yang memberikan
 bayang-bayang ketakutan dan penyesalan. Sehingga, ia berangan-angan 
untuk tidak pernah menjadi manusia, dan menjadi unsur yang diabaikan dan
 disia-siakan (tak diperhitungkan). la melihat bahwa yang demi kian itu 
lebih ringan daripada menghadapi keadaan yang menakutkan dan mengerikan.
 Ini suatu sikap yang bertolak belakang dengan keadaan ketika mereka 
mempertanyakan dan meragukan berita besar tersebut!!!  Allahu a’lam
 
 
 
 
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..