 Cerita 1001 malam sangat melegenda seantero dunia. Salah satu 
tokohnya yang terkenal, Abu Nawas disebut-sebut sebagai orang yang 
sangat pintar dan penuh akal. Kisahnya yang terkadang aneh menimbulkan 
pertanyaan, apakah Abu Nawas hanya rekaan dongeng semata?
Cerita 1001 malam sangat melegenda seantero dunia. Salah satu 
tokohnya yang terkenal, Abu Nawas disebut-sebut sebagai orang yang 
sangat pintar dan penuh akal. Kisahnya yang terkadang aneh menimbulkan 
pertanyaan, apakah Abu Nawas hanya rekaan dongeng semata? 
Abu 
Nawas benar-benar tokoh yang pernah hidup di bawah pemerintahan khalifah
 Harun Al-Rasyid (Dinasti Abbasiyah). Nama aslinya Abu Ali al-Hasan bin 
Hani al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 Hijriah [756 M dan meninggal 814
 M] di Kota Ahvaz di negeri Persia (Iran). 
Ayahnya,
 Hani al-Hakam, merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara 
ibunya bernama Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain 
wol. Sayang, ayahnya cepat 
berpulang sehingga Abu Nawas menjadi yatim. Sang ibu kemudian membawanya
 ke Bashrah, Irak. Di kota inilah Abu Nawas belajar berbagai ilmu 
pengetahuan. 
Abu Nawas belajar sastra Arab kepada Abu Zaid 
al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Al-Quran kepada Ya’qub 
al-Hadrami. Sementara dalam Ilmu Hadis, ia belajar kepada Abu Walid bin 
Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said al-Qattan, dan Azhar bin 
Sa’ad as-Samman. 
Pertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab al-Asadi, telah memperhalus gaya bahasanya dan membawanya ke puncak
 kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang 
kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah. Di Kufah bakat Abu 
Nawas digembleng. Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup 
bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa 
Arab. 
Kemudian ia pindah ke Baghdad.
 Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul dengan para 
penyair. Berkat kehebatannya menulis puisi, Abu Nawas dapat berkenalan 
dengan para bangsawan. Namun karena kedekatannya dengan para bangsawan 
inilah puisi-puisinya pada masa itu berubah, yakni cenderung memuja dan 
menjilat penguasa. 
Penyair khamar. Begitu Abu Nuwas dijuluki 
sebagian orang, karena dia mengangkat minuman haram sebagai tema 
puisinya. Dalam puisi khumrayat, ia menggambarkan kelezatan dan 
keburukannya, pemerasan, pengolahan, rasa, warna, dan baunya hingga para
 peminumnya. Menurutnya, khamar dapat menenangkan hatinya yang gundah. 
Abu
 Nuwas juga sempat dituding sebagai penyair zindik atau pendosa besar 
gara-gara puisinya yang  sering dianggap melampaui batas kesopanan dan 
merendahkan ajaran agama. 
Walau demikian, Abu Nawas dikenal 
sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal 
ulung, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru. Namun sayang, 
karya-karya ilmiahnya justru jarang dikenal di dunia intelektual. Ia 
hanya dipandang sebagai orang yang suka bertingkah lucu dan tidak lazim.
 Kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun al-Rasyid.
 Melalui musikus istana,shaq al-Wawsuli, Abu Nawas dipanggil untuk 
menjadi penyair istana (sya’irul bilad). 
Sikapnya yang jenaka 
menjadikan perjalanan hidupnya benar-benar penuh warna. Kegemarannya 
bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda
 tersendiri dalam khazanah peradaban dunia. 
Masuk penjara    
Suatu ketika Abu Nawas membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang dianggap menyinggung Khalifah. Tentu saja Khalifah murka, lantas memenjarakannya. Sejak mendekam di penjara, syair-syair Abu Nawas berubah, menjadi religius. Jika sebelumnya ia sangat pongah dengan kehidupan duniawi yang penuh glamor dan hura-hura, kini ia lebih pasrah kepada kekuasaan Allah.
Setelah bebas, ia berpaling dari Khalifah dan mengabdi 
kepada Perdana Menteri Barmak. Ia meninggalkan Baghdad setelah keluarga 
Barmak jatuh pada tahun 803 M. Setelah itu ia pergi ke Mesir dan 
menggubah puisi untuk Gubernur Mesir, Khasib bin Abdul Hamid al-Ajami. 
Tetapi, ia kembali lagi ke Baghdad setelah Harun al-Rasyid meninggal dan
 digantikan oleh Al-Amin. 
Konon Abu Nawas meninggal karena 
dianiaya oleh seseorang yang disuruh oleh keluarga Nawbakhti yang 
menaruh dendam kepadanya. Ia dimakamkan di Syunizi di jantung Kota 
Baghdad.
 
 
 
 
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..