وَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلًا
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.” (Al-Muzammil: 10)
…وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ…
“…dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (An-Nahl: 125)
…أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur 
dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun 
adalah pakaian bagi mereka…” (Al-Baqarah: 187)
Tiga ayat sakti yang membuat kita bergetar jika mentadabburinya. Yah, 3 kata ini yang paling pas untuk menggambarkan kondisi pemuda zaman sekarang. Tepatlah janji Allah SWT yang ter maktub dalam kitab-Nya; “Inna ma’al ‘usri yusrao” “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”. Allah SWT menurunkan lafazh kesusahan dengan isim ma’rifah (nama yang diketahui -penulis). Kenapa Allah SWT menurunkan kata kesusahan dengan isim ma’rifah? Tidak
 lain adalah untuk menunjukkan kepada seluruh umat manusia -terutama 
kepada pemuda- bahwa kesulitan yang Allah SWT berikan itu diketahui, Ma’rifah.
Sedangkan kita lihat lafazh kemudahan dalam ayat tersebut, “..yusra…” dengan tidak menggunakan alif lam atau yang sering disebut isim nakirah. Mengapa Allah SWT menurunkan kalimat yusra yang berarti kemudahan dengan menggunakan isim nakirah (nama yang tidak diketahui)? Yap, isim nakirah ini menunjukkan bahwa Allah SWT memberikan kepada makhluk-Nya dengan kemudahan yang tidak diketahui.
Begitulah, jadi Allah SWT berjanji di mana di sana terdapat suatu 
kesulitan -yang pastinya diketahui-, maka di sana pula Allah SWT 
memberikan kemudahan-kemudahan yang banyak yang diketahui dan tidak 
diketahui oleh manusia. Begitulah penjelasan dari ayat “Inna ma’al ‘usri yusra” dari segi kebahasaan.
Kembali ke 3 ayat pembahasan kita.
Pertama,
وَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلًا
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.” (Al-Muzammil: 10)
Coba kita renungi baik-baik. Ayat di atas jika kita samakan dengan 
kondisi pemuda zaman sekarang, maka akan bertemu di sebuah titik yang 
sangat jelas, terang, seterang cahaya matahari di waktu Zhuhur. Pemuda? 
Kata yang memiliki yang makna penting bagi kehidupan masa depan sebagai 
bukti mari kita lihat kembali Ir. Soekarno;
“Berikan Aku 1000 Orang Tua maka akan Aku Cabut Semeru dari Akarnya”
“Berikan Aku 10 Pemuda maka akan Aku Guncangkan Dunia!”
Lihat betapa dahsyatnya perkataan presiden Soekarno tentang pemuda. 
Tetapi, jika kita lihat pemuda zaman sekarang yang mudah terbawa arus, 
gampang terprovokasi, menyimpang dari jalan kebenaran, maka ayat ini 
bisa menjadi salah satu solusi, “Dan bersabarlah terhadap apa yang 
mereka ucapkan”. Setelah kita berhasil bersabar dan tetap pada pendirian
 yang kita pegang maka Allah SWT juga memberikan cara yang terbaik 
kepada kita, “Jauhilah mereka dengan cara yang baik.”
Kedua,
…وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ…
“…dan berdebat dengan cara yang baik…” (An-Nahl: 125)
Kita lihat ayat di atas berbicara tentang tata cara berdebat yang 
baik. Mengingat ayat ini, maka sepantasnyalah kita juga mengingat 
perkataan seorang ulama besar yang telah menulis banyak kitab-kitab 
terkenal di berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti: Al-Umm, Ar-Risalah, Fiqh Sunnah. Ya, dialah Al-Imam Asy-Syafi’i Rahimahullahu ‘Alaih;
“Al-Khuruj Minal Ikhtilaaf… Musatahabbun”
“Keluar dari perbedaan adalah sunnah”
Akan tetapi ulama lain juga mengatakan bahwa “Perbedaan adalah Rahmat”. Ya, keduanya benar. Keduanya memiliki hujjah
 yang kuat. Oleh karenanya di sinilah kita harus mengaplikasikan ayat di
 atas, “…dan debatilah mereka dengan cara yang baik…”. Kita sebagai 
pemuda tidak bisa asal mendebat orang yang berdalil dengan perkataan 
Imam Syafi’i, karena mereka berdalil dengan pendapat itu pasti mempunyai
 hujjah. Kita juga tidak bisa mendebat orang yang berdalil dengan 
perkataan ulama terakhir, karena mereka berdalil dengan pendapat itu 
juga pasti mempunyai hujjah. Yang benar, kita harus menyatukan pendapat 
mereka berdua tanpa ada yang merasa tersakiti atau tersinggung.
Sebagai contoh, pada suatu waktu ada seorang murabbi bertanya pada 
mutarabbinya, “Mana yang benar, membaca Al-Qur’an wajib dengan wudhu 
atau tidak dengan wudhu?” Jujur para Mutarabbi ini bingung untuk 
menjawab pertanyaan beliau. Alhasil Murabbi kami melanjutkan 
perkataannya kemudian, “Al-Khuruj minal ikhtilaaf mustahabun”, 
Keluar dari polemik itu lebih dicintai dan mendekati sunnah, jadi jika 
kita menemukan ada perbedaan dalam hal membaca Al-Qur’an, dan kita juga 
harus bisa keluar dari perbedaan tersebut dengan bijak. Sederhana saja, 
jika kita ingin membaca Al-Qur’an kita cukup berwudhu saja, dengan 
begitu pendapat yang mengatakan ‘wajib dengan wudhu’ tidak akan protes 
karena pendapatnya telah di indahkan, dan pendapat yang mengatakan 
‘tidak wajib dengan wudhu’ juga tidak akan protes. Karena, tidak 
berwudhu saja boleh apalagi berwudhu.
Jadi, sebagai pemuda kita harus bijak dalam menentukan sikap kita apalagi yang sifatnya ikhtilaf.
Ketiga,
…أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur 
dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun 
adalah pakaian bagi mereka…” (Al-Baqarah: 187)
Saya sering memikirkan bahwa pemuda zaman sekarang terlalu banyak 
foya-foya; apalagi dengan wanita. Maka dari itu satu dari sekian banyak 
ayat yang memotivasi kita untuk menikah saya lampirkan di sini. Pasangan
 hidup? Ya, itu sebuah solusi yang tepat. Ada yang masih ingat dengan shahabiyat Aisyah
 RA? Beliau dinikahi oleh Rasulullah SAW di umurnya yang terhitung masih
 sangat belia, 8 tahun. Ada lagi kisah seorang delegasi luar negeri, 
Mush’ab bin Umair yang menikah terlebih dahulu sebelum melaksanakan 
tugasnya. Begitu pula dengan Usamah bin Zaid yang juga menikah sebelum 
diberangkatkan untuk memimpin perang oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq. Dan 
masih banyak lagi kisah tentang sahabat yang memiliki pendamping untuk 
kebaikan dirinya.
Begitulah 3 ayat sakti yang sangat ampuh, yang saya lampirkan sebagai solusi ke”galau”an generasi muda zaman ini.
“Nas’a fii halli Musykilaati Nudraani Al-‘Ulama”
Kita berusaha menjadi solusi atas kelangkaan para ulama.
 
 
 
 
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..