Ust. Abu Ridho
"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (QS, al-Hadid [57]: 20)
Ketika segala sesuatu yang menyelubungi hati telah terlepas maka
hati akan mudah menerima cahaya. Ketika cahaya telah menyinari hati hingga
menjadi terang benderang, jangan redupkan lagi cahaya itu dengan gandrung
dunia. Sebaliknya, kuatkan cahaya dengan menggandrungi akhirat agar
perjalanan semakin terang benderang.
Sebab, menurut Utsman bin 'Affan Ra, "Gandrung dunia adalah
kegelapan hati sedangkan gandrung akhirat adalah cahaya bagi hati." Di sini,
di dunia ini, sang musafir sangat memerlukan cahaya penerang agar ia dapat
melanjutkan perjalanan. Sedangkan cahaya itu sangat berkaitan dengan persepsi
dan sikap manusia terhadap dua realitas kehidupan yang dihadapinya.
Di hadapan perjalanan manusia ada dua realitas kehidupan (alam
dunia dan alam akhirat) yang harus dipersepsi dan disikapi secara benar. Alam
dunia dan alam akhirat adalah realitas yang berbeda, Alam dunia disebut alam
fana sedangkan alam akhirat disebut alam keabadian.
Alam dunia sebagai medan amal sedangkan alam akhirat adalah medan
pembuktian dan balasan. Rasulullah Saw mengingatkan ummatnya agar menentukan
visinya secara jelas terhadap kedua realitas tersebut kemudian
mempersepsi dan menyikapinya dengan cerdas sehingga memahami nilai dan segala
implikasi sikapnya.
"Barangsiapa menggandrungi dunia niscaya akan membahayakan
akhiratnya. Barangsiapa yang menggandrungi akhirat niscaya akan membahayakan
dunianya. Maka utamakanlah yang kekal daripada yang binasa." (HR, Ahmad).
Menentukan visi kehidupan merupakan sesuatu yang penting, sebab
visi seseorang terhadap sesuatu akan membentuk orientasi kehidupannya.
Orientasi inilah yang akan mengarahkan persepsi dan sikap yang khas sesuai
dengan visinya. Sedangkan persepsi dan sikap akan membentuk pola hidup dan
perilaku.
Dengan kata lain persepsi. sikap, pola hidup, dan perilaku
seseorang terhadap sesuatu diarahkan oleh orientasinya untuk mencapai visi
hidupnya. Sedangkan pola hidup akan membentuk realitas individu dan masyarakat
yang menjadi cerminan nasib akhir perjalanan hidupnya di akhirat nanti. Apakah
ia akan hidup bahagia atau ia akan hisup sengsara untuk selama-lamanya.
"Adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan
kehidupan dunia maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya) . Dan adapun
orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya) ."
(QS, al-Nazi'at [79]: 37-41).
"Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu
ada orang yang menghendaki akhirat." [3]: 152).
"Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak
percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia
serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan
ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu
mereka kerjakan." (QS, Yunus [10]: 7-8).
"Dan kampung akhirat itu lebih bagi mereka yang bertakwa.
Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti?." (QS, al-A'raf [7]: 169).
Atas dasar itu, orientasi hidup seseorang akan merefleksi pada
persepsi, sikap, pola hidup, dan perilakunya. Orientasi duniawi melahirkan
persepsi tentang dunia sebagai tempat terakhir dan satu-satunya tempat untuk
memperoleh kesenangan abadi; melahirkan sikap (kecenderungan) mencintai dunia
dan segala perhiasannya, serta membenci atau menolak kehidupan akhirat;
membentuk pola hidup dan perilaku yang tertuju untuk memperoleh kesenangan dan
keni'matan temporal semata.
Orientasi serba duniawi inilah yang mengobarkan ketamakan dalam
diri seseorang. Sedangkan ketamakan, menurut Utsman bin 'Affan, merupakan salah
satu sumber kebencian di antara sesama kaum muslimin. "Orang yang
meninggalkan perhiasan dunia akan dicintai Allah Swt; orang yang meninggalkan
dosa akan dicintai Malaikat; dan orang yang tidak tamak terhadap kaum muslimin
akan dicintai sesama kaum muslimin.
" Ketamakan terhadap dunia apabila dibiarkan dan tidak
diobati akan mengkristal menjadi virus kuning yang sangat membahayakan bagi
kehidupan hati seseorang. Virus ini selain menggerogoti hati dan
mengerdilkannya juga dapat mematikannya. Seperti halnya dalam dunia
tumbuh-tumbuhan, virus kuning yang tergolong dalam geminivirus, dengan nama
ilmiah Tomato Yellow
Leaf Curl Virus (TYLCV), dapat diamati melalui beberapa
gejalanya. Antara lain helai daunnya mengalami vein clearing yang dimulai dari daun-daun
pucuk. Setelah itu berkembang menjadi berwarna kuning, tulang daun menebal, dan
kemudian helai daun menggulung ke atas.
Infeksi lanjut dari virus ini akan menyebabkan daun-daun mengecil
dan berwarna kuning, serta tanaman kerdil dan tidak berbuah. Penyakit virus
kuning ini tidak ditularkan melalui biji, tetapi melalui penyambungan dan
melalui serangga vektor yang disebut kutu kebul. Ketamakan sebagai virus kuning
bagi hati manusia memang harus diwaspadai terutama bagi para penempuh
perjalanan mendaki.
Pada umumnya hati yang mudah dihinggapi virus ini adalah hati yang
lalai, lalai dari mengingat Allah, lalai beribadah, dan lalai terhadap tujuan
akhir yang sedang ditempuhnya. Tanpa disadari, virus kuning dapat menggeroti
file-file rasa ikhlas dalam dada, serta merusakkan iman dan amal yang pada
akhirnya dapat mengacaukan perjalanan hidup. Menurut al-Muhasibi, antusiasme
dan hasrat yang berkobar-kobar itu muncul dari ketamakan.
Pertumbuhan jiwa juga sejalan dengan "kaidah-kaidah"
ketamakan. Ketamakan terhadap dunia menjadikan ketamakan sebagai sarana mencari
kelebihan dunia. Kerakusan, ambisi, dan mengedepankan kemauan adalah wahana
ketamakan. Di mana saja nafsu menempati ketamakannya, maka nafsu telah
menghadirkan perangkatnya, mengumpulkan alatnya, dan serius menuntutnya. Jika
seseorang memperturutkan hawa nafsunya, maka nafsu telah memperbudaknya,
melemahkannya, menghinakannya, membingungkannya, meletihkannya, merampas
akalnya, menginjak kehormatannya, mengabaikan harga dirinya, dan akhirnya
menjauhkan dirinya dari Allah Swt. Allah Swt dengan sangat akurat menjelaskan
implikasi-implikasi psikologis dan sosiologis ketamakan terhadap harta kepada
kehidupan.
Ketamakan yang merupakan konsekuensi dari hubbuddunya ini posisinya
sama dengan virus kuning yang sangat membahayakan. Agar manusia terhindar dari
virus yang mematikan ia lebih dahulu harus memahami realitas dunia dan realitas
akhirat Allah Swt menjelaskan kedua hakikat itu dalam banyak ayat.
Bahkan ia menjelaskan pula tentang hakikat kehidupan dunia
dibanding dengan hakikat kehidupan akhirat. Allah Swt mennyatakan bahwa hakikat
kehidupan dunia hanyalah permainan dan suatu yang dapat melalaikan.
"Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan
senda gurau belaka dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang
yang bertaqwa. Maka Tidakkah kamu memahaminya? " (QS, al-An'am [6]: 32).
Oleh karena nilai kehidupan dunia dengan segala pesonanya seperti
itu maka tidak sepatutnya dijadikan sebagai orientasi seluruh perjalanan hidup
manusia. Sebab nilai yang terkandung di dalamnya tidak lebih dari sebagai
sarana menuju alam akhirat dan aksesoris yang hanya enak dipandang mata. Maka
kehidupan akhiratlah yang seyogyanya menjadi orientasi hidup manusia. Sebab
kehidupan akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya.
"Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan,
kalau mereka mengetahui." (QS, al-Ankabut [29]: 64).
Atas dasar itu Rasulullah Saw menegaskan, "Barangsiapa
yang urusan akhiratnya menjadi orientasinya maka Allah menjadikan hatinya kaya,
membantu memudahkannya dalam segala urusannya, dan dunia akan menyambutnya.
Barangsiapa yang urusan dunianya menjadi oerientasinya maka Allah menjadikan
kemiskinan berada di antara kedua matanya, mencerai-beraikan urusannya dan
tidak akan datang kepada dunia kecuali apa yang telah ditentukan
untuknya." (HR, Tirmidzi).
Kendati demikian, orang-orang yang hatinya telah dirasuki virus
kuning yang bernama ketamakan dan kerakusan, mereka akan terus memburu
keni'matan dunia dan menjadikannya sebagai orientasi hidupnya. Mereka
berbangga-bangga dan bermegah-megah, saling menyombongkan diri dengan kekayaan
mereka. Padahal apa yang mereka banggakan dan cari dengan penuh ketamakan itu
hanyalah sekilas kesenangan; hanyalah keindahan sementara yang apabila salah
mempersepsi dan menyikapinya dapat menyimpan berjuta keresahan.
Memang di balik semua pesonanya mengintip penderitaan yang abadi.
Tak ubahnya seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani. Tetapi
karena digerogoti virus; tanaman itu kemudian menjadi kering dan warnanya
terlihat kuning lalu akhirnya hancur. "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta
dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian
tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur.
Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah
serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan
yang menipu." (QS, al-Hadid [57]: 20) Oleh sebab itulah mengapa seorang
muslim harus selalu berhati-hati terhadapnya dikarenakan virus tersebut sangat
halus, tidak mudah diawasi keberadaannya, tak mudah dikenali wujudnya kecuali
gejala-gejalanya. Ia mengalir di seluruh tubuh manusia bagaikan darah. Saat
melewati tiap aliran nadi, virus ini merusakkan sel-selnya. Ujungnya selalu
dikendalikan setan yang selalu tertawa lebar melihat kegagalan manusia dalam
mengendalikan nafsu kebendaannya.
Bahkan virus ini dapat menembus ke ulu hati, meluluhlantakkan
pusat sistem otak syaraf dan akal manusia. Virus kuning bisa merebak
dikarenakan ada makhluk lain yang menyelusup ke relung sanubari manusia, yaitu
setan yang selalu menanamkan kecemasan dan kekhawatiran akan kehilangan atau
kekurangan harta benda pada diri manusia. Akibatnya, seluruh waktu, potensi,
dan sarana dipergunakan untuk meraih harta benda dan mempertahankan
kelanggengannya. Di dalam hatinya hanya ada satu cinta yang tumbuh dan
mendominasi, yaitu cinta duniawi yang ternyata kobarannya mampu menelan semaua
kesadaran kemanusiaan.
Untuk mendeteksi keberadaannya diperlukan ketajaman batin. Dengan
ketajaman itu seseorang dapat mengenali karakter godaan duniawi sehingga
ia dapat terhindar dari ketamakan kepada dunia yang menyebabkan dirinya jauh
dari keberuntungan di akhir perjalanannya.
Dengan ketajaman itu pula ia mampu menangkap hakikat yang akan
menguntungkan perjalanan panjangnya "Jual duniamu untuk dunia esok (alam
akhirat) dan kau akan dapatkan keduanya dalam keutuhan, tetapi jangan kau jual
dunia esokmu untuk dunia sekarang ini, karena kau akan kehilangan kedua-duanya."
Demikian Hasan al-Bashri mengingatkan kita agar proporsional dalam memandang
dan menyikapi dua realitas wujud tersebut.
Al-Fudhail berkata, "Seandainya dunia ini dari emas yang
sirna dan akhirat itu dari tembikar yang kekal niscaya kita harus memilih
tembikar yang kekal daripada emas yang sirna. Apa jadinya jika kita memilih
tembikar yang sirna daripada emas yang kekal? Sementara Imam Syafi`i
mengingatkan agar kita tidak terbius oleh pesonanya yang menipu,
"Barangsiapa sedang mencicipi kelezatan dunia yang sesaat, ketahuilah
justru di situlah aku pernah merasakan pahit getirnya kehidupan. Bagiku pesona
dunia adalah tipu daya yang penuh dengan kedustaan, bagaikan fatamorgana di
tengah padang sahara."
Agaknya patut diingat pula ungkapan yang pernah dikemukakan Luqman
al-Hakim ketika beliau berwasiat kepada anaknya, "Wahai anakku,
sesungguhnya manusia itu harus menuntaskan tiga tuntutan dalam hidupnya, yaitu
(1) sepertiga untuk Allah,
(2) sepertiga untuk dirinya, dan
(3) sepertiga untuk ulat. Adapun yang dimaksud sepertiga
untuk Allah adalah ruhnya, sepertiga untuk dirinya adalah amalnya, dan
sepertiga untuk ulat adalah jasadnya."
Wallahu 'alam
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..