Tiga bulan sebelum Letjen TNI (Purn) ZA 
Maulani meninggal dunia pada 2007, Kepala BIN (BAKIN) di era Presiden 
Habibie ini memberi informasi dan catatan penting dalam sebuah 
pertemuan. 
Kepada yang hadir Maulani mengungkap bahwa intelijen asing yang 
berkomplot dengan pihak internal (dalam negeri) tengah intens 
"menggarap" ormas/partai Islam tertentu yang dianggap radikal atau 
dinilai memiliki pengaruh besar dan diprediksi menjadi partai masa 
depan.
"Operasi intelijen" ini, menurut Maulani, bertujuan untuk melemahkan 
ormas/partai Islam tertentu. Ada tiga ormas Islam yang dibidik kala itu 
dan satu partai Islam yang dinilai ke depannya memiliki pengaruh besar 
sebagai kekuatan politik Islam alternatif, jika tak segera dikebiri.
Menurut Maulani yang juga sangat dibenci Amerika, partai Islam yang 
dia maksud menjadi perhatian AS dan sekutunya. Rupanya Barat sangat 
khawatir dengan perkembangan partai yang pernah disebut fenomenal ini. 
Karena itu, bagaimana caranya agar partai ini dilemahkan, dibonsai dan 
dikerdilkan.
Menurut Maulani kala itu, ada tiga modus yang bertujuan melemahkan 
kekuatan ormas/partasi Islam tersebut. Pertama, membikin konflik 
internal yang target akhirnya menjadi pecah belah. Kedua, membuat 
citra/imej ormas/partai Islam tersebut menjadi buruk di mata publik. 
Ketiga, mengarahkan oknum pengurus/petingginya menjadi tergoda dengan 
dunia.
Maulani menjelaskan, sesungguhnya tak ada ormas/lembaga/partai Islam 
yang steril—khususnya yang dianggap radikal. Umumnya disusupi. 
Penyusupan ini tentu untuk lebih memudahkan pelemahan ormas/partai Islam
 yang dimaksud.
Modus pertama, membuat konflik di internal ormas Islam tertentu. 
Setidaknya ada 3 ormas Islam—setelah 2007—yang dengan tajam dilanda 
konflik internal. Satu ormas Islam akhirnya harus merelakan sejumlah 
pengurus dan anggotanya bedol desa alias keluar dari organisasi. Sedang 
ormas Islam lainnya pecah dan pecahannya melahirkan organisasi baru.
Modus kedua, membuat ormas Islam satunya lagi menjadi bulan-bulanan 
yang terus dicitrakan buruk. Sementara terhadap partai islam yang 
dibidik, "operasi intelijen" agak sulit membuat konflik atau menciptakan
 imej buruk. Pertama, partai ini dinilai solid, tidak mudah 
mengacak-acaknya. Kedua, partai yang dimaksud selama ini pertahanannya 
cukup kuat, segenap pengurus dan kadernya sangat menjaga citra baiknya 
di hadapan publik.
Walhasil, dari sisi mengarahkan partai ini ke dalam konflik internal 
dan merusak imejnya tak semudah mengacak-acak dua ormas Islam seperti 
tersebut di atas. Karenanya, modus ketiga, mengarahkan oknum pengurus 
tertentu dalam partai Islam ini untuk "silau" dengan dunia dengan cara 
memberi proyek, misalnya, ternyata cukup jitu.
"Operasi" ini meyakinkan bahwa pasti orang punya kebutuhan dalam 
hidup. Orang-orang yang lemah dan lebih cenderung pada dunia akan lebih 
mudah untuk dirasuki—disadari atau tidak—akhirnya berada dalam kubangan 
pragmatisme. Jalan "operasi" seperti ini dengan mudahnya dilakukan oleh 
musuh-musuh Islam.
Oknum
 atau orang-orang tertentu yang di hati dan jiwanya memiliki penyakit 
yang disebut dalam hadits Nabi sebagai "al-wahn"—cinta dunia benci 
mati—ternyata bukan saja menggiring pelakunya menjadi mabuk dunia, 
tetapi bahkan bisa membuat imej buruk dan distrust (hilangnya 
kepercayaan) publik secara bertahap terhadap partai dan petingginya—yang
 ujung-ujungnya melahirkan konflik.
Benar, akhirnya partai ini pun tak lepas dari konflik internal. Ada 
yang dipecat, ada yang mundur. Ada yang tak terima dipecat sehingga 
menuntut dan berujung ke pengadilan. Dua kubu berseteru, baik secara 
langsung maupun lewat SMS dan bahkan via media sosial.
Akhirnya partai yang selama ini dianggap solid, tak mudah dipecah belah, jebol juga pertahanannya.
Selesaikah "operasi" ini? Belum. Meski dalam sejumlah survei 
dinyatakan suara partai ini anjlok, lantaran berkurangnya kepercayaan, 
namun kelompok Islamfobia yang turut cawe-cawe dalam "proyek" ini masih belum puas.
Ocehan-ocehan 1 atau 2 petingginya yang dinilai tak mencerminkan 
Islam makin menambah deret banyak pihak, kader atau simpatisan, yang 
angkat kaki dari partai ini.
Kini, dengan kasus terbaru yang menimpa Partai Keadilan Sejahtera 
(PKS) ini, masih belum puas juakah "operasi intelijen" yang telah 
"berhasil" membuat hasil survei memelorotkan suaranya?
Nyatanya "operasi" ini tak berhenti sampai di sini. Bahwa orang-orang
 partai ini tak jua tersentuh korupsi, agaknya mengundang rasa 
penasaran. Selama cap koruptor belum menempel pada partai ini 
sebagaimana partai lainnya, "operasi" ini dianggap belum sempurna.
"Operasi" ini harus "menggarap" orang-orang tertentu dalam partai dan
 yang terkait dengan partai untuk dipancing. Hanya orang-orang atau 
figur yang memiliki potensi dan kecenderungan hubbud dun-ya 
wakarahiyatul maut (cinta dunia benci mati) yang bisa digoda dengan 
dunia dan isinya. Tak tanggung-tanggung, orang kedua di partai ini, 
yakni presidennya, terjerembab dalam tudingan suap izin quota daging 
sapi impor.
Umumnya para petinggi dan pengurus serta kader-kader partai ini baik,
 lurus, dengan ghirah dan gairah Islam yang tinggi, tetapi segelintir 
orang telah membuat partai dakwah ini menjadi terpuruk tanpa ada sanksi 
terhadap mereka.
Inilah yang dijadikan bibit dan bahan "operasi" berikutnya. Sudah 
lama perangkap dan jebakan dipasang. Tapi rupanya selama ini belum bisa 
"dieksekusi" untuk memerangkapnya. Padahal vokalitas dan kritik tajam 
yang dianggap tak sejalan dengan yang namanya Setgab Koalisi kian 
menyebabkan partai ini harus segera dibonsai.
Lalu, sejumlah kasus yang menimpa beberapa pesohor dan petinggi 
negeri ini, dari Century, Hambalang, BLBI, dan lainnya, terakhir kasus 
manipulasi pajak keluarga SBY yang diungkap pertama kali oleh The Jakarta Post,
 Rabu (30/1/2013), memaksa kasus suap daging sapi impor yang sudah lama 
disiapkan untuk dimunculkan, sebagaimana dikatakan Prof Dr Tjipta 
Lesmana.
Menurut pengamat politik ini, kasus suap daging impor ini disinyalir 
untuk menutupi sederet kasus yang tadi disebutkan—terutama kasus 
terakhir: manipulasi pajak keluarga SBY.
Hanya, memang, entah lantaran digarap terburu-buru karena mengejar 
waktu atau seperti dikatakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Dr 
Jimly Ash-Shiddiqie adanya faktor kebodohan (rakyat merdeka online, 
31/1/2013), proses penetapan tersangka hingga penangkapan dan 
penahanannya pun tampak janggal di mata publik.
Jimly khawatir keberanian KPK ini karena didasari atas kebodohan. 
Kalau sampai pedang keadilan diserahkan kepada orang bodoh, menurutnya, 
itu sangat berbahaya.
"Jangan sampai begitu. Menegakkan keadilan itu kan sebagian juga 
seni. (Luthfi) belum diperiksa kok dijadikan sebagai tersangka. Mbok 
ditunggu seminggu kalau memang ada alat bukti. Ini kan soal kecerdikan. 
Jadi ini penegak hukumnya agak bodoh. Bisa karena bodoh, bisa karena 
goblok…," tandasnya.
Ya, seperti disebut tadi, entah karena diburu waktu yang mengharuskan
 skenarionya seperti itu atau faktor kebodohan seperti dikatakan Prof 
Jimly, yang terang ada beberapa hal yang janggal.
Pertama, KPK mengaku sebelumnya sudah mendapat informasi bahwa akan 
ada transaski (suap) pada Selasa (29/1/2013) siang di kantor PT Indoguna
 Utama.
Pertanyaannya, kenapa kemudian KPK tidak menangkap langsung saat 
transaksi suap terjadi? Bukankah ini lebih meyakinkan? KPK malah 
melakukan penangkapan pada malam hari di saat penerima suap (AF) tengah 
berada di sebuah hotel bersama seorang wanita yang belakangan diketahui 
mahasiswi sebuah perguruan tinggi swasta.
Kedua, ada penilaian publik, bahwa skenario yang mengandung unsur 
cewek cantiknya dalam "operasi" ini harus dimunculkan. Andai KPK 
menangkap saat transaksi suap berlangsung, maka dipastikan tak ada 
berita AF ditangkap saat berdua dengan seorang wanita cantik di dalam 
kamar hotel dengan busana minim.
Beberapa satsiun televisi berulang-ulang memutar dan memberitakan 
soal perempuan cantik ini. Bisakah kita menepis dugaan bahwa unsur 
perempuan cantik ini dalam rangka makin mendramatisir beginilah partai 
Islam! Citranya makin hancur. Ada pesan yang ingin diblowup dalam 
episode di bagian cerita ini, yakni: lha, partai dakwah, sudah kena 
kasus suap, eh malah ada unsur ceweknya pula. Imej tentu kian buruk. Itu
 pesan khususnya.
Jadi, kembali pada pertanyaan, mengapa ditangkapnya harus di hotel, 
bukan pada saat transaksi suap berlangsung, sebagaimana dilakukan KPK 
selama ini (tertangkap tangan)?
Ketiga, ini juga jadi pertanyaan banyak pihak, Luthfi Hasan tidak 
tertangkap tangan, tapi kenapa langsung dijadikan tersangka? Yang 
sudah-sudah langsung jadi tersangka saat tertangkap tangan memberi dan 
menerima suap, sementara Luthfi Hasan tidak ada saat transaksi suap 
terjadi.
Keempat, siapa sebenarnya AF penerima suap dari pimpinan perusahaan 
pengimpor daging sapi itu? AF disebut-sebut kurir dan orang dekatnya 
Luthfi. Tentu agak risih mendengar partai Islam kok kadernya mau 
disuguhi cewek yang kini disebut sebagai gratifikasi seks?
Namun Hidayat Nur Wahid menyebut AF bukan anggota atau kader PKS. 
Mantan Presiden PKS ini juga menyebut ada konspirasi terhadap PKS. 
Lantas, siapa yang menskenariokan AF dekat dan sebagai orang kepercayaan
 Luthfi? Sejak kapan penggarapan ini berlangsung?
Dan sepertinya "operasi intelijen" sebagaimana diinformasikan Alm ZA 
Maulani itu sejak 2007 sampai sekarang "berhasil" melemahkan, membonsai 
dan mengerdilkan partai ini, sehingga urung menjadi partai Islam yang 
memiliki pengaruh dan harapan umat, setidaknya untuk saat ini, wallahu 
a'lam ke depannya.
Namun seburuk apapun partai ini, ia pernah menjadi harapan banyak 
umat Islam. Ia pernah menjadi alternatif dalam politik keumatan di 
tengah penilaian bobroknya partai-partai sebelumnya.
Maka, badai pahit yang tengah melanda partai ini sudah seharusnya 
dijadikan pelajaran, introspeksi dan evaluasi untuk perjalanan ke depan 
yang lebih baik.
Mampukah partai ini mengembalikan trust publik seperti sebelumnya? 
Tentu, itu kembali pada pengelola partai ini, sejauh mana komitmen 
ke-Islam-an itu merasuki jiwa dan relung-relung mereka dan menjadikannya
 sebagai benteng kehidupan yang menghantarkan para kader dan 
simpatisannya ke dalam gerbang Indonesia yang lebih luas.
Dan, sejauh mana pula keberpihakan pada umat dan bangsa mayoritas Muslim ini sungguh-sungguh dirasakan, dan akhirnya dengan Visi Islamnya memiliki komitmen menegakkan Islam dan memperjuangkan Islam sebagai sistem dalam kehidupan bernegara, pemerintahan, bermasyarakat, meninggalkan sistem kufur!
Dan, sejauh mana pula keberpihakan pada umat dan bangsa mayoritas Muslim ini sungguh-sungguh dirasakan, dan akhirnya dengan Visi Islamnya memiliki komitmen menegakkan Islam dan memperjuangkan Islam sebagai sistem dalam kehidupan bernegara, pemerintahan, bermasyarakat, meninggalkan sistem kufur!
sumber : (salam-online.com/arrahmah.com)
 
 
 
 
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..